Tak ditahan, 2 Tersangka Kasus Penggelapan di Jember Justru Gugat Korban
Dua orang peria berinisial SW, warga Desa Sukokerto, Kecamatan Sukowono, Jember dan RC, warga Desa Baletbaru, Kecamatan Sukowono, Jember, berstatus tersangka sejak tanggal 10 Juni 2024. Namun, sampai saat ini mereka masih bebas, tidak ditahan.
Bahkan, tersangka menggugat korban, Satria, seorang perempuan warga Desa Sukokerto, Kecamatan Sukowono, Jember. Gugatan tersebut memasuki sidang perdana, di Pengadilan Negeri Jember, Kamis, 27 Juni 2024.
Kuasa hukum penggugat, Adi Priyono mengatakan, gugatan perdata dilayangkan karena ada dugaan pemalsuan kuitansi dalam kasus yang menjerat kedua tersangka. Kuitansi tersebut menurut penggugat dibuat tidak atas persetujuan dan sepengetahuan penggugat.
Kendati demikian, sejauh ini Adi belum mengetahui secara detail jenis dan bentuk kuitansi yang dipersoalkan oleh kliennya itu. Ia masih memerlukan waktu melakukan pendalaman, karena hari ini baru memasuki sidang perdana, sebelum melangkah ke sidang dengan agenda mediasi.
Dalam gugatan perdata itu, Adi menargetkan ada solusi penyelesaian secara damai. Sehingga kasus tersebut berakhir secara kekeluargaan.
“Selanjutnya adalah sidang dengan agenda mediasi. Kami akan menawarkan solusi damai. Damainya seperti apa, nanti menjadi kewenangan hakim,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Satria, M Husni Thamrin mengatakan, penggugat ditetapkan tersangka oleh penyidik Polsek Sukowono, pada tanggal 10 Juni 2024. Namun, kedua tersangka sampai saat ini belum ditahan.
Padahal, dalam kasus yang sama, banyak tersangka yang ditahan, karena memang dalam kasus penipuan dan penggelapan tersangka harus ditahan. Kendati demikian, Thamrin mengatakan tidak mengetahui pertimbangan polisi tidak melakukan penahanan.
Meskipun tidak ditahan, namun prosedur penetapan tersangka oleh aparat kepolisian telah sesuai aturan. Bahkan, salah satu barang bukti berupa kuitansi dengan nominal Rp 75 juta, juga telah melalui serangkaian tahapan.
Selain melalui uji laboratorium forensik, barang bukti berupa kuitansi itu ditetapkan melalui Pengadilan Negeri Jember. Kendati keabsahannya tak terbantahkan, namun ternyata kuitansi itu dijadikan dasar tersangka dalam menggugat korban.
Atas gugatan tersebut, Thamrin menilai penggugat salah kamar. Semestinya jika yang menjadi objek berupa pemalsuan kuitansi, maka penggugat harus melapor ke polisi. Sebab, tindakan pemalsuan kuitansi merupakan tindak pidana, bukan perdata.
“Penggugat ini salah kamar, semestinya lapor polisi bukan ke Pengadilan Negeri Jember. Sebab pemalsuan kuitansi yang kini jadi barang bukti merupakan tindak pidana, bukan perdata. Tetapi semua itu menjadi hak kedua tersangka,” katanya dikonfirmasi di Pengadilan Negeri Jember, Kamis, 27 Juni 2024.
Kendati demikian, karena gugatan sudah berjalan, tergugat akan mengikuti alurnya. Sesuai mekanisme, kasus perdata harus melalui proses mediasi.
Namun, Thamrin memastikan pihaknya tidak akan berdamai. Untuk itu, dalam persidangan nanti Thamrin akan menarik pihak ketiga, yakni penyidik Polsek Sukowono.
Permohonan menarik pihak ketiga untuk turut bertanggung jawab atau yang dikenal dengan Vrijwaring merupakan hal yang baru. Meskipun secara teori ada, namun dalam tataran praktik jarang terjadi, termasuk di Kabupaten Jember.
Secara teori, pengajuan Vrijwaring dapat dilakukan di awal. Namun, pendapat majelis hakim berbeda, mempersilakan mengajukan Vrijwaring bersamaan dengan penyampaian jawaban.
“Terkait menarik pihak ketiga atau Vrijwaring saya sendiri juga masih belajar, karena jarang terjadi. Begitu pun majelis hakim. Jadi kita sama-sama belajar. Kalau terkait hasilnya, kami memasrahkan kepada majelis hakim,” pungkasnya.
Advertisement