Tak Bisa Dipisah, Amar Makruf dan Nahi Munkar Satu Kesatuan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, ada sebagian orang yang menganggap bahwa Muhammadiyah belakangan ini terkesan tidak melakukan "nahi munkar."
Menurutnya, anggapan yang salah itu muncul karena dua hal. Antara tidak mengetahui khazanah amar makruf nahi munkar Muhammadiyah ataupun karena kesalahan memahami konsep amar makruf nahi munkar itu sendiri.
“Sepertinya, selama ini amar makruf nahi munkar itu dianggap berbeda. Kalau saya memahaminya kok satu kesatuan ya. Kalau amar makruf itu bahasa gampangnya ‘jadilah orang baik’, kalau nahi munkar itu ‘jangan nakal’,” jelas Abdul Mu’ti dalam Pengkajian Ramadhan PWM DKI Jakarta.
Mengajak Kebajikan Tetap dengan Cara Makruf
Dua makna itu dianggap Abdul Mu’ti sebagai satu kesatuan sehingga Nahi Munkar pun wajib dilakukan dengan cara yang Makruf, bukan dengan cara yang Munkar.
Konsep amar makruf nahi munkar pun juga memiliki pengertian beragam oleh masing-masing kelompok. Karena itu, membawa penafsiran Nahi Munkar kelompok lain kepada Muhammadiyah dianggap Mu’ti tidak tepat dan tidak sesuai.
“Selama ini kita memaknai nahi munkar dengan cara-cara yang pro kekerasan dan bernuansa kekerasan. Itu bukan pilihan Muhammadiyah. Cara amar makruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara yang makruf,” tegasnya.
Cara Musyawarah di Tingkat Kultural
Jika nahi munkar Muhammadiyah di tingkat kultural dilakukan dengan cara musyawarah, maka nahi munkar Muhammadiyah di tingkat struktural menurutnya menggunakan tiga pendekatan yaitu opinion maker (membuat opini), lobi, political pressure (tekanan politik).
Pendekatan kultural (al-Muwajahah) dan bukan konfrontasi (al-Mu’aradhah) seperti ini lanjut Mu’ti telah dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan ketika menghadap Sultan Hamengkubuwono agar mengubah penentuan waktu Idul Fitri dari hitungan tradisional ke hitungan kalender (hisab).
“Nah cara-cara sepeti ini sudah dilakukan Kiai Dahlan, tapi oleh sebagian orang dianggap cara yang lembek. Tapi menurut saya bukan lembek karena ini efektif memberikan hasil, seperti yang dilakukan Pak A.R Fachruddin ketika menyampaikan aspirasi kepada Pak Harto,” imbuhnya.
Mendepankan Cara Persuasif
Mu’ti pun mengungkapkan dari satu dekade melakukan kepemimpinan di Persyarikatan, cara-cara persuasif itu lebih berguna daripada cara-cara yang konfrontatif dalam melakukan amar makruf nahi munkar.
“Pendekatan-pendekatna persuasif itu lebih efektif dan dalam beberapa hal itu diikuti (berhasil) walaupun kita semua tidak menyadarinya,” ungkap Mu’ti.
“Bersahabat tapi tidak menjilat. Insyaallah dengan cara itu Muhammadiyah akan selamat,” tutur Abdul Mu'ti mengakhiri.
Advertisement