Tak Ada Unsur Pidana Fetish Mukena, ini Kata Aktivis Perempuan
Polresta Malang Kota menghentikan penyidikan kasus fetish mukena di Kota Malang. Polisi menyebut tak ditemukan unsur pidana. Aktivis perempuan di Kota Malang menilai ada kekosongan aturan sehingga pelecehan tersebut tak dikenali undang-undang.
Aktivis Perempuan, Salma Safitri mengatakan bahwa, dalam kasus tersebut memang belum ada peraturan perundang-undangan yang bisa melindungi perempuan dalam konteks pelecehan seksual.
"Karena polisi tidak bisa disalahkan juga kalau tidak ada unsur pidana. Karena yang dipakai KUHP sama UU ITE. Kedua itu tidak mengakomodir pelecehan seksual seperti diusulkan dalam RUU Perlindungan Kekerasan Seksual (PKS)," ujarnya pada Minggu 19 September 2021.
Pendiri Suara Perempuan Desa tersebut mengatakan bahwa sampai saat ini memang ada kekosongan hukum yang bisa melindungi perempuan ketika mengalami pelecehan di dunia maya. "Memang ada kekosongan hukum dalam melindungi perempuan yang dirundung di dunia maya seperti yang terjadi pada korban ini," katanya.
Maka dari itu kata Salma, pengesahan RUU PKS di meja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) harus terus didorong agar kasus seperti ini tidak terjadi kembali di kemudian hari.
"Seharusnya dengan kasus ini komisi perundang-undangan di DPR RI melihat bahwa inilah yang terjadi dalam sisi hukum kita bahwa perempuan itu tidak terlindungi. Jadi jangan terlalu lama dibahas karena akan terjadi korban-korban lainnya dan korban tidak terlindungi oleh hukum," ujarnya.
Untuk diketahui kasus fetish mukena pertama kali mencuat di media sosial Twitter dengan nama akun @pecinta_mukena. Di bio akun tersebut tertulis 'kumpulan bidadari memakai mukena' dan 'hanya penyuka cewek pemakai mukena'.