Tak Ada Suara Azan di Area Seribu Hektare PIK
Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jakarta, ternyata tak mengindahkan eksistensi budaya masyarakat. Tiadanya masjid sebagai kewajiban ketersediaan tempat ibadah di kawasan pemukiman baru tersebut.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyayangkan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) juga masih minim suara azan.
"Mestinya kita jangan biarkan daerah Jakarta ini tidak ada masjidnya. Sekitar 1.000 hektare di Pantai Indah Kapuk (PIK) tidak ada suara azan," kata Nasaruddin saat menghadiri Rapat Pleno V Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV MUI.
Jelas, PIK kurang menghormati nilai-nilai luhur budaya, keberagamaan mayoritas pada bangsa ini. Seyogyanya dalam membangun kawasan yang merupakan bagian dari Pembangunan Strategis Nasional (PSN) mestinya pihak pengembang dan pengelola memperhatikan juga pendirian masjid di tengah kemegahan kawasan tersebut.
Justru hanya satu bangunan ibadah (Vihara) saja yang ada di kawasan ini. Tentu sebagai negara mayoritas muslim terbesar dunia, PIK haruslah patuh terhadap keragaman budaya dan memperhatikan masyarakat mayoritas yang ada.
Memang tidak ada masalah dengan keberadaan PIK. Silakan bangun kawasan tersebut dengan ornamen yang modern tetapi nilai-nilai terhadap keberadaan masjid juga harus ada. Contohi TMII adalah cerminan miniatur keberagaman bangsa sebagai kawasan bangunan daerah Nusantara dengan tetap berpijak pada akar budaya bangsa Indonesia.
Kehadiran bangunan PIK terhadap tidak tampaknya masjid di kawasan tersebut, sangat menyinggung perasaan ummat muslim sebagai ummat mayoritas. Oleh karena itu, PIK harus segera merealisasikan bangunan masjid jika menghargai kebhinekaan.
Guna melengkapi hal ini, berikut pandangan Muhammad Syamsuddin, seorang pengasuh pondok pesantren Al Jufri Bawean, bertajuk “𝗠𝗮𝘀𝗷𝗶𝗱 𝗱𝗶 𝗧𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝗣𝗿𝗼𝘆𝗲𝗸 𝗦𝘁𝗿𝗮𝘁𝗲𝗴𝗶𝘀 𝗡𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹: 𝗦𝗲𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗜𝗿𝗼𝗻𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝙍𝙚𝙣𝙘𝙖𝙣𝙖 𝙏𝙖𝙩𝙖 𝙍𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙒𝙞𝙡𝙖𝙮𝙖𝙝 (𝗥𝗧𝗥𝗪)”.
Pembangunan masjid seharusnya menjadi 𝗽𝗲𝗿𝗵𝗮𝘁𝗶𝗮𝗻 𝘂𝘁𝗮𝗺𝗮 dalam setiap masyarakat, apalagi di wilayah yang padat penduduk atau bahkan kawasan baru yang sedang berkembang. Namun, mari kita lihat kenyataan yang agak absurd di sekitar kita—seperti di Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk (PIK), seluas 1000 hektar, yang tampaknya begitu ramai dengan segala bentuk pembangunan. Tapi masjid? Masih menjadi misteri.
𝗙𝗶𝗸𝗶𝗵 𝗠𝗮𝘀𝗷𝗶𝗱 𝗱𝗮𝗻 𝗠𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗥𝗲𝗻𝗰𝗮𝗻𝗮 𝗧𝗮𝘁𝗮 𝗥𝘂𝗮𝗻𝗴 𝗪𝗶𝗹𝗮𝘆𝗮𝗵
Menurut Mazhab Syafi’i, masjid bukan sekadar bangunan, tetapi tempat ibadah yang diperuntukkan bagi umat Islam secara adil. Dalam Al-Majmu’, Imam al-Nawawi menekankan pentingnya memperhatikan 𝘬𝘦𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘮𝘢𝘢𝘩, 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘳𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘮𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘴𝘫𝘪𝘥 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘥𝘢𝘪.
Namun, di PIK, meskipun lahan seluas 1000 hektar sudah tersedia, membangun masjid tampaknya bukan prioritas. Mengapa? Karena mungkin lebih menguntungkan membangun pusat perbelanjaan atau hunian mewah.
𝘼𝙣𝙩𝙖𝙧𝙖 𝙈𝙖𝙨𝙟𝙞𝙙 𝙙𝙖𝙣 𝙆𝙚𝙪𝙣𝙩𝙪𝙣𝙜𝙖𝙣
Dalam hukum Islam, masjid harus dibangun di tanah yang sah, serta bukan tanah sengketa. Jangan harap bisa jadi masjid seutuhnya, bila kasusnya di bangun di tanah sengketa.
Namun, di proyek besar, seperti PIK (Pantai Indah Kapuk), pembangunan masjid terganjal oleh masalah tanah dan tata ruang yang lebih fokus pada keuntungan ekonomi. Imam Nawawi di dalam Rawdat al-Thalibin memperingatkan bahwa tanah untuk masjid harus bebas sengketa. Pasalnya, kita lebih peduli dengan sengketa harga properti dibanding sengketa menyediakan ruang tempat ibadah?
𝙄𝙧𝙤𝙣𝙞 𝙋𝙚𝙣𝙮𝙚𝙙𝙞𝙖𝙖𝙣 𝙈𝙖𝙨𝙟𝙞𝙙 𝙙𝙞 𝙒𝙞𝙡𝙖𝙮𝙖𝙝 𝙎𝙩𝙧𝙖𝙩𝙚𝙜𝙞𝙨
Pembangunan masjid, adalah 𝙬𝙖𝙟𝙞𝙗 dilakukan di wilayah yang membutuhkan, terutama di kawasan yang belum memiliki masjid. Namun, di PIK yang penuh dengan kemewahan dan hunian elit, sepertinya pembangunan masjid 𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙢𝙖𝙨𝙪𝙠 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙙𝙖𝙛𝙩𝙖𝙧 𝙥𝙧𝙞𝙤𝙧𝙞𝙩𝙖𝙨. Dalam Kifayatul Akhyar, Imam al-Hisni menyebutkan bahwa masjid adalah fasilitas penting yang harus didahulukan di wilayah yang kekurangan fasilitas ibadah. Di sini, sepertinya 𝚙𝚊𝚛𝚊-𝚙𝚊𝚛𝚊 𝚍𝚎𝚟𝚎𝚕𝚘𝚙𝚎𝚛 𝚙𝚛𝚘𝚢𝚎𝚔 lebih memprioritaskan mall daripada masjid.
Sangat jelas, meskipun ada aturan tata ruang yang mengatur tentang pembangunan masjid, seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sepertinya itu 𝙩𝙖𝙠 𝙘𝙪𝙠𝙪𝙥 untuk mengimbangi tekanan proyek properti. Maka, apakah kita harus menunggu Kementerian Agama menyuarakan keprihatinannya? Tentunya, di tengah semua kemewahan Pantai Indah Kapuk, kita berharap 𝙖𝙙𝙖 𝙧𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙨𝙚𝙙𝙞𝙠𝙞𝙩 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙨𝙖𝙠𝙖𝙣 untuk memikirkan pembangunan masjid yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat.
𝘾𝙡𝙤𝙨𝙞𝙣𝙜 𝙎𝙩𝙖𝙩𝙚𝙢𝙚𝙣𝙩
Pembangunan masjid di proyek strategis nasional seperti PIK adalah sebuah 𝙞𝙧𝙤𝙣𝙞 𝙗𝙚𝙨𝙖𝙧 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙧𝙚𝙣𝙘𝙖𝙣𝙖 𝙩𝙖𝙩𝙖 𝙧𝙪𝙖𝙣𝙜 𝙬𝙞𝙡𝙖𝙮𝙖𝙝. Seharusnya, masjid menjadi prioritas, namun kenyataannya sering kali tersingkirkan oleh pembangunan yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Semoga, kita semua bisa segera mendengar kabar baik bahwa pembangunan masjid pun mendapat tempat yang layak di tengah deretan proyek besar ini.