Tak Ada Instruksi Khusus Natal, MUI Jatim Ingatkan Toleransi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur tak memberi instruksi langsung kepada organiasi Islam untuk ikut mengamankan pelaksanaan ibadah Natal yang akan berlangsung pada 25 Desember 2019 mendatang.
Walau begitu, MUI Jatim berpesan kepada seluruh umat beragama di Indonesia untuk mengingat arti penting toleransi dalam menjaga kondusivitas bangsa.
"Saya kira kalau kita memaknai toleransi itu secara benar, maka tidak mungkin ada sweeping-sweeping itu. Toleransi itu ada namanya saling menghormati, saling menghargai dan setuju sepakat di dalam perbedaan masing-masing agama," kata Sekretaris MUI Jatim, Mochammad Yunus ketika ditemui di Kantor MUI Jatim, Jalan Dharmawangsa Selatan, Surabaya, Jumat 20 Desember 2019.
Lebih penting lagi, kata pria yang akrab disapa Yunus, penganut agama Kristen juga tidak boleh memaksa umat Islam untuk mengucapkan atau memakai atribut non-muslim karena itu mencoreng toleransi. Sebab, itu lain cerita menyentuh persoalan akidah keagamaan masing-masing individu.
Yunus menjelaskan, dalam Islam dikenal dengan “Lakum Diinukum Waliyadiin” yang artinya adalah Untukmu Agamamu dan Untukkulah Agamaku. Maknanya, siapapun tidak bisa memaksakan akidah.
"Dalam akidah Islam sangat jelas bahwa Allah itu maha esa, satu, tunggal, tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta bukan bapak dan bukan anak. Sedangkan, peringatan Natal itu adalah peringatan hari lahirnya anaknya Tuhan. Jadikan, masuk wilayah-wilayah itu yang kemudian tidak boleh, sehingga kemudian ketika mengucapkan selamat hari Natal itu itu berpotensi merusak akidahnya. Nah ini yang harus dipahami bersama, agar tidak timbul perpecahan,” katanya.
Karena itu, dalam perayaan Natal ini, semua umat beragama hanya cukup dengan menjaga toleransi dan saling menghargai keberadaan orang yang akan melakukan ibadah di tempat masing-masing. Serta, saling memperkuat komunikasi agar tidak ada adu domba antar agama yang muncul.