Tahun Disayang Tuhan
Inilah hasil evaluasi saya tentang tahun 2017: Tuhan sangat sayang kita. Sayang Indonesia. Apa tandanya?
Pertama, tidak ada kemarau panjang selama tahun lalu. Bahkan sudah selama tiga tahun terakhir. Produksi beras melimpah. Petani tenang. Ayem. Tentrem. Bisa panen tiga kali setahun. Bahkan ada yang empat kali. Harga bahan makanan pokok stabil. Stabil-rendah.
Kedua, harga minyak mentah dunia begitu rendahnya tahun lalu. Hanya sekitar 50 dolar per barrel. Pemerintah tidak mensubsidi BBM pun harga BBM stabil. Stabil-rendah.
Bayangkan misalnya kalau tahun lalu terjadi kemarau panjang. Terutama di saat ekonomi agak lesu seperti itu. Tidak mustahil kalau harga pangan tidak terkendali. Lalu impor pangan terjadi. Besar-besaran. Jadi isu politik. Lalu gonjang-ganjing.
Bayangkan juga kalau harga minyak mentah dunia tinggi. Tidak usahlah sampai 100 dolar per barel seperti lima tahun lalu. Kalau saja tahun lalu harga minyak mentah sampai 85 dolar per barel bisa kita bayangkan sulitnya negara. Terutama di saat APBN begitu ketatnya. Yang disebabkan penerimaan pajak begitu beratnya. Di saat pembangunan infrastruktur begitu digenjotnya. Saya ngeri membayangkannya.
Seandainya harga minyak mentah 85 dolar per barel, pilihannya begitu sulit. Kalau BBM tidak disubsidi harganya akan dua kali lipat dari sekarang. Harga-harga barang ikut membumbung. Inflasi melambung. Dengan segala resiko ikutannya. Rakyat akan bergejolak.
Tapi, kalau BBM disubsidi, APBN bisa jebol. Rupiah akan melorot. Inflasi tak terkendali. Rakyat bergejolak.
Terima kasih Tuhan. Anda baik sekali kepada Indonesia. Campur tangan Anda begitu hebatnya. Kau beri kemarau basah. Kau atur harga minyak mentah begitu rendah.
Alhamdulillah.
Ya Allah, Alhamdulillah. Kami bersyukur kepadaMu.
Apakah Tuhan masih terus sayang kita di tahun 2018 ini?