Tahun Baru Imlek, Umat Harap Keadaan Bangsa dan Negara Tenteram
Ratusan masyarakat Tionghoa di Kota Surabaya, memperingati Tahun Baru Imlek. Tak hanya anak muda maupun tua, silih berganti datang untuk sembahyang di Kelenteng Pak Kik Bio, Jalan Jagalan, Pabean Cantikan, pada Sabtu 10 Januari 2024.
Ketua Kelenteng Pak Kik Bio Nanang Wirjanto Limantoro mengatakan, perayaan Tahun Baru Imlek pada tahun 2024 Masehi ini adalah bershiokan Naga Kayu.
"Untuk tema yang diusung adalah toleransi, maju bersama tanpa ada perbedaan," katanya, Sabtu 10 Februari 2024.
Nanang menjelaskan, berdasarkan penanggalan Cina, tahun 2024 Masehi sama dengan tahun 2575 Kongzili. Banyak orang awam yang belum paham maknanya, mengapa penanggalan yang dipakai berbeda dengan biasanya.
"Jadi tahun 2575 itu adalah hasil penjumlahan tahun masehi 2024 ditambah 551. Tahun 551 adalah tahun kelahiran Konfusius. Maka terjadi angka 2575 ini," ungkapnya.
Nanang juga mengatakan, sembahyang malam pergantian Tahun Baru Imlek di Klenteng yang dibangun pada 1951 ini sudah berlangsung pada, Jumat 9 Februari 2024, hingga pukul 00.00 WIB. Sedangkan sembahyang Imlek akan berakhir pada pukul 19.00 WIB mendatang.
"Sebenarnya puncak sembahyangnya sampai tengah malam kemarin. Semalam hanya sekitar 30 umat yang datang karena hujan deras dan rata-rata baru berkumpul hari ini. Sembahyang bersama tadi malam adalah bentuk ucapan rasa syukur kami," paparnya.
Terkait terjadinya hujan pada peringatan Tahun Baru Imlek, Nanang menjelaskan, tidak klop rasanya kalau pada perayaan malam pergantian Tahun Baru Imlek, tidak disertai dengan turunnya hujan.
Sekarang ini memang masih musim hujan. Kalau tidak hujan rasanya tidak enak. Tidak menurunkan hoki rasanya. Dulu sempat tidak hujan kalau menjelang Imlek. Kalau hujan berarti banyak ong," tuturnya.
Dirinya juga bercerita, perayaan Imlek di masa sekarang berbeda jauh dengan apa yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Ini karena peraturan yang membatasi orang Tionghoa merayakan Imlek secara terbuka, yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid kemudian mencabut peraturan tersebut dan menggantinya dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000.
"Sejak Gus Dur yang menjadi presiden sudah bebas untuk merayakan Imlek di publik. Saat zamannya Soeharto, kami harus melaporkan setiap kegiatan saat Imlek ke Kabiro Depag. Jadi harus berizin semua, bahkan sebatas kumpul-kumpul saja," ungkapnya.
Nanang berharap pada perayaan Tahun Baru Imlek hari ini, keadaan bangsa dan negara Indonesia dapat semakin aman dan terjaga. Apalagi menjelang Pemilu 2024 mendatang.
"Harapan kami semuanya aman-aman saja, tidak terjadi apa-apa. Kita patut mensyukuri semua yang terjadi, yang penting bersyukur," pungkasnya.