Tahun 2021, 104 Kasus Kekerasan Anak & Perempuan Ada di Surabaya
Sepanjang tahun 2021 ada sebanyak 104 kasus kekerasan terjadi pada anak dan perempuan di Surabaya.
Kabid Pengarusutamaan Hak Anak dan Perlindungan Perempuan dan Anak DP5A Surabaya, Ida Widayati mengatakan, kasus kekerasan itu beragam. Mulai dari kasus kekerasan seksual, yakni pencabulan hingga kasus kekerasan fisik.
Katanya, kasus kekerasan yang ditangani DP5A berlatar belakang yang mempegaruhi adanya faktor lingkungan ataupun keluarga.
"Kalau dari faktor keluarga, kebanyakan karena pola asuh yang salah. Orang tua selalu menyatakan anak ini nakal tidak merasa bahwa yang dilakukan selama ini yang salah. Ini berdampak pada ada anak berulah bukan nakal tapi protes mencari perhatian dan itu tidak disadari orang tua," kata Ida.
Rentan usia kekerasan pada anak ini dialami anak usia 0-18 tahun. Usia termuda dialami oleh anak usia 3 tahun yang mengalami pencabulan.
Agar anak-anak yang mengalami kekerasan ini tidak mengalami trauma, Ida mengungkapkan, pihaknya memiliki 18 psikolog yang menjadi konselor bagi anak-anak korban kekerasan.
"Konselor itu yang menangani pertama saat terjadi kasus. Mereka yang turun ke rumah klien (home visit) untuk melalukan konseling. Apabila tidak tertangani dengan teman-teman ini akan kami rujuk ke psikolog profesional jejaring kami," jelasnya.
Saat ditanya antisipasi mengenai kasus kekerasan pada anak dan perempuan ini, katanya, DP5A banyak melalukan sosialisai ke lingkungan sekolah, masyarakat hingga penyuluhan pada pasangan yang akan menikah, mengenai persiapan untuk memiliki anak.
"Upaya kami banyak, tapi kondisi lingkungan setelah menjalani hal tersebut berbeda-beda tiap orang," tambahnya.
Ida mengimbau, bagi masyarakat yang ingin melaporkan kasus kekerasan pada anak dan perempuan di sekitar lingkungan mereka bisa melapor ke 112 atau ke Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) di Siola.
"Dalam menerima laporan kami memegang kode etik bahwa kasus yang ditangani adalah rahasia dan tidak boleh diceritakan ke siapa pun, jadi tidak perlu takut untuk melapor," katanya.
Tambahnya, dari 104 kasus ini ditangani sesuai kasus masing-masing. Ada yang diselesaikan dengan konseling. Ada pula yang didampingi untuk diajukan ke ranah hukum.
"Tidak semuanya bisa dibawa ke ranah hukum, ada kriterianya mana yang bisa dibawa ke ranah hukum mana yang tidak bisa," katanya.
Advertisement