Syarat Bebas Napi Wajib Baca Alquran, Kalapas Polewali Dicopot
Kerusuhan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, pada Sabtu 22 Juni lalu. Insiden ini dipicu adanya kebijakan baru yang dijalankan oleh Kepala Lapas (Kalapas) Polman Haryoto.
Aturan tersebut yakni kewajiban setiap napi beragama Islam yang menjalani pembebasan bersyarat harus bisa membaca Alquran. Haryoto mengatakan, kemampuan baca Alquran penting sebagai bekal mantan napi bersosialisasi dengan masyarakat setelah bebas.
“Napi berinisial O belum bisa bebas, sebab yang bersangkutan belum bisa membaca Al-Quran. Sementara salah seorang napi berinisial R sudah dibebaskan karena yang bersangkutan dinilai sudah memenuhi syarat. Nah, inilah yang menjadi pemicu kemarahan yang diduga diprovokasi oleh oknum napi lainnya,” jelas Haryoto.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menilai tujuan Kalapas Polman sebenarnya baik. Namun, syarat wajib membaca Alquran itu bisa menghambat bebas bersyarat napi beragama Islam.
"Syarat itu tujuannya baik. Tapi itu melampaui undang-undang yang berlaku. Kalau napi enggak khatam Alquran, dia enggak bisa bebas padahal secara hukum dia sudah waktunya dilepas," ujar Yasonna.
Aturan yang diterapkan tersebut berbuntut polemik dan memicu kerusuhan di Lapas Polman. Tak ingin kejadian serupa terulang, Yasonna pun meminta jajaran Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Kemenkumham tetap menjalankan prosedur operasi standar (SOP) yang berlaku.
"Niat mengajarkan narapidana untuk taat beragama, seperti khatam Alquran, Alkitab atau kitab suci lainnya adalah baik. Tapi mensyaratkan itu sebagai kewajiban keluar lapas, tidak boleh," tegas Yasonna.
Ia sudah menonaktifkan Kalapas Polman. "Itu sudah ditarik (dinonaktifkan) orangnya ke Kanwil (Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Barat," sambung Yasonna. (ant)