Syaikh Junaid al-Baghdadî Bimbing Disertasi Nursamad Kamba
Syaikh Junaid al-Baghdadi dalam catatan sejarah, wafat pada 297 H. Mungkinkah seorang yang telah meninggal dunia berabad-abad lalu, membimbing disertai seseorang di perguruan tinggi Islam di zaman kini?
Tapi, dalam dunia tasawuf tak ada yang tak mungkin soal waktu. Waktu bisa diperpendek atau diperpanjang, sesuai iradah Allah Subhanahu wa-ta'ala (SWT). Karena itu, ada kisah tentang Prof Muhammad Nursama Kamba, yang ketika menyusun disertasinya mendapat bimbingan langsung dari Syaikh Junaid al-Baghdadi.
Widodo Abidarda menulis kisah tersebut, "Untold Story Syeikh Muhammad Nursamad Kamba: Dibimbing Disertasi oleh Syeikh Junaid al-Baghdadî". Berikut ini:
Sepuluh tahun yang lalu, pada saat Milad PP Suryalaya yang ke-105, merupakan awal perkenalan saya dengan seseorang yang kemudian saya panggil sebagai Syeikh Nursamad Kamba.
Kehadiran beliau di Suryalaya adalah untuk menjadi salah seorang pembicara pada Seminar Internasional “Universality of Sufism in Building the 21 Century Civilization” bersama dengan pembicara-pembicara seperti Syeikh Fadlil al-Jailanî al-Hasan al-Husaini (Turki), Dr. Rohimuddin Azmatkhan (Mesir), Prof. Dr. Juhaya S. Praja, serta Prof. Dr. Ahmad Tafsir.
Yang menarik perhatian penulis adalah apa yang Syeikh Nursamad sampaikan kepada penulis setelah acara seminar usai, terkait dengan proses ketika penyelesaian disertasi tentang pemikiran Syeikh Junaid al-Baghdadi di Al-Azhar, Mesir.
“Di dalam menyelesaikan disertasi itu saya langsung dibimbing Syeikh Junaid al-Baghdadi,”kata beliau.
Tentu saja, bagi yang berpikir rasional serta positivistik ini susah dicari rasionalisasi serta bukti-bukti empririsnya. Catatan tahun wafat Syaikh Junaid adalah 297 H., dengan tahun lahir yang susah untuk dicari serta ditelusuri. Sementara Syeikh Nursamad, lahir pada tahun 1958 serta hidup pada era kekinian. Bagaimana proses bimbingan disertasi itu bisa terjadi?
Adanya hubungan secara rohani antara Syeikh Junaid dengan Syeikh Nursamad, adalah sesuatu yang mungkin terjadi secara spiritual. Rasulullah memimpin shalat para Nabi lain di Baiit al-Maqdis, pada saat akan melaksanakan mi’raj ke Sidrat al-Muntaha.
Banyak di antara para sufi yang mengalami tarbiyatur ruh oleh Nabi seperti Sunan Gunung Djati yang belajar fiqh serta ilmu-ilmu lain terhadap Rasulullah, menurut tradisi lisan di Cirebon. Gus Dur menerima talqin dzikir serta berbaiat tarekat dari dan kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailanî di Baghdad.
Di antara jenis-jenis pendidikan rohani, seperti ditulis Syeikh Muhammad Shadiq al-Qadirî, di dalam ”Tafrihul Khâtir fî Manâqibi Syeikh Abdul Qâdir” ada pendidkan pada dimensi empiris, secara lisan, serta komunikasi terjalin secara berhadap-hadapan.
Tapi juga ada pendidikan rohani tanpa berhadap-hadapan secara dzahir, dan itu bisa terjadi pada ruang waktu yang berbeda. Untuk pendidikan jenis kedua, Syeikh Muhammad Shadiq mencontoh tarbiyatur ruh Nabi Saw terhadap Uwes al-Qorni; terjadi pada masa yang sama, tetapi tidak pernah terjadi proses belajar mengajar secara fisik, sementara transmisi rohani tetap terjadi.
Sementara contoh lain adalah pola belajar mengajar Syeikh Ja’far Shadiq (702-765 M.) dengan Abu Yazid al-Busthamî (804-875 M.) Abu Yazid adalah murid rohani dari Syeikh Ja’far Shadiq, padahal kurun kehidupan mereka berbeda seratus tahun lebih.
Adapun mengenai transmisi keilmuan dari Syeikh Junaid terhadap Syeikh Nursamad, diawali dari kebingungan Syeikh Nursamad untuk membuat disertasi. Beliau akan menulis tentang pemikiran Syeikh Junaid, tapi tidak tahu apa yang harus ditulis, sampai akhirnya beliau menerima talqin dzikir serta berbaiat Tarekat Naqsyabandiyyah pada keturunan Syeikh Muhammad Amin al-Kurdi.
Syeikh Amin al-Kurdi ini penulis dari kitab “Tanwir al-Qulûb”, sebuah referensi tasawuf yang otoritatif. Setahun setelah mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyyah, Syeikh Nursamad merasa mengalami sebuah pencerahan serta ketersingkapan rohani.
Bahkan, dalam kondisi yaqdzah, Syeikh Junaid yang merupakan leluhur dari Syeikh Amin al-Kurdi, datang untuk memberikan ta’lim serta tarbiyah mengenai pemikiran beliau yang akan ditulis Syeikh Nursamad.
Dalam bimbingan rohani Syeikh Junaid, banyak orang-orang Arab yang terheran-heran terhadap disertasi Syeikh Nursamad. Kualitas bahasa serta kedalaman isinya, telah membuatnya pantas menerima predikat mumtaz untuk apa yang telah ditulisnya. (Dodo Widarda)