Syafiq:Warga Muhammadiyah Jangan Larut Narasi Palestina di Medsos
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafiq Mughni mengatakan, Muhammadiyah mendukung kemerdekaan dan terwujudnya kedaulatan Palestina.
Pengalaman Indonesia mengalami pahitnya penderitaan penjajahan selama ratusan tahun membuat masyarakatnya yang sadar memahami rasa senasib sepenanggungan dengan Palestina.
“Muhammadiyah menentang segala bentuk penjajahan dan kezaliman. Muhammadiyah juga menyayangkan veto USA atas resolusi PBB untuk menyelesaikan persoalan Palestina,” tutur Syafiq, Senin 24 Mei 2021.
Sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina, Muhammadiyah menggalang bantuan kemanusiaan, dukungan moral, dan mengajak waspada terhadap adanya mobilisasi opini yang mendiskreditkan perjuangan kemerdekaan Palestina dan menjastifikasi kejahatan politik dan kemanusiaan Israel.
“Muhammadiyah mengajak dunia internasional untuk semakin sensitif terhadap kejahatan kemanusiaan, pelanggaran HAM, untuk mewujudkan dunia yang beradab. Keadilan harus ditegakkan karena tidak mungkin ada perdamaian tanpa keadilan,” tutur Syafiq.
Di akhir, Syafiq juga meminta kepada warga bangsa khususnya warga Muhammadiyah untuk mendorong doa dan donasi, dan juga mengingatkan warga Persyarikatan untuk tidak larut dalam dunia semu pertarungan narasi soal Palestina di media sosial hingga melalaikan kegiatan-kegiatan produktif yang nyata untuk keumatan, bangsa dan kemanusiaan.
Kompleksitas Persoalan Palestina
Konflik Palestina-Israel menjadi topik hangat yang menyita perhatian dunia. Terbaru agresi luar biasa Israel menyebabkan ratusan korban jiwa dari pihak Palestina. Melihat kondisi itu, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bekerjasama dengan Lazismu mengadakan Diskusi Publik Konflik Arab-Israel, Peluang dan Tantangan Perdamaian yang disiarkan melalui Zoom dan Youtube Pascasarja UMY, Senin 24 Mei 2021.
Sejarah panjang konflik Israel-Palestina telah berlarut-larut. Upaya-upaya perdamaian pun terus dilakukan, namun hingga kini belum juga menemui titik terangnya.
"Jika menilik peluang dan tantangan perdamaian dalam konflik Israel-Palestina, seperti yang sudah diketahui bahwa Amerika Serikat sebagai negara adidaya memiliki peranan yang cukup signifikan."
Demikian kata Duta Besar Indonesia untuk Beirut, Lebanon Dr. Hadjriyanto Y. Tohari. Ia mengingatkan, pada kenyataannya sikap dan langkah AS sangat tidak adil. “Mereka mendukung penuh agresi Israel, dan berkomitmen tinggi terhadap eksistensi dan keamanan Israel,” ujarnya melalui Zoom meeting.
Butuh Pengakuan Eksistensi Israel
Hadjriyanto juga menambahkan bahkan presiden Amerika Serikat saat ini Joe Biden pernah menekankan bahwa tidak akan pernah ada perdamaian di Timur Tengah. “Asalkan semua negara di kawasan tersebut mengakui eksistensi Israel,” imbuhnya.
Setidaknya ada lima platform politik luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah yang cukup menghambat upaya mewujudkan perdamaian dan kemerdekaan bagi Palestina.
Seperti Amerika ingin mengamankan aksesnya terhadap minyak, proteksi atas eksistensi dan keamanan Israel, pengamanan basis-basis dan pangkalan militer AS di Timur Tengah, mempertahankan rezim-rezim yang berkuasa di negara-negara Arab yang menjadi aliansi setianya, dan terakhir AS ingin membendung radikalisme dan terorisme (Islam).
“Itu semacam ‘pancasila-nya’ politik luar negeri AS di Timteng, ‘sila yang memimpin’ adalah kepentingan minyak dan atau proteksi atas Israel (secara silih berganti),” kata Hadjriyanto.
Sudah begitu, justru bangsa Palestina tidak bersatu, bahkan dunia Arab yang seharusnya berada di belakang Palestina malah tidak bersatu. Mereka memiliki tujuan politik yang berbeda. Kita tahu, Palestina memiliki beberapa kelompok dan yang terkenal seperti Hamas dan Fatah, mereka bahkan tidak akur dan tidak memiliki tujuan yang sama.
Terlebih lagi, Palestina itu tidak memiliki tentara, senjata, atau drone. Yang sebenarnya ialah perang yang terjadi adalah antara Israel dengan ormas (Hamas dan Fatah). Alhasil, jumlah korban yang berjatuhan pun tak seimbang, sebab Israel merupakan salah satu negara dengan Alutsista atau peralatan perang terbaik di dunia.
Pelapor Khusus PBB untuk Palestina
Alhasil dari pelbagai permasalahan kompleks itu, menurut Prof. Dr. Makarim Wibisono, MA (mantan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina) menjelaskan bahwa proses perdamaian yang ada tidak akan pernah berjalan. Jika hubungan Palestina dengan AS dan juga Israel masih terputus.
“Negara-negara Arab sudah mulai buka hubungan diplomatik dengan Israel seperti UAE dan Bahrain. Jadi Israel merasa yang menjadi musuhnya hanya Palestina dan pendukung dekatnya saja,” terangnya.
Maka dari itu, Makarim menekankan perlu adanya peran konkret PBB untuk terciptanya perdamaian itu. PBB harus mengusahakan agar Israel bisa menerima kehadiran PBB di Palestina untuk mengawasi situasi dan kondisi masyarakat Palestina.
“PBB harus membantu perbaikan Masjidil Aqsa dan perumahan-perumahan yang hancur karena serangan rudal Israel. Mencari jalan agar Israel dan Palestina bersedia berunding untuk mendapatkan jalan perdamaian yang kekal,” tutupnya.
Meskipun ini bukan konflik agama, namun Muhammadiyah berkonsentrasi penuh untuk memberikan dukungannya terhadap Palestina sebagai sesama muslim. Ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir M.Si.
Bagi Muhammadiyah mengenai masalah Palestina berkaitan dengan Islam dalam konteks sejarah. “Pada tahun 644 Khalifah Umar Bin Khatab membuat Palestina sebagai negara Islam, secara khusus di wilayah Palestina terdapat Masjidil Aqsa bahkan disebutkan dalam Al Qur’an bahwa masjid itu merupakan tempat terjadinya peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad,” tuturnya.
Advertisement