Sutopo, si Pengabar Bencana dan Perjuangan Melawan Kanker
Kanker paru-paru stadium 4 yang diderita tak menyurutkan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho untuk terus mengabdi. Melayani dan memberi informasi kebencanaan bagi publik.
Saat gempa bertubi-tubi menerjang Lombok Nusa Tenggara Barat Agustus 2018 lalu, Sutopo terpaksa harus terus bekerja meski dia harus berbaring di rumah sakit.
Begitu juga saat gempa dan tsunami saat ini menerjang Donggala dan Palu. Ya Sutopo, lagi-lagi harus tetap melayani publik, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan.
Tak hanya media, Sutopo juga harus melayani pertanyaan masyarakat, serta melayani ubdate data yang diperlukan petinggi negeri ini.
"HP saya tak berhenti berdering. Whatsapp pertanyaan dari media dan lainnya juga terus masuk. Banyak sekali telpon yang saat saya angkat ternyata bukan hanya dari media. Tapi dari staf Kedutaan, Konsuler, Kementerian/Lembaga, dan masyarakat yang menanyakan kondisi di Sulteng sana," tulis Sutopo dalam pernyataan yang dikirimkan ke ngopibareng.id, Minggu 30 September 2018.
Namun, sakit yang dia derita tak mungkin dia sembunyikan, dalam sebuah kesempatan, Sutopo-pun menyampaikan permohonan maafnya karena saat gempa dan tsunami menerjang Donggala dan Palu, dirinya tidak bisa melayani dengan prima.
Dan berikut permohonan maaf sutopo:
Mohon Maaf, Belum Bisa Melayani Media Dengan Prima
Saat bencana, apalagi jumlah korban dan dampak bencananya besar seperti gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, seperti ini. Pasti media, masyarakat, dan lainnya meminta saya terus menyampaikan update data. Bahkan pihak Istana dan Kementerian lain juga meminta informasinya. Namun kami juga memiliki keterbatasan akses data dan informasi ke lapangan. Apalagi kondisi listrik dan komunikasi ke Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong juga lumpuh. Sangat sulit kami mengakses data dan update penanganan.
HP saya tak berhenti berdering. Whatsapp pertanyaan dari media dan lainnya juga terus masuk. Banyak sekali telpon yang saat saya angkat ternyata bukan hanya dari media. Tapi dari staf Kedutaan, Konsuler, Kementerian/Lembaga, dan masyarakat yang menanyakan kondisi di Sulteng sana.
Entah memperoleh no telpon dari mana, banyak masyarakat yang menanyakan ke saya tentang orangtuanya, anak, saudara, kerabat, teman dan lainnya yang belum dapat dihubungi sampai saat ini di tempat bencana sana. Orang asing pun banyak yang telpon atau whatsaap menanyakan korban dan penanganan.
Saya harus melayani dan menjelaskan semuanya. Harus sabar, telaten dan membesarkan hati masyarakat yang kehilangan saudaranya. Komunikasi memang lumpuh. Saya sendiri kesulitan mencari data.
Jadi mohon maaf teman-teman media saya tidak dapat melayani wawancara satu per satu. Jika ada update pasti segera saya sampaikan di wag Medkom. Total ada 6 wag medkom, 14 wag wapena (wartawan lokal) dan 1 wag pers BNPB yang harus saya berikan info terus menerus. Ada lebih 3.000an wartawan yang harus saya layani. Saya broadcast melalui wag dan japri semua info bencana.
Mohon maaf saya tidak dapat menjawab pertanyaan lisan dan tulisan satu per satu. Mohon maaf tidak bisa wawancara ke studio.
Kondisi saya masih sakit. Masih pemulihan dari kanker paru-paru. Fisik rasanya makin lemah. Nyeri punggung dan dada kiri menyakitkan. Rasa mual, ingin muntah, sesak napas, daan lainnya saya rasakan. Bahkan tulang belakang saya sudah bengkok karena tulang terdorong massa kanker, makanya jalan saya miring.
Tapi saya tetap berusaha melayani rekan-rekan media dengan baik. Setiap hari saya gelar konprensi pers dan saya siapkan bahan paparan yang lengkap agar media tidak salah kutip. Semua data yang saya miliki selalu saya berikan utuh. Tak ada yang saya sembunyikan. Selalu update dan berusaha melayani dengan prima kepada media.
Saat konprensi pers jika ada media yang bertanya saya jelaskan dengan panjang, lengkap, dan kadang berulang-ulang kayak saya memberi kuliah mahasiswa. Agar menulis beritanya tidak salah.
Di medsos khususnya di twitter dan IG saya berusaha juga update karena masyarakat luas menunggu.
Namun, mohon maaf kondisi fisik saya tidak bisa ditipu. Sakit kanker paru-paru stadium 4B yang telah menyebar di beberapa bagian tubuh menyebabkan saya lemah. Rasa sakit yang mendera juga menyebabkan sulit untuk tidur nyenyak.
Sekali lagi, mohon maaf saya tidak dapat melayani dengan prima semua pertanyaan rekan-rekan media. Jika sehat pasti saya lakukan kapanpun, dimana pun, bagaimanapun selama 24 jam 7 hari seminggu.
Dengan keterbatasan yang ada mohon dimaafkan jika ada pertanyaan yang tidak dijawab. Penggilan telpon yang tidak diangkat. Undangan wawancara yang tidak bisa dipenuhi hadirnya.
Saya akan tetap melakukan konpresensi pers setiap hari selama darurat ini. Materi pasti saya siapkan. Saat konpres silakan tanya sepuasnya. Tapi jangan pertanyaan asal-asalan dan hanya cari-cari kesalahan. Tanyalah yang berkualitas dan bermutu agar saya menjawabnya juga puas. Lebih wawancara bersama-sama agar efektif waktunya.
Saya masih bisa menolak wawancara dengan media. Tapi dengan masyarakat yang kehilangan saudaranya saat ini saya harus menjelaskan dan membantu dengan sabar.
Kira-kira seperti itu yang ingin saya sampaikan ke teman-teman media.
Mohon maaf. Saya juga mohon doanya agar saya segera sehat, sembuh dan bisa beraktivitas normal kembali.
Salam, Sutopo Purwo Nugroho