Sutiaji: Anak Punk Lebih Baik daripada yang hanya Khusyuk Ibadah
Wali Kota Malang, Sutiaji menyebut anak punk justru lebih baik dibandingkan dengan pria berjubah yang khusyuk beribadah namun tak peka dengan lingkungan sosial sekitarnya.
Pernyataan Wali Kota Malang, Sutiaji ini ia sampaikan saat memberikan sambutan pada acara diskusi dengan tema Aksi Nyata "Gerakan Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia Inklusif: Menuju Indonesia Inklusif Setara, Semartabat" di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya (UB).
"Kita jangan menganggap anak punk itu jelek. Jujur saja mereka mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Mereka ngamen nanti dapat apa dimakan bareng-bareng," tutur pria yang juga merupakan alumni UIN Maliki Malang tersebut.
Menurut Sutiaji, stigma jelek yang cenderung melekat pada anak punk, seharusnya diurai terlebih dahulu permasalahannya seperti apa. Jangan sampai mendiskreditkan seseorang atau kelompok tertentu. Apalagi oleh pemerintah saat berupaya membangun manusia inklusif.
"Kadang ada orang yang khusyuk ibadahnya tapi dia tidak peduli dengan lingkungannya. Apakah hanya itu bentuk orang baik. Hanya dekat dengan Tuhannya, namun tak memiliki kepekaan sosial," jelasnya.
Sutiaji juga menambahkan bahwa anak punk juga tidak pernah sibuk untuk mengurusi orang lain.
"Kita yang berjubah masih punya iri, dengki, dan menghasut dengan mengatakan mereka jelek. Pemerintah harus melihat kenapa mereka bisa sampai seperti itu agar SDM maju dan tidak ada diskualitas kebijakan. Tuhan tidak pernah mendiskreditkan hambanya.” terangnya.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kawasan Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sonny B Harmadi, menyampaikan bahwa SDM yang unggul bukan hanya mereka yang memiliki kelengkapan secara fisik saja.
"Namun lebih ke rasa empati, makanya kaum disabilitas juga merupakan SDM yang unggul," tuturnya.
Menurut Sonny ada tiga syarat untuk mencapai pembangunan manusia yang inklusif. Di antaranya yaitu mempunyai struktur sosial yang inklusif dalam artian lebih akomodatif terhadap berbagai kelompok.
Selanjutnya kultur sosial yang memiliki empati kepada kelompok-kelompok marginal dan terakhir yaitu proses sosial yang dinamis, untuk menjawab tantangan zaman.
Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kepala Badan Koordinasi Wilayah III, Benny Sampirwanto. Direktur Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Prof. Dr. Marjono sebagai tuan rumah mewakili Rektor Universitas Brawijaya. Serta Direktur Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan, Anwar Solihin.