Derita Sopir Angkot Surabaya, Kantongi Rp25 Ribu Per Hari
Sopir angkutan kota (angkot), atau bemo di Surabaya mengaku sulit mendapatkan penumpang selama pandemi Covid-19. Derita mereka bertambah dengan beban uji kir yang juga menelan biaya.
Puluhan angkot terlihat berjajar rapi di dalam Terminal Joyoboyo siang itu. Di sana tampak pula beberapa pria yang tengah bermain catur sambil bercanda di pinggir trotoar.
Di antaranya adalah Sukardi Maarif, 66 tahun, yang bekerja sebagai sopir angkot JM, jurusan Joyoboyo-Menganti. Sejak pandemi Covid-19, penumpang bemo menurut drastis.
Kantongi Rp25 Ribu Sehari
“(Penumpang) menurun banyak, 50 persen. Sebelum pandemi lumayan, (sehari) sampai 100 sampai 150 ribu,” kata Sukardi, di Terminal Joyoboyo, Selasa, 21 September 2021.
Sukardi melanjutkan, sejak pukul 06.00 WIB hingga 13.00, dirinya belum menarik satu pun penumpang. Ia mengaku bersyukur apabila hari ini pulang hanya membawa uang Rp20 ribu.
“Saya di sini sejak jam 06.00 WIB belum narik, jam 15.00 WIB berangkat. Sekarang cari uang Rp50 ribu saja susah, pulang bawa Rp25 ribu hingga Rp30 ribu,” jelasnya.
Pria yang sudah menjadi sopir angkot sejak tahun 1972 itu menambahkan, karena penghasilanya per hari sangat minim, setoranya pun ikut menurun. Yang awalnya sehari Rp80 ribu, sekarang hanya Rp30 ribu.
Permasalahan para sopir angkot, kata Sukardi, bukan hanya sulit mencari penumpang. Namun dirinya juga harus tetap membayar uji kelayakan kendaraan atau Kir, pajak kendaraan, hingga perpanjangan SIM dan STNK.
Mengenai uji Kir, para sopir angkot tersebut harus rela merogoh kocek sekitar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu. Uang tersebut mereka keluarkan setiap enam bulan sekali dalam setahun.
“Uji Kir sekitar 200 ribu, itu enam bulan sekali, itu belum trayek, bayar sendiri, izin usaha, STNK, SIM. Tanggungan sopir itu banyak,” ucapnya.
Kir, SIM dan STNK
Sementara itu, sopir angkot P jurusan Joyoboyo-Kenjeran, Rahmat Abdulloh, 42 tahun, mengatakan, sejak 2019 hingga sekarang, penumpang angkot semakin menurun setiap tahunnya.
“Selama pandemi menurun drastis, sebelum pandemi itu Rp100 ribu bersih, kalau sekarang jangankan Rp100 ribu, Rp 50 ribu saja nggak sampai,” kata Rahmat.
Bapak dua anak itu pun bersyukur hasil nariknya dalam sehari masih cukup untuk makan satu rumah. Apabila ada kebutuhan lain, bakal menggunakan uang milik istrinya yang juga bekerja.
“Kalau dipikir ya nggak nutut, tapi daripada gak ada pendapatan sama sekali. Kalau kita kerja kan ada buat makan, itu sudah untung,” jelasnya.
Mengenai pengeluaran, kata Rahmat, uang yang rutin untuk dikeluarkan oleh para sopir angkot memang cukup besar. Terutama untuk uji Kir yang harus dibayar dua kali dalam setahun.
“Sekarang Kir Rp300 ribu per enam bulan sekali, satu tahun dua kali, SIM Rp1 juta, STNK Rp2 juta. Jangankan buat Kir, buat makan sehari-hari saja udah sulit,” ucapnya.
Oleh karena itu, Rahmat beharap agar pemerintah memahami, kenapa hanya sedikit angkot yang mengikuti uji Kir tepat waktu. Ia pun berjanji bakal membayarkan apabila sudah ada uang.
“Harap dimaklumi, karena masa pandemi ini sulit segalanya, semoga harganya diturunkan, teman-teman saja banyak yang gak bayar pajak, memang kewajiban kita buat bayar, tapi gimana sudah susah begini,” tutupnya.