Surat Al-Kafirun dalam Tafsir Sufistik, Ini Penjelasan Pakar
Ini Tafsir Surat Al-Kafirun dalam perspektif sufi. Dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bahwa perilaku kafir juga harus menjadi cerminan diri setiap Muslim. Bukan justru untuk menuding orang lain.
Direktur Sufi Center KH M. Luqman Hakim menjelaskan, banyak kata Kafirun, Musyrikun di dalam Al-Quran. Tetapi hal itu untuk tataran teologis, bukan pada tataran Kewarganegaraan. Bahkan konsep Tata Negara dalam Al-Quran tidak ada.
“Apalagi menyebut Negara Islam. Justru inilah universalitasnya Islam yang memberi ruang peradaban secara kreatif dinamis,” ujar Kiai Luqman lewat akun twitternya, dikutip ngopibareng.id, Rabu 6 Maret 2019.
Karena definisi kafir itu apa? Kalau Allah menyebut, “Katakan, hai orang-orang kafir...” Ayat itu, menurut Kiai Luqman, juga bermakna kekafiran hati manusia yang selama ini menyembah hawa nafsu, dunia, dan makhluk.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kelompok yang masuk kategori kafir dalam tataran teologis, cukup sebut mereka sebagai warga negara non-Muslim. Hal ini, menurut Kiai Luqman, sama sekali tidak mengubah sebutan kafir di dalam Al-Quran menjadi non-Muslim.
“Tidak boleh diganti (sebutan kafir dalam Al-Quran),” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat itu.
Karena definisi kafir itu apa? Kalau Allah menyebut, “Katakan, hai orang-orang kafir...” Ayat itu, menurut Kiai Luqman, juga bermakna kekafiran hati manusia yang selama ini menyembah hawa nafsu, dunia, dan makhluk.
Sebab itu, Kiai Luqman mengungkapkan tafsir sufi dari Surat Al-Kafirun untuk menjadi cerminan bagi setiap Muslim, sebagai berikut:
Tafsir Sufi Al-Kafirun 1
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ
Katakan, wahai orang-orang yang hatinya kufur karena terhijab dari Allah, hingga matahatinya buta, lalu hanya memihak hawa nafsu, setan, dunia, dan segala hal selain Allah.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 2
لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ
Aku tidak menyembahmu, karena yang kamu sembah bukanlah Tuhan. Tetapi ilusi tentang Tuhan, atas nama Tuhan, sehingga jadi berhala-berhala kegelapan. Aku adalah Qalbu yang kemilau Cahaya-Nya, tak mau memihak gairah nafsumu pada kegelapan.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 3
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ
Kamu pun tak akan pernah menuhankan apa yang aku sembah, karena jika dirimu memasuki Cahaya-Nya, akan terbakar dalam siksa hijab di neraka kegelapanmu. Akulah dilimpahi Cahaya hingga bersambung dengan-Nya. Kamu tidak.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 4
وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ
Dan aku tidak menyembah dalam perbudakan nafsumu sebagaimana perbudakanmu. Mustahil aku menyembah pada yang sesungguhnya tidak ada. Ilusimu hijab yang memblokir dirimu, hingga bayangan kau sembah sebagai kenyataan.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 5
وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ
Kamu dengan segala dusta kegelapanmu jangan pernah mengklaim telah menyembah apa yang aku sembah. Jangan lihat Cahaya-Ku dengan mata gelap tertutupmu.
Tafsir Sufi Al-Kafirun 6
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Bagimu agamamu yang memperbudak dirimu dalam siksa hijab, dengan kesesatan hawa nafsumu. Dan bagiku agamaku dengan limpahan Cahaya Ridho, Fadhal dan Rahmat-Nya, sehingga aku menyembah-Nya, Dari-Nya, Kepada-Nya, Bersama-Nya, Bagi-Nya.
“Tafsir Sufi Al-Kafirun di atas untuk mendidik hawa nafsu kita sendiri. Bukan menuding orang lain. Tengoklah diri kita sendiri isinya hanya full kegelapan (Robbanaa dzolamnaa anfusana). Apa yang kita sombongkan? Banggakan? Andalkan?” tandas Kiai Luqman. (adi)