Istana Menjawab Surat AHY Dengan Tidak Perlu Menjawab
Setelah ditunggu selama empat hari akhirnya istana menjawab surat yang dikirimkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudouono (AHY) kepada Presiden Jokowi. tetapi jawabannya, Presiden Jokowi tidak perlu menjawab.
Jawaban terhadap surat AHY itu disampaikan Mensesneg Praktikno melalui YouTube Sekretaris Presiden, Kamis 4 Februari 2021.
Dalam penjelasannya Menteri Sekretaris Negara, Pratikno membenarkan Presiden Joko Widodo telah menerima surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hari Murti Yudoyono (AHY). Surat itu diantar sendiri oleh Sekjen Partai Demokrat.
"Betul, Ketua Umum Partai Demokrat telah mengirim surat kepada Presiden. Karena menyangkut internal Partai Demokrat. Presiden mengatakan surat tersebut perlu dibalas," kata Mensesneg.
Agus Harimurti Yudhoyono, mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Usai surat dikirimkan, Senin 1 Februari lalu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu menginformasikannya kepada wartawan dalam konferensi pers.
Secara singkat AHY menjelaskan isi surat itu, yaitu mengkonfirmasi dan mengklarifikasi laporan yang menyebut adanya gerakan politik yang bertujuan mengambilalih kekuasaan pimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional.
Informasi itu, kata AHY, diketahui dari laporan dan aduan dari pimpinan dan kader Partai Demokrat baik pusat, daerah maupun cabang. Menurut putra sulung Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY itu, informasi adanya gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan yang dekat dengan Istana.
Apa yang diungkapkan AHY kepada pers itu segera saja membuat heboh di tengah terus meningkatnya jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia. Ini kejutan politik yang termasuk baru, sebab sebelumnya jika ada langkah politik dari lingkaran Istana untuk menguasai dan kemudian merangkul partai politik, untuk tidak menyebutnya sebagai kudeta, selalu dilakukan dengan diam-diam.
Langkah AHY membeberkan kondisi partainya dengan terlebih dahulu menulis surat kepada Presiden Jokowi untuk klarifikasi, dapat dianggap sebagai langkah yang tidak disangka-sangka.
Jokowi belum membalas surat itu, namun tiba-tiba Kepala Staf Kepresiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko hari Senin malam dengan nada marah dan keras menanggapi tudingan AHY tentang adanya upaya menggulingkan kepemimpinannya di Partai Demokrat. Menurut Moeldoko, AHY harusnya menjadi pemimpin yang kuat, dan tidak mudah terombang-ambing dalam isu yang tidak jelas kebenarannya.
"Saran saya, jadilah seorang pemimpin yang kuat. Jangan mudah baper dan terombang-ambing,” kata Moeldoko dalam siaran teleconference, Senin 1 Februari 2021.
Moeldoko berang. Tetapi dia mengakui memang sering kongkow dengan orang-orang Partai Demokrat.
"Saya selalu terbuka, tidak pernah menutup diri pada teman teman yang ingin ketemu saya. Tapi kalau saya dituding menjadi bagian dari orang yang akan mengkudeta Partai Demokrat. Saya tegaskan, tudingan itu tidak benar," kata Moeldoko dengan nada tinggi.
Mantan Panglima TNI itu tidak terima kalau setiap ada persoalan, Istana selalu diseret seret.
"Sebagai pemimpin itu jangan baperan. Dan saya ingatkan, jangan mengganggu dan membawa nama Presiden Jokowi. Pak Jokowi tidak pernah ngurus begituan," kata Moeldoko.
Menurut orang yang dekat dengan AHY, Andi Mallarangeng, menyebut sebenarnya surat AHY kepada Presiden Jokowi itu hanya berisi permintaan klarifikasi tentang keterlibatan orang Istana yang akan mengambil alih secara paksa PD. Surat itu ditujukan kepada Presiden Jokowi, bukan kepada Moeldoko.
"Tapi pernyataan Pak Moeldoko kepada media merupakan pengakuan atau pembenaran kalau ada orang istana yang dekat dengan Prediden, berada di antara orang-orang yang akan mengambil alih secara paksa Partai Demokrat," kata Andi Mallarangeng kepada Ngopibareng, Senin malam.
“Kemasannya bantahan, tapi isinya adalah pengakuan,“ kata Andi sambil ketawa khas.
Menurutnya, dalam surat Partai Demokrat yang ditujukan kepada Presiden, tidak ada istilah kudeta, dan sifatnya hanya meminta klarifikasi Presiden.
"Tapi dengan adanya pernyataan Pak Moeldoko itu seakan mengisyaratkan bahwa beliau menjadi bagian dari gerakan orang-orang yang ingin merebut kepemimpinan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat secara paksa," katanya.
Sementara pakar hukum tata negara Reffly Harun, dihubungi secara terpisah, berpandangan, ulah orang Istana yang mengobok-obok rumah tangga Partai Demokrat baik secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan adanya kekhawatiran dari pihak Istana bahwa Partai Demokrat akan menjadi batu sandungan bagi Jokowi, yang sedang menghadapi persoalan besar, atas kegagalannya menanggulangi pandemi Covid-19. Menghabiskan energi, waktu dan anggaran ratusan triliun rupiah, tapi kasus Covid semakin tinggi.
"Kan hanya Partai Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan. Sehingga, dua partai yang berteman baik ini, punya ruang terbuka untuk mengkritisi pemerintahan Jokowi yang sedang bingung," ujar Reffly Harun, Selasa pagi.
“Setting-an orang Istana untuk mengkudeta Partai Demokrat, merupakan kesalahan besar, meskipun keterlibatan orang istana itu dibantah oleh KSP Moeldoko," kata Reffly.
Reffli sependapat dengan Andi Mallarangeng, pernyataan Moeldoko bukan bantahan tapi pengakuan.
"Benar itu, kemasannya bantahan, tapi isinya pengakuan," kata Reffly Harun.
Moeldoko Rabu 3 Februari 2021 petang kembali mengadakan jumpa pers di kediamannya. Jendral purnawirawan itu kembali membantah dirinya ingin menjadikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik untuk Capres 2024.
"Terus dibilangin mau jadi presiden, ya enggak-enggak aja. Kerjaan gue setumpuk begini. ngapain ngurusin yang enggak-enggak aja," kata Moeldoko.
Menurutnya, isu bahwa dia hendak melakukan kudeta Partai Demokrat bagaikan lelucon.
"Menurut saya sih, ini kayak dagelan, lucu-lucuan. 'Moeldoko mau kudeta' lah, kudeta apaan yang dikudeta?" ujarnya.
Moeldoko membuat pengandaian, diibaratkan dia punya pasukan bersenjata. Menurutnya, tak mungkin dia menodong kader-kader Demokrat untuk mendukungnya.
"Emangnya gue bisa itu gue todong senjata Ketua DPC, eh dateng sini. Semua kan ada aturan AD/ART dalam partai politik. Jangan lucu-lucuan begitulah," kata Moeldoko.
Tentang pertemuannya dengan beberapa kader Demokrat, Moeldoko mengakuinya memang ada. Pertemuan itu terjadi beberapa kali di rumahnya dan di hotel.
"Tapi pertemuan tersebut ngobrol biasa, tidak bicara soal capres-capresan," tambahnya.
"Tapi saya ngopi-ngopi saja. Biasa itu. Di Partai Demokrat ada Pak SBY dan mas AHY, biasa saja, kenapa takut seperti itu," katanya.
Advertisement