Surabaya Perlu Perda Surabaya Sebagai Kota Pahlawan
Menapaki tahun 2020 terdengar kabar gembira tentang wacana pembuatan Raperda Surabaya Kota Pahlawan oleh DPRD Surabaya. Adalah A.H.
Thony, Wakil Ketua DPRD Surabaya, yang pertama dan secara langsung mendengarkan usulan dan aspirasi dari kalangan seniman, budayawan dan pemerhati sejarah, yang berharap agar nilai-nilai dan peninggalan sejarah perjuangan bangsa di Surabaya tidak usang dan hilang ditelan jaman.
Selama ini, secara mandiri dan sporadis, masing-masing seniman, budayawan dan pemerhati sejarah kota Surabaya menggelar aksi-aksi konstruktifnya dalam pelestarian identitas Surabaya.
Mereka menggelar kegiatan edukatif yang menghibur dengan kekuatan dan modal yang mereka miliki. Ada yang menggelar pentas seni dan budaya. Ada yang menulis buku. Ada yang mengadakan kunjungan ke tempat tempat bersejarah. Ada yang mengadakan lomba fotografi tentang identitas kota.
Ada yang menggelar diskusi dan sarasehan. Semuanya dilakukan atas inisiatif pribadi demi cintanya pada Surabaya yang kaya akan sejarah, mulai dari sejarah perjuangan bangsa hingga sejarah peradaban manusia di Surabaya.
Menyimak sejarah peradaban manusia di Surabaya, yang terbentang mulai dari era abad 13 hingga abad 20, muncul satu kata kunci. Yakni “sejarah kepahlawanan”.
Dari jaman ke jaman atas peristiwa yang terjadi, masing-masing menyimpan nilai kepahlawanan, yang secara bebas dapat diartikan bahwa pahlawan adalah orang, yang memiliki tanggung jawab dan berjuang atas tanggung jawab itu untuk menjaga dan mempertahankan kebenaran (kedaulatan) atas wilayahnya atau tidak mau dijajah oleh bangsa manapun.
Oleh karena itu ia berani berkorban dan berani mati demi kebenaran, kedaulatan dan kemerdekaan untuk menyongsong masa depan bangsanya. Perda Cagar Budaya memang telah dimiliki oleh kota Surabaya. Namun, kehadirannya belum mampu melindungi benda, bangunan dan bahkan kawasan cagar budaya.
Terbukti bahwa bangunan bersejarah, yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pun, bisa dibongkar dan bahkan status cagar budaya yang melekat bisa dihapus. Misalnya peristiwa pembongkaran rumah radio pemberontakan Bung Tomo di jalan Mawar 10 Surabaya.
Tidak hanya kasus Mawar 10 pada tahun 2016. Tahun 2002 juga terjadi peristiwa pembongkaran bangunan cagar budaya stasiun Surabaya Kota.
Kemudian disusul pembongkaran rumah ibadah Sinegog di jalan Kayoon. Melihat kasus-kasus ini semua, Perda Cagar Budaya Surabaya seolah tak berdaya.
Karenanya, seniman, budayawan, pemerhati sejarah hingga sejarawan terus membentengi benda, bangunan dan kawasan cagar budaya yang ada di kota Surabaya, bahkan obyek-obyek yang diduga sebagai cagar budaya.
Contohnya Benteng Kedung Cowek dan Langgar Dukur di Lawang Seketeng. Dua bangunan, yang awalnya belum berstatus cagar budaya, akhirnya dapat ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Belum lagi temuan temuan baru, yang tersebar di berbagai tempat di Surabaya.
Menyimak ini semua, ternyata masih banyak yang harus dikawal oleh para pegiat seni, budaya dan sejarah Surabaya yang masih punya peduli. Adalah sangat menggembirakan tat kala harapan-harapan perlindungan dan pelestarian itu mengerucut pada munculnya gagasan pembuatan Raperda Surabaya Kota Pahlawan.
Pengerucutan pada gagasan pembuatan Raperda ini terlihat pada reses Wakil Ketua DPRD Surabaya, A.H. Thony bersama kalangan seniman, budayawan, pemerhati sejarah dan akademisi pada 2 Februari 2020 lalu.
Di hadapan para seniman, budayawan hingga pemerhati sejarah, A.H. Thony berjanji akan menyusun Raperda Surabaya Kota Pahlawan hingga menjadi Perda Surabaya Kota Pahlawan.
Surabaya dengan predikat sebagai kota Pahlawan layak memiliki Perda Surabaya Kota Pahlawan. Predikat Kota Pahlawan, yang disandang Surabaya sejak tahun 1951 ketika Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno “menitahkan” Surabaya sebagai Kota Pahlawan di sela-sela meresmikan pembangunan Tugu Pahlawan untuk menghormati jasa-jasa para pahlawan dan pejuang Surabaya, layak dikuatkan dengan Perda Surabaya Kota Pahlawan.
Kota Surabaya dengan sebutan Kota Pahlawan telah menghantar kota ini menjadi kota berpredikat khusus dan istimewa. Surabaya menjadi satu satunya kota di Indonesia yang berpredikat Kota Pahlawan.
Karenanya, kekhususan atau keistimewaan, yang melekat pada kota Surabaya ini, sepadan dengan keistimewaan yang disandang oleh Jogjakarta, Jakarta dan Aceh. Maka masuk akal, jika kelak kehadiran Perda Surabaya Kota Pahlawan akan melegalkan secara yuridis formil “titah” Presiden Soekarno terhadap Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Tidak hanya masalah legal formal predikat Kota Pahlawan, Perda Surabaya Kota Pahlawan ini bisa menjadi sumber kebijakan hukum dan peraturan Walikota (Perwali) Surabaya dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan untuk memaknai Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Perda Surabaya Kota Pahlawan akan mendorong munculnya kegiatan-kegiatan kreatif, inspiratif dan innovatif untuk lebih memvisualkan dan mengaktualisasikaan predikat Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Dengan demikian kalangan seniman, budayawan, pegiat sejarah, para arsitek, pengajar dan lain lain akan memiliki pijakan untuk mengekspresikan karya-karya mereka. Kalangan guru dan akademisi akan memproduksi buku-buku sejarah lokal untuk diajarkan di sekolah sekolah.
Seniman dan budayawan akan membuat karya karya yang memvisualkan semangat kepahlawanan Surabaya. Para arsitek akan memiliki corak dan kekhasan yang bersifat Surabaya dalam karya karya mereka.
Dengan Perda Surabaya Kota Pahlawan, Kota Pahlawan Surabaya akan menjelma menjadi kota yang berkarakter kepahlawanan dan berkearifan lokal meski menjadi kota moderen dan maju di masa depan.
Advertisement