Surabaya Makin Gawat, ke Mana Bu Risma?
Surabaya makin gawat. Hari Senin kemarin, sebanyak 54 karyawan RRI Surabaya diberitakan positif covid. Disusul dua kantor media lainnya di Surabaya juga terpapar virus yang lahir di Kota Wuhan ini, masing-masing TVRI Surabaya dan perwakilan Metro-TV di Surabaya.
Hari ini, di Puskesmas Banyu Urip, puluhan pegawai termasuk dokter dan perawat yang sedang hamil, bahkan tukang parkir di luar gedung, diberitakan juga terpapar covid.
Lantas sebagian warga Surabaya yang sudah lebih dari sebulan atau dua bulan menahan diri untuk tetap tinggal di rumah jadi bertanya-tanya, selama ini apa saja yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya?
Ketika warga Surabaya melihat penampilan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada acara Indonesia Lawyers Club di TV-One bulan lalu, tepatnya 9 Juni, banyak yang optimis melihat dan mendengar penjelasan walikotanya yang sangat meyakinkan.
Saat ditanya Karni Ilyas, bagaiman Surabaya kok masuk katagori zona merah. Dengan meyakinkan Risma mengatakan, terusterang saya tidak memperhatikan zona itu merah, biru, atau kuning atau putih.
"Saya tidak memperhatikan Surabaya dimasukkan zona apa, tapi yang saya perhatikan adalah warga saya yang sakit," katanya.
"Karena itu hari demi hari saya melototi data pasien dan kemudian posisi pasien itu ada di mana, kemudian saya membuat pemetaaan. Karena saya harus tahu kondisi kampung itu seperti apa kalau dia tinggal di kampung. Kalau misalnya dia tinggal di apartemen, posisi apartemennya itu seperti apa. Kalau dia tinggal di rumah susun, saya harus melakukan apa. Kalau dia bekerja misalnya di toko, dengan para pegawai saya harus apa. Kalau dia bekerja di pasar saya harus melakukan apa," jelasnya.
Meyakinkan memang, tapi kenyataannya angka-angka terus bertambah. Makin hari makin banyak pasien covid yang meninggal. Hingga Senin kemarin, tercatat jumlah warga Surabaya yang meninggal akibat covid 622 orang, dengan jumlah pasien yang belum sembuh tercatat 3053 orang. Angka kematian warga Surabaya akibat covid ini hampir menyamai angka kematian di DKI Jakarta yang 710 orang.
Surabaya sejak lama dikatagorikan masuk zona warna merah, berbahaya. Tapi seperti dikatakan Risma, dia tidak peduli Surabaya masuk zona merah, biru, kuning atau putih. Itulah masalahnya.
Menurut anggota DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKB, Camelia Habiba, Pemkot Surabaya tidak ada roadmap untuk mengatasi covid ini. Menurutnya, justru inisiatif warga sendiri yang sangat membantu penanganan covid ini.
"Kampung Tangguh yang dilakukan oleh warga dan tokoh masyarakat tidak didukung anggran, sehingga apa yang dilakukan masyarakat ada batasnya. Edukasi baik dari Dinas Kesehatan ataupun Gugus Tugas kepada masyarakat juga sangat minim, sementara perangkat kelurahan dan kecamatan Camat juga pasif," kata Camelia Habiba kepada Ngopibareng, Selasa siang.
"Pemkot Surabaya kebangetan," kata Mochamad Mahmud, juga anggota DPRD Kota Surabaya, dengan nada setengah berang. "Fatal. Padahal sudah banyak keluhan dan banyak jatuh korban," katanya.
Kini, ketika pendemi ini terasa makin mengerikan, warga Surabaya sangat berharap kepada Wali Kota dan jajarannya untuk bekerja dengan strategi.
Melawan virus ini dibutuhkan strategi dengan sasaran yang jelas. Dan yang lebih penting, butuh keikhlasan dan koordinasi. Tidak bisa perlawanan terhadap pandemi ini dilakukan seorang diri, tanpa koordinasi ke bawah maupun ke atas. Apalagi dilakukan dengan penuh emosi yang dipertontonkan kepada warganya.
Budayawan sekaligus politikus Erros Djarot, dalam tulisan yang dimuat Ngopibareng.id kemarin dengan judul "Prabowo, Luhut, Hendro, Untuk Jokowi...Atau?" antara lain menulis, dirinya bersyukur sedikit terhibur ketika Pak Presiden marah-marah menyentil para pembantunya.
"Tapi lambat laun memudar ketika disuguhkan adegan marah-mara plus derai tangis seorang Risma di Surabaya. Karena ternyata bagi rakyat, yang penting bukan marah-marahnya, tapi hasil kerja dengan realitas yang jelas terbaca. Rakyat tambah sehat atau tambah sakit, tambah sejahtera atau tambah merana?"
Bu Risma, Surabaya berada di zona merah. Bukan biru, kuning atau putih. (m. anis)