Surabaya, Maaf, Belajarlah dari Jakarta
Surabaya, belajarlah dari Jakarta bagaimana memanfaatkan jaringan masyarakat paling bawah yaitu pengurus RT dan RW. Jangan hanya mengeluh, apalagi dengan tangisan.
Keberhasilan Pemprov DKI Jakarta menurunkan kasus pandemi Coivid-18 di wilayah Jakarta, tak lepas dari kepiawaian pengelola daerah dalam memberdayakan seluruh potensi masyarakat, RT dan RW.
Di Jakarta, setiap RT dan RW diberi tanggung jawab terhadap warganya dari ancaman Covid-19. Meskipun belum optimal, tapi tanda tanda keberhasilan Pemprov DKI meminimalisir Covid-19 sudah terlihat.
RT - RW inilah yang setiap hari memelototi pergerakan atau mobilitas warganya dengan pendekatan humanis, sehingga kalau ada pendatang bisa dipantau dengan mudah. Bila lolos dari "radar" RT, maka tetangganya yang akan mendatangi sambil menyerahkan formulir yang harus diisi dengan sejujur jujurnya.
Selain menulis identitasnya dengan jelas berdasarkan KTP, pendatang itu harus menjawab seluruh pertanyaan dalam formuli, dengan isi pertanyaan itu antara lain:
1. Pernahkah bertemu/ kontak langsung dengan orang yang terpapar Covid-19,
2. Apakah sudah pernah Rapied Test /swab, apa hasilnya,
3. Pernahkah berkunjung ke negara atau daerah yang terpapar Covid-19
4. Apakah punya riwayat penyakit berisiko tinggi?
5. Apakah Anda bersedia menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin, keluar rumah harus memakai masker, menjaga jarak dan selalu mencuci tangan dengan sabun.
6. Apakah Anda bersedia membantu/gotong royong di wilayah Anda terkait dengan wabah Covid-19.
Selesai mengisi dan menandatangani fom tetsebut, pendatang tiga hari sekali selama 14 hari harus melaporkan kondisi kesehatannya pada RT.
Aturan ini berlakui bagi setiap pendatang tanpa terkecuali. Termasuk seorang wartawan ngopibareng.id yang baru pulang dari Surabaya. Karena sudah membawa surat tugas dari kantor, surat keterangan negatif saat mengikuti rapied, KTP, kartu pers Istana Kepresidenan, ada keringanan tidak masuk dalam pantau.
Ketua RT 015 RW 05 Kelurahan Kebun Jeruk Tri Hermintadi mengatakan seandainya ada pendatang yang keras kepala dan tidak mau mengikuti aturan, nanti urusannya dengan warga.
"Warga nanti yang akan mengingatkan supaya mengikuti aturan. Sebab yang akan terkena dampaknya kalau sampai ada yang sakit adalah masyarakat sekampung. Apalagi kalau ada yang dinyatakan positif corona dan meninggal dunia panjang urusannya," kata Pak RT.
Kampung tersebut akan diisolasi, sementara jeluarga yang terpapar corona tersebut dimasukkan dalam daftar orang dalam pengawasan (OPD). Masyarakat sendiri yang membantu mengawasi.
Dari sinilah akhirnya tumbuh kesadaran bahwa penanganan corona ini menjadi tanggung jawab bersama.
Faktanya wilayah RT yang warganya cukup kritis dan peduli terhadap bahanya corona, berhasil menangkal penyebaran Covid-19 dengan baik. Pada akhirnya memang kasus Cobid-19 hanya ditemukan di wilayah yang warganya tidak disiplin.
Selain memaksimalkan peran RT RW, DKI juga menggandeng para takmir musolla dan masjid di perkampungan. Mereka diberi tanggung jawab untuk mengingatkan warga agar disiplin menggunakan masker, menjaga hidup sehat dan bersih.
Seruan itu disampaikan melalui pengeras suara yang ada di setiap musholla dan masjid. Anak anak pun berani mengingatkan orang orang yang tidak memakai master, disampaikan dengan gaya bercanda.
Ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang merata. Hirarkinya RT komunikasi dan tanggung jawabnya pada RW, pengurus RW bertanggungjawab kepada Lurah, Lurah ke Camat, Camat ke walikota, dan Walikota bertanggungjawab pada Gubernur.
Laporan dari bawah itu diolah di tingkat provinsi, kemudian dipecahkan bersama sama. Tanpa dengan mengeluh, atau menangis, apalagi sampai harus mempertontonkan ketidak harmonisan antar birokrasi kepada masyarakat luas. Setiap ada persoalan diselesaikan dengan duduk bersama, tidak untuk dijadikan polemik dengan melibatkan emosi rakyat.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp mengatakan, dalam memutus pandemi Covid-19 dia menggunakan teori yang sederhana.
Pertama, membangun rasa tanggung jawab dari tungkat RT. Bekerja dengan tulus untuk melundungi masyarakat, dengan niat ibadah, bukan pecitraan. "Saya berusaha membangun hubungan baik dengan semua kalangan. Di HP saya tersimpan nomor HP seluruh RT di wilayah DKI, sehingga saya bisa berkomunikasi langsung kalau di bawah ada masalah," kata Anies.
Menurut Anis dirinya tidak membuat masyarakat Jakarta panik dan takut, tapi yang ia dorong setiap warga punya tanggung jawab terhadap keluarganya masing masing.
"Ngurusi warga Jakarta yang warna warni, sulit Mas kalau kita ingin tampil sendiri menghadapi masalah besar seperti Covid-19," kata Anies. "Kita tidak boleh takut, tapi juga tetap menghormati mereka yang takut terhadap Covid-19 dengan pendekatan yang berbeda," kata Anies Baswedan.
Bagaimana dengan kota Surabaya? Nampaknya penanganan Covid-19 tidak sesolid Jakarta, dalam memberdayakan pengurus kampung. Orang dari manapun silakan datang, tinggal di mana saja, tanpa harus bertele-tele mengikuti aturan.
Dinas Kesehatan memang melakukan upaya, misalnya dengan mengadakan rapid test ke beberapa kelurahan di Surabaya. Tapi setelah dilakukan rapid test, hasilnya bagaimana, ya tidak ada kelanjutannya.
Di sebuah kampung yang ada wilayah utara Kota Surabaya misalnya, tanggal 27 Mei lalu dilakukan rapid test oleh Dinas Kesehatan Kota. Hasilnya, dari 46 warga kampung tang dites, 28 diantaranya dinyatakan reaktif. Setelah itu, tidak ada informasi atau tindakan lanjutan, hingga hari ini.
Bagusnya, di kampung yang 60 persen dari jumlah warga yang dites rapid dinyatakan reaktif itu, tidak ada yang mengeluh, apalagi menangis. (asm)