Suprawoto Ingin Orang Magetan dengan 'Bondo' Sepeda Bisa Kuliah
Kabupaten ini dinilai sebagai daerah yang terpinggirkan. Ibarat negara, selalu mengalami defisit. Hadirnya Suprawoto, kabupaten Magetan ini akan menjadi pembeda dalam bidang pendidikan.
***
Alumni Fisipol UGM tahun 1982 ini miliki visi misi besar dalam bidang pendidikan. Ia bercita-cita membangun Magetan melalui pendidikan dengan mendirikan perguruan tinggi negeri.
Cita-cita ini terinspirasi dari Sri Sultan Hamengkubuwono yang ia kagumi mampu mempertahan indeks pembangunan manusia (IPM) Yogyakarta selalu tertinggi di Indonesia.
"Saya kagum sama beliau, orang terpelajar menjadi raja. Saya belajar dari biografinya. Kenapa IPM Jogja itu selalu tertinggi di Indonesia. Ini yang pasti karena visi Sri Sultan," katanya saat berbincang dalam podcast Black Kopi Arif Afandi, Jumat, 22 Januari 2021.
Kang Woto, sapaan mantan Sekjen Kominfo mengatakan, bagaimana dulu Sri Sultan ketika Indonesia merdeka menyatakan diri Jogja dibawah NKRI. Kemudian ketika agresi Belanda I, Sri Sultan merelakan ibukota pindah ke Jakarta.
Lalu, setelah kedaulatan beliau bersama-sama beberapa ilmuan berinisiatif mendirikan Universitas Gajah Mada yang kampusnya menempati lahan atau tanah milik kesultanan Yogyakarta.
"Pagelaran, Ngasem semua dipakai. Malahan kampus Bulaksumur, IKIP juga menempati tanahnya. Hampir semua tanah miliknya dipakai fasum. Akhirnya apa, karena visi misinya itu orang miskin di Yogyakarta bisa sekolah," katanya.
Kata Kang Woto, membangun bangsa itu harus dimulai dari membangun pendidikan. Ada pendapat ahli mengatakan orang miskin akan tetap bodoh dan orang bodoh akan tetap miskin. Untuk bisa memotong rantai itu dengan pendidikan. Ini terbukti di Jogja.
"Orang Jogja itu bondo sepeda saja sudah bisa kuliah. Kalau di Magetan, gak bisa mas. Walaupun dapat beasiswa, orang tua tetap harus mengirimkan uang makan anaknya. Dan, ini berat bagi orang Magetan," katanya.
Bahkan, kata Kang Woto, kabupaten paling barat di Jawa Timur ini akses pendidikan tinggi sangat jauh. Sehingga, orang Magetan enggan untuk bisa mengenyam sekolah hingga perugurna tinggi.
"Coba sampean lihat mau sekolah ke Jogja jauh, ke Surabaya juga jauh. Semua jauh. Sehingga, ibarat negara, devisit terus," katanya.
Menurutnya, Magetan ini harusnya sama dengan Surabaya. Di Surabaya ada 5 perguruan tinggi negeri.
"Padahal, kita ini berada di Indonesia yang merdekanya sama, tapi, kenapa di Magetan tidak ada perguruan tinggi negerinya," katanya
Oleh sebab itu, kata pria yang suka menulis kolom di media, mimpinya membangun Magetan melalui pendidikan ini dengan memanfaatkan jaringan perguruan tinggi yang dimiliki.
Memang, diakui Suprawoto, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pernah diberikan harapan untuk bisa mendirikan perguruan tinggi negeri di Magetan.
"Saya dengarkan sendiri waktu itu. Pak Dahlan ada, Pak Parni Hadi ada, Pak Joko Suyanto. Cuma gak ada respon. Mungkin, pada saat itu saya yang jadi bupatinya, akan berbeda," katanya.
Suprawoto pun tak berpikir panjang. Ia lantas membuka jaringan di manapun, Yogyakarta, Surabaya, Malang, maupun daerah lain untuk membuka perguruan tinggi di Magetan.
"Oleh sebab itu, saya bilang pada temen-temen silakan kalau mau dirikan perguruan tinggi di Magetan, kita akan berikan lahan. Tak kasih maunya berapa hektar. Aset di Magetan banyak. Aset ini kalau didiemkan juga tidak bermanfaat," katanya.
Saat ini, di Magetan sudah ada Akademi Kebidanan dan Poltekes milik Kemenkes tapi cabang Surabaya.
"Saya tanya, kenapa kok gak bisa berdiri sendiri? Alasannya, karena jurusannya cuma dua. Kemudian, saya berdiskusi dengan direktur untuk bagaimana menambah jurusan baru agar mampu berdiri sendiri, dan ide saya itu didukung. Nah kemudian, kita berjuang ke sana kemari dan akhirnya kita ditambah jurusan keperawatan," katanya.
Bisa dibayangkan, kalau misalnya Poltekes ini ada 3 ribu mahasiswa saja, pasti efeknya akan tampak. Dampak adanya perguruan tinggi negeri terhadap masyarakat sekitar akan besar.
"Saya itu pernah guyon sama temen-temen, tanah itu kalau dikasihkan pemerintah sama saja keluar kantong kiri masuk kantong kanan. Ini aset yang harus dipakai untuk masa depan bangsa," katanya.
Kemudian, lanjut Suprawoto, tahun ini di Magetan mulai dibuka industri kulit. Tapi, yang jadi masalah tidak ada sekolahnya. Artinya, sama saja mempunyai industri tapi tidak ada sekolah yang menunjang. Tenaga kerjanya akan diisi orang-orang di luar Magetan.
"Kita ini kan aneh, punya industri kulit tapi ndak ada pendidikan kulit. Kreativitas itu kan datang dari akademi. Mbok dibuka cabang Jogja di Magetan," katanya.
Akhirnya, SMK sudah dibuka untuk jurusan SMK Kulit yang gratis. "kita biayai. Kita manfaatkan jaringan di Jakarta. Alhamdulillah, Departemen Perinsutrian mau membiayai," katanya.
Tahun ini, kata Suprawoto, Kementerian Perindustrian mulai membuka Diploma 1 untuk jurusan teknik kulit yang juga tidak berbayar. "Mau minta tanah berapa hektar, tak kasih buat kampus di sini," katanya.
Bahkan, juga Unesa akan ikut andil mendirikan perguruan tinggi. "Kalau Unesa kata Prof Nur Hasan insya allah tahun ini. Kemarin sudah survei sekolah-sekolah mana yang sudah dipakai," katanya.
Berkat kegigihan dalam menjalankan visi dan misi di bidang pendidikan, Suprawoto sudah bisa menghadirkan perguruan tinggi negeri di Magetan. "Jadi, di Magetan sekarang ini sudah ada Poltekes, Teknik kulit, sama Unesa," ujarnya.