Sunatullah! Orang Alim Bisa Jadi Sangat Bodoh dalam Hal Tertentu
Manusia tidak ada yang ma’shum kecuali para Nabi. Untuk menegaskan sunnatullah ini, seringkali Allah menunjukkan sisi kebodohan yang akut dari orang yang secara umum alim. Ini bukan berarti yang bersangkutan bodoh secara mutlak, tapi hanya manusia biasa yang bisa salah dalam beberapa hal yang bukan bidangnya, bahkan kadang kesalahannya fatal.
Sekedar contoh saja, misalnya Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali. Beliau adalah seorang imam yang alim allamah dalam mazhab Hanbali yang sering disamakan dengan kedudukan Imam Nawawi dalam mazhab Syafi'i. Dengan kedudukam dan otorotasnya yang mentereng, beliau ternyata berkata tentang ajaran Asy'ariyah sebagai berikut:
وهذا حال هؤلاء القوم لا محالة فهم زنادقة بغير شك فإنه لا شك في أنهم يظهرون تعظيم المصاحف إيهاما أن فيها القرآن ويعتقدون في الباطن أنه ليس فيها إلا الورق والمداد
"Itulah kondisi kaum tersebut yang pasti merupakan kaum zindiq tanpa diragukan. Sesungguhnya tidak ada ketaguan bahwa mereka menampakkan pengagungan terhadap mushaf seolah-olah mengesankan bahwa di dalamnya ada Al-Qur'an dan meyakini dalam hatinya bahwa di dalamnya tidak ada apa-apa kecuali kertas dan tinta (bukan Al-Qur'an)".
Sebenarnya masih panjang pernyataan aneh bin ajaib dari beliau tentang ajaran Asy'ariyah yang akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa hakikat Asy'ariyah adalah tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah!. Ya, segawat dan seabsurd itu tuduhannya.
Itu semua tidak lebih dari sekedar Strawman Fallacy alias membayangkan sendiri yang buruk-buruk tentang lawan lalu menyerang bayangan buruk yang dibuatnya sendiri, seperti orang yang membayangkan musuhnya sebagai orang-orangan sawah lalu menyerang orang-orangan sawah itu. Kritiknya tidak nyambung sama sekali sebab tidak ada satupun Asy'ariyah yang menyakini bahwa mushaf bukan Al-Qur'an.
Bukan Karangan Makhluk
Sejak Imam Asy'ari, Imam Ibnu Furak, Imam Baihaqi, Imam Haramain, Imam Ghazali, Imam Nawawi, Imam Razi, Imam Ibnu Hajar, Imam Sanusi, hingga kiamat, semua Asy'arian sepakat bahwa mushaf adalah Al-Qur'an dan kalamullah, bukan karangan makhluk, dalam redaksinya mengandung mukjizat, menyentuhnya wajib berwudhu dan membacanya dapat pahala.
Strawman Fallacy ini bermula dari ajaran Asy'ariyah yang secara akurat membedakan mana unsur yang qadim dan tidak qadim dari Al-Qur'an. Asy'ariyah yang notabene arus utama Ahlussunnah wal jamaah mengatakan bahwa mushaf yang terdiri dari kertas dan tinta jelas tidak qadim sebab faktanya ia adalah buatan pabrik.
Dari situ kemudian disalahpahami atau lebih tepatnya dipelintir seolah Asy'ariyah meyakini bahwa di dalam mushaf tidak ada Al-Qur'annya melainkan hanya kertas dan tinta biasa saja lalu mereka berpura-pura menghormatinya. Allah...... Padahal menurut Asy'ariyah konten yang disampaikan oleh mushaf itu adalah Al-Qur'an atau kalamullah secara hakiki.
Meskipun buku mushaf yang notabene makhluk ciptaan percetakan, menurut Imam Asy'ari ia tetap disebut kalamullah secara hakikat, sama seperti sifat kalam yang qadim (bukan makhluk) yang juga disebut kalamullah secara hakikat. Keduanya adalah makna hakikat (bukan majas) sehingga dalam istilah bahasa disebut musytarak (homonim). as-Sanusi menjelaskan:
. وهل إطلاقه على ما في النفس وعلى اللفظ بطريق الحقيقة، أو هو حقيقة في القول مجاز في النفسي، أو بالعكس؟ ثلاثة أقوال، والذي استقر عليه رأي الشيخ أبي الحسن الأشعري أنه مشترك
"Apakah menyebut istilah kalamullah secara mutlak (tampa embel-embel) yang berlaku pada kalam nafsi dan kalam lafdhi adalah secara hakikat atau hanya hakikat pada sisi kalam nafsi saja atau sebaliknya?. Ada tiga pendapat soal ini, tapi yang menjadi ketetapan pendapat Syaikh Abul Hasan al-Asy'ari, istilah kalamullah adalah musytarak (keduanya disebut kalamullah secara hakikat)". (as-Sanusi, Syarh Kubra)
Dengan demikian, Ibnu Qudamah salah besar ketika mengatakan bahwa Asy'ariyah menafikan bahwa mushaf adalah Al-Qur'an atau kalamullah. Justru sebaliknya, mushaf yang kita baca adalah kalamullah secara hakikat, tapi jangan sampai meyakini bahwa buku mushaf tersebut qadim.
Ini hanya contoh dari tergelincirnya orang alim. Kalau selevel Imam Ibnu Qudamah saja bisa sesalah ini dan sefatal ini, maka apalagi yang lain. (Abdul Wahah Ahmad, UINKHAS Jember)
Sumber: akun fb ybs
Advertisement