Sumur Budha'ah, Kisah Nabi Muhammad dalam Tafsir Ibnu Katsir
Sumur Budha'ah adalah sebuah sumur bersejarah di Madinah, Arab Saudi. Sumur ini merupakan sumur yang dimiliki oleh Bani Sa'idah, yang berada di utara saqifah. Di tempat itu Nabi ﷺ pernah wudlu. Sumur ini dihancurkan pada saat penggalian sekitar Masjid Nabawi untuk penerbitan pusat kota.
Guna memahami lebih jauh, berikut catatan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur:
Sumur Budha'ah
Sumur Budha'ah. Ini adalah taman Tsaqifah Bani Saidah. Ada banyak pelajaran dari tempat ini. Sejarah sudah pasti. Fiqhussirah juga ada yaitu soal metode pengangkatan pemimpin dengan delegasi para pemuka kaum yang akhirnya memilih Sayidina Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Tapi saya lebih senang mengambil Fiqhul Ahkam, hukum fikih yang ditetapkan menjadi tata cara ibadah. Dari sinilah semua kitab fikih ditulis awal bab, bersuci dengan air. Di area taman ini riwayatnya ada beberapa sumur, di antaranya sumur Budha'ah.
Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar mengulas dengan lengkap:
ﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ: ﻛﺎﻧﺖ ﺑﺌﺮ ﺑﻀﺎﻋﺔ ﻛﺒﻴﺮﺓ ﻭاﺳﻌﺔ ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻄﺮﺡ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ اﻷﻧﺠﺎﺱ ﻣﺎﻻ ﻳﻐﻴﺮ ﻟﻬﺎ ﻟﻮﻧﺎ ﻭﻻ ﻃﻌﻤﺎ ﻭﻻ ﻳﻈﻬﺮ ﻟﻪ ﺭﻳﺢ ﻓﻘﻴﻞ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗﺘﻮﺿﺄ ﻣﻦ ﺑﺌﺮ ﺑﻀﺎﻋﺔ ﻭﻫﻲ ﻳﻄﺮﺡ ﻓﻴﻬﺎ ﻛﺬا ﻭﻛﺬا ﻓﻘﺎﻝ ﻣﺠﻴﺒﺎ "اﻟﻤﺎء ﻻ ﻳﻨﺠﺴﻪ ﺷﻲء".
Asy-Syafii berkata bahwa sumur Budha'ah besar dan lebar. Benda-benda najis dilempar ke dalamnya tapi tidak mengubah warna air dan rasanya, juga tidak nampak perubahan bau. Nabi ditanya mengapa wudu di sumur tersebut padahal di dalamnya tempat pembuangan najis dan sebagainya? Nabi menjawab: "Air (volume banyak) tidak dinajiskan oleh apapun"
ﻭﻗﺪ ﺟﺰﻡ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺃﻥ ﺑﺌﺮ ﺑﻀﺎﻋﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﻻ ﺗﺘﻐﻴﺮ ﺑﺈﻟﻘﺎء ﻣﺎ ﻳﻠﻘﻰ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﻨﺠﺎﺳﺎﺕ ﻟﻜﺜﺮﺓ ﻣﺎﺋﻬﺎ
Asy-Syafii berkeyakinan bahwa sumur Budha'ah tidak berubah airnya karena dijadikan tempat buangan najis, karena airnya banyak (Talkhis Al-Habir, 1/128)
Perbedaan Guru dan Murid
Pemahaman fikih Mazhab terdapat perbedaan antara guru dan murid, yaitu Imam Malik dan Imam Syafi'i. Menurut Imam Malik adalah sebagai berikut:
وأما عند الإمام مالك فلا ينجس الماء ولو قليلا إلا بالتغير ، واختاره كثير من أصحابنا ، وفيه فسحة
Air yang kejatuhan najis tidak dihukumi najis meskipun sedikit kecuali ada perubahan (rasa, warna dan bau). Banyak ulama kita yang memilih pendapat tersebut. Di dalamnya terdapat kelonggaran (Hasyiah Al-Bajuri, 1/34).
Sementara Imam Syafi'i berpendapat jika di bawah 2 kullah maka najis secara mutlak, namun bila lebih dari 2 kullah tetap suci selama tidak ada perubahan pada sifat-sifat air dengan istimbath pada hadis lain:
وَلِلْبَيْهَقِيِّ: - اَلْمَاءُ طَاهِرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ, أَوْ طَعْمُهُ, أَوْ لَوْنُهُ; بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ
Dalam riwayat al-Baihaqi: “Air adalah suci, kecuali bila berubah bau, rasa atau warnanya, oleh benda najis yang masuk ke dalamnya” (HR al-Baihaqi)
Sayangnya area ini ditutupi pagar. Kabarnya sumur tersebut mengalami pembongkaran di masa dahulu. Tapi kabar dari perawi tsiqah, spesialis kuburan Baqi' dan Ma'la Syekh Baba Naheel Bahaleem, bahwa airnya masih tetap ada.
Air sumur ini di masa para sahabat dijadikan air minum berkah sebagaimana diriwayatkan dari Sahabat Abu Usaid As-Saidi Al-Khazraji:
«ﺑﺌﺮ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ: ﺑﺌﺮ ﺑﻀﺎﻋﺔ ﻗﺪ ﺑﺼﻖ ﻓﻴﻬﺎ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ -» - ﻓﻬﻲ ﻳﺒﺸﺮ ﺑﻬﺎ ﻭﻳﺘﻴﻤﻦ ﺑﻬﺎ. ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺛﻘﺎﺕ.
Di Madinah ada sumur namanya Budha'ah yang dan Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah meludah ke dalamnya. Sumur ini dijadikan keberkahan. (HR Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir. Para perawinya terpercaya)