Sukamiskin, Penjara Atau Taman Rekreasi?
Lapas Sukamiskin di Bandung mungkin penjara paling asyik di Indonesia. Bagi penghuninya, namanya juga penjara, tidak ada sudut yang nyaman sebelum melangkahkan kaki ke dunia bebas. Tapi bagi pengunjung yang datang dari luar, Lapas Sukamiskin adalah tempat untuk bersantai.
Suasana begitu orang melewati pintu gerbang pertama memang agak menyeramkan. Ruangannya tidak besar, sekitar lebar 5 meter panjang 8 meter. Di ujunnya ada pintu gerbang kedua.
Meskipun petugas jaga yang minta jaminan KTP pengunjung, maupun petugas lainnya yang memeriksa isi tas cukup ramah dan bersahabat, tetapi diantara kedua gerbang ini tetap terkesan menyeramkan.
Baru setelah kita melewati pintu gerbang kedua, suasananya langsung melegakan. Bangunan besar tiga lantai buatan Belanda mengelilingi areal kosong di tengah. Di arel tengah ada lapangan tenis, ada juga lapangan futsal, dan puluhan saung, yang masing-masing saung ada pemiliknya. Pemilik masing-masing saung itu adalah terpidana.
Saung berasal dari bahasa Sunda, artinya bangunan kecil seperti rumah yang berada di tepi sawah atau kebun.
Jika ada yang keluarga yang mau menjenguk seorang terpidana, dia cukupdatang ke saung milik terpidana itu. Luasnya antara 3 x 5 meter. Ada yang lebih besar, tergantung sewanya. Di tengah saung ada meja dan kursi. Bahkan ada yang memakai sofa.
Dinding-dinding saung terbuat dari bambu. Beratap rumbia dari daun kelapa. Lantainya batu paving, selalu nampak bersih. Karena memang selalu dibersihkan.
Ada seorang pesuruh, biasanya berasal dari narapidana juga, yang dibayar khusus untuk membersihkan saung. Dia juga melayani pengunjung. Membuat teh, atau kopi, atau bahkan menggoreng telur dan membuat mie rebus.
Kalau mau menyuguhi pengunjung dengan menu yang agak mewah, bisa pesan di kantin milik koperasi lapas yang menggunakan salah satu saung. Letaknya di tengah area. Ada ayam dan ikan bakar atau goreng, gado-gado, sop buntut, atau nasi goreng. Minumnya jus buah atau soft drink. Ada juga rokok dan kopi tubruk.
Fuad Amin, mantan Bupati Bangkalan yang tidak ada di lapas ketika KPK ke Sukamiskin kemarin, hanya salah satu pemilik saung. Saung Fuad Amin terletak agak di luar, dekat pintu masuk ke areal saung. Ukurannya mungkin paling kecil, 2,5 X 3 meter, dengan meja kayu dan empat kursi plastik sederhana. Saung Fuad Amin memang nampak paling sederhana, dibanding saung-saung lainnya.
Apesnya Fuad Amin, dan Wawan saja ketika KPK datang keduanya berada di luar Sukamiskin. Narapidana-narapiada lain yang memiliki saung lebih lengkap dan mewah dibanding saung milik Fuad Amin, apakah tidak pernah memanfaatkan ‘fasilitas’ ke luar lapas? Ya pasti banyak.
Majalah Tempo bulan Februari lalu menurunkan laporan hasil investigasinya, bagaimana seorang napi yang bekas walikota di Palembang bisa terbang ke rumahnya, kemudian kembali seenaknya ke Sukamiskin.
Juga diungkap bagaimana seorang pengusaha besar yang divonis dengan dakwaan membawa lari dana BLBI keluar negeri, ketika jadi penghuni Sukamiskin bisa keluar malam hari bersama seorang wanita dan masuk ke sebuah apartemen di Bandung.
Kesempatan ke luar lapas, serta saung, ada harganya. Andre, seorang narapidana penghuni sel 366 yang sedang menjalani hukuman penjara 4 tahun menceritakan. Kalau seorang narapidana mau membangun saung, ongkos mendirikannya saja Rp 5 juta. Setiap bulannya dia harus menyewa antara Rp 2,5 juta sampai Rp 4 juta, tergantung fasilitas yang ada.
Andre yang dihukum karena perkara kriminal, bekerja pada salah seorang narapidana perkara korupsi. “Setiap bulan saya digaji oleh bapak. Kerja saya apa saja, mencucui pakaian, membersihkan sel, membersihkan saung, membuatkan kopi, dan sesekali saya disuruh memijat kaki bapak,” kata Andre pada ngopibareng.id beberapa waktu lalu.
Saung pertama yang ada di Lapas Sukamiskin, cerita Andre, dibuat oleh bekas Bupati bekasi Mochtar Mohamad tahun 2013. Setelah itu, semakin banyak koruptor yang dimasukkan ke Sukamiskin, semakin banyak ula saung berdiri. Jumlahnya kira-kira 30 saung.
Yang menarik, di tengah saung-saung itu ada sebuah kolam ikan. Pinggirnya berkelok-kelok indah, luasnya sekitar 150 M2, penuh dengan ikan koi. Saung-saung yang berdirinya persis di tepi kolam ikan akan memperoleh view yang indah, menjadikan pengunjung merasa dirinya tidak sedang berada di dalam sebuah gedung penjara.
Kolam ikan ini dibangun sepenuhnya oleh mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq dengan biaya sekitar Rp 25 juta. “Beli ikannya saja lebih dari Rp 10 juta. Belum pakannya tiap hari,” tambah Andre.
Lapas Sukamiskin berdiri di atas tanah seluas 2 hektar. Lapas ini dibangun tahun 1918, dengan arsitektur gaya Eropa, karena memang bangunan utamanya yang berbentuk trapesium ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Prof. CP Wolff Scjoemaker.
Lapas Sukamiskin mulai difungsikan pada tahun 1924. Awalnya tempat ini dipergunakan sebagai tempat menghukum kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan politik, termasuk Bung Karno yang sempat dimasukkan ke Sukamiskin antara 1931- 1933. Dia menghuni kamar nomor 1 Blok Timur Atas, yang sampai sekarang tetap dikosongkan. Dari dalam selnya, Bung Karno menulis buku, dan menjadi karyanya paling terkenal, Di Bawah Bendera Revolusi.
Lapas Sukamiskin ini memiliki 522 ruangan, beberapa di antaranya berada di bawah tanah yang dikhususkan untuk tahanan berbahaya. Sebagai Lapas Kelas I, Sukamiskin juga dilengkapi dengan sejumlah menara pengawas. Dari atas, petugas jaga akan memantau seandainya ada narapidana yang melarikan diri dari lapas.
Tanggal 22 Juni 2010 Lapas Sukamiskin ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya, dan ditetapkan pula sebagai Lapas Pariwisata oleh Menteri Hukum dan HAM.
Nah, Sukamiskin memang Lapas Pariwisata. (m.anis)