Suka Duka Pencatat Meter Jargas PGN di Kota Mojokerto
Dimaki pelanggan, menaiki pagar, hingga kecelakaan saat bertugas adalah bagian dari suka duka pencatat meter jaringan gas PGN di Kota Mojokerto, Sumarno dan David April Kristanto.
Sebagai petugas yang setiap hari bertemu dengan pelanggan, keduanya kerap menjadi sasaran amarah pelanggan terkait beberapa persoalan sambungan gas rumah tangga di sejumlah kawasan di Kota Mojokerto.
“Pernah saya datang ke seuatu lokasi, langsung disemprot sama pelanggan. Dia bilang jargas PGN lebih mahal, tidak sesuai dengan penjelasan petugas saat menawarkan untuk beralih dari LPG ke jargas,” kata Sumarno.
Alih-alih ikutan marah, Sumarno justru menjelaskan dengan sabar. Pria asli Lamongan berusia 56 tahun itu memahami apa yang mereka keluhkan. Sebab ia yakin, pelanggan bersikap seperti itu karena kurangnya informasi yang didapat.
“Kalau ada yang marah-marah itu wajar. Saya tampung saja apa yang menjadi uneg-uneg mereka. Dan saya mencoba menjelaskan kalau saya benar-benar tahu apa yang membuat mereka kesal,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Marno ini mengakui terkadang secara spontan emosinya hampir terpancing. Namun kemampuannya mengendalikan diri membuatnya tak pernah sampai terlibat cekcok, apalagi adu fisik dengan pelanggan sampai sekarang.
“Kadang meski sempat jengkel, saya bikin bercanda saja. Saya ajak pelanggan guyon sambil saya jelaskan. Itu senjata efektif untuk meredam amarah mereka, sekaligus memberikan pemahaman terhadap pelanggan,” katanya.
Marno mengaku, beberapa kali sempat menemukan orang yang memprovokasi pelanggan terkait pemakaian jargas PGN yang mereka sebut lebih mahal dibanding LPG. Tapi Marno tetap santai saat menanggapi aksi-aksi seperti itu.
Untuk meredam upaya-upaya provokatif beberapa orang tak bertanggung jawab, Marno harus sabar saat memberikan penjelasan serta menunjukkan bukti bahwa informasi yang mereka tidak benar.
“Saya tunjukkan bukti pemakaian, lantas saya ajak pelanggan hitung-hitungan. Memang tarif bulanan pelanggan itu lebih tinggi dibanding saat masih menggunakan LPG, tapi setelah dilihat meterannya, ternyata pemakaiannya jauh lebih banyak dibanding saat dia pakai LPG,” katanya.
Karena tak pernah menanggapi dengan emosi, serta penjelasannya gamblang, Marno selalu berhasil membuat pelanggan mengerti apa penyebab tagihan bulanan jargas PGN-nya lebih banyak. Jadi jika semula marah, akhirnya pelanggan itu justru berterima kasih pada Marno.
"Pokoknya harus pintar-pintar ambil hati pelanggan. Kami harus baik dengan pelanggan supaya mereka juga segan kalau terlambat bayar. Yang semula suka marah-marah, sekarang banyak pelanggan yang jadi seperti saudara dengan kami," katanya.
Kendala lain yang dihadapi Marno ketika di lapangan adalah saat pelanggan tidak ada di rumah. Sementara letak meteran ada di dalam teras rumah dengan pagar terkunci rapat. Untuk bisa melihat angka di meteran, ia terpaksa menaiki pagar rumah pelanggan agar bisa mencatat meteran jargasnya.
“Tentu saja saya sebelumnya sudah izin lebih dulu ke orangnya. Terkadang saya minta tolong tetangga atau RT setempat untuk menyaksikan saat saya masuk untuk melihat meteran sampai saya selesai,” terangnya.
Berbeda dengan Marno, David yang memiliki tubuh lebih besar dan tambun kesulitan selalu bermasalah jika harus menaiki pagar rumah pelanggan. “Awal-awal saya jadi pencatat meter jargas PGN, saya naik ke pagar orang. Gak tahunya pagarnya seperti mau roboh. Sejak saat itu, semua rumah pelanggan yang pagarnya terkunci saya serahkan ke Pak Marno,” ucapnya seraya tertawa.
David merasa beruntung memiliki partner kerja seperti Marno. Pasalnya, meski jauh lebih tua dibanding dirinya, Marno selalu dengan senang hati membantu dirinya. “Sama-sama sih. Kita saling bantu kalau ada kesulitan,” terang David yang diamini Marno.
Beberapa waktu lalu, David pernah mengalami kecelakaan dengan pengendara lain, akibatnya ia tidak bisa maksimal menjalankan tugasnya mencatat meter jargas PGN. Mengetahui kondisi David, Marno pun dengan suka rela membantu tugas David.
“Kecelakaan pas menuju lokasi untuk mencatat meter jargas. Meski hanya memar, sempat sakit kalau dipakai jalan. Untungnya punya teman sebaik Pak Marno,” katanya sambil terkekeh.