Suka Cita 26 Perempuan Berkisah tentang Ayah
Bila semua orang di dunia ini ditanya, siapakah lelaki yang dikenal kali pertama di dunia ini? Hampir pasti sebagian besar akan menjawab: ayah. Lelaki yang mengajarkan mengenalkan kehidupan pada setiap anak di dunia ini, menjadi titik pertemuan 26 perempuan untuk bertemu dalam sebuah antologi esai inspiratif.
Dalam buku Serial Hidup Ini Indah Beib (HIIB), mereka menuangkan arti kehadiran lelaki pertama dalam hidup. Lewat tulisan, para perempuan yang di antaranya masih belajar pertama kali menulis itu berbagi kenangan yang dalam tentang ayah mereka yang sayang untuk tidak dituangkan dalam tulisan. Dalam berbagai sudut pandang tentang ayah, terbukti father is daughter’s first love. Ada rupa-rupa cerita yang menggambarkan rasa cinta para perempuan ini.
Untuk itu, 26 penulis perempuan yang dikumpulkan Penerbit Padmedia ini berkisah tentang lelaki pertama yang memberi cinta dalam hidup mereka. Tak semua manis tapi kerinduan rata-rata sangat besar dalam diri mereka.
Eloknya mereka berusaha jujur tentang sosok ayah. Seperti praktisi radio Ellen Pratiwi dalam tulisannya berjudul “Berbagi Ayah” yang mengungkap suka dan dukanya mendapati sang ayah memiliki kisah dengan beberapa perempuan yang hadir dalam hidupnya.
Ayu Trisna yang puteri antropolog ternama Naya Sujana menuangkan penyesalannya karena tak sempat meminta maaf pada ayahnya hingga meninggal dalam tulisan berjudul “Aku Mengenal Lelaki Itu”. Ada pula mantan jurnalis Dian KD yang bercerita tentang ayah mertua yang kenangannya serupa dengan ayah kandungnya dalam tulisan “Abuya”.
Menurut Wina Bojonegoro, salah satu penulis dan CEO Padmedia, ke-26 penulis perempuan ini ditemukan dalam ajang proyek kerja bersama yang digagas oleh Padmedia. Keinginan Wina sederhana, sebagai novelis dengan 15 buku, ia ingin menularkan virus menulis pada semua orang.
Untuk itulah sejak seri pertama berjudul yang sama dengan serialnya, lalu disambung seri Womenpreneur berjudul “Otot Kawat Balung Wesi” disusul serial Single Fighter Women berjudul “Aku Memilih Bahagia”, Wina mengajak siapa saja yang ingin belajar menulis. Bersama dua penulis lain yang tergabung dalam Komunitas Susastra Nusantara (KSN), Didi Cahya dan Heti Palestina Yunani, Wina tak hanya melakukan seleksi namun ia serius memberikan mentoring menulis via online.
“Para penulis ini ada yang saling kenal dan ada yang sama sekali tidak kenal. Justru itu menariknya,” kata penulis berbakat yang telah menulis banyak karya itu.
Wina mengungkapkan, untuk menjaring para penulis perempuan ini, Wina menggunakan sarana media ala marketplace melalui media sosial. Melalui woro-woro di Facebook dan Instagram, Wina membuka sayembara bagi penulis perempuan yang berniat menulis dengan tema yang telah ditawarkan HIIB yang sudah menjadi komunitas sendiri.
“Saya mengumumkan di media sosial terkait konsep buku yang akan dibuat. Mulai judul, tema, isi, syarat naskah dan sebagainya. Lalu saya dan teman-teman editor melakukan penyaringan naskah dan memilih penulis-penulis terbaik untuk dibukukan,” terangnya.
Karena datang dari berbagai latar belakang, maka para penulis ini makin memarakkan isi buku yang bercerita penuh keragaman. Bahkan bagi para penulis ini debut perdana yang memacu mereka untuk terus menulis. Seperti Yuliani Kumidaswari memulai debut pertamanya menulis esai bersama buku ini. Sebelumnya ia yang menulis “Es Soda Gembira Di Pasar Johar” dikenal sebagai penulis puisi dengan tiga buku antologi puisi tunggal. “Ini tantangan yang bikin saya deg-degan karena saya cuma bisa menulis puisi sebelumnya,” katanya.
Ternyata menurut Wina, tak mudah mengorganisasi para perempuan penulis agar dapat menghasilkan karya berkelas yang pantas untuk dibukukan. “Kami memiliki standar karya penulisan yang sejajar dengan para penulis profesional. Ada yang idenya bagus tapi tulisannya hancur. Ada pula yang pandai bercerita namun tulisannya tidak terarah. Bahkan kami harus meminta beberapa dari mereka menulis ulang karyanya apabila memang masuk dalam tahap seleksi,” ungkapnya.
Diakuinya, butuh ketekunan dan kesabaran agar karya para penulis perempuan ini pada akhirnya dianggap layak oleh editor untuk diluncurkan menjadi sebuah buku. Apalagi, para perempuan penulis ini sejatinya bukan berprofesi sebagai penulis. Mereka ada yang pengusaha, dokter, mahasiswi, dosen, karyawati, hingga pengacara, yang notabene menulis dan membuat buku tak pernah terlintas di benak mereka.
Advertisement