Sujud Tangis, Dibalik Peristiwa Mengejutkan di Balaikota
Saya sempat menyayangkan IDI dan PERSI Surabaya. Yang sudah dua kali membuat suasana Surabaya gaduh.Dari tempat yang sama: balaikota.
Yang pertama, organisasi profesi dokter dan persatuan rumah sakit itu menjadi corong curhat Walikota Tri Risma Harini. Tentang RSUD Surabaya yang dibanjiri pasien Covid-19 dari luar kota.
Itulah awal perang terbuka antara orang pertama di Surabaya dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Di awal PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Surabaya Raya.
Itulah awal saling berbantah antar dua pemerintah daerah ini. Di depan IDI dan PERSI, Risma mengeluhkan warganya yang sakit tak dapat tempat merawat. Pasien Covid dari luar kota yang dipersalahkan.
Sejak Surabaya diumumkan sebagai kota zona merah Covid-19 oleh Pemerintah Provinsi Jatim, walikota perempuan pertama kota pahlawan ini memang sering tampil uring-uringan. Seakan ia tidak terima kotanya dianggap gagal melawan pagebluk yang melanda dunia ini.
Kedua ya yang baru saja terjadi. Saat Risma tiba-tiba bersujud sambil menangis. Mencium kaki seorang dokter: Dr Sudarsono. Minta dia tidak disalahkan oleh Ketua Pinere RS Dr Sutomo itu.
Di depan IDI dan Persi Surabaya itu, Risma kembali berkeluh kesah. Mengaku ditolak saat ingin banyu baju hazmat atau APD (alat pelindung diri) ke RS rujukan Covid-19 milik provinsi ini.
Begitu grantesnya dia. Sampai bilang dia memang goblok, tak layak jadi walikota Surabaya. ''Maaf, jangan salahkan saya,'' katanya sambil memegangi kaki dokter.
Tindakan Risma ini langsung viral ke mana-mana. Sebab, itu bukan kali pertama sejak pagebluk corona menimpa warga Surabaya. Marah-marah, menangis dan merasa disalah-salahkan melekat dalam dirinya.
Saya sempat berpikir kenapa selalu di depan IDI dan Persi. Apakah kedua organisasi itu sengaja mengadu ke walikota tentang kondisi RS yang menjadi wewenang dan tanggungjawab propinsi ini?
Tapi masak organisasi profesi dokter dan rumah sakit ini sengaja membuat keruh hubungan walikota dan gubernur saat keduanya harus bergandeng tangan. Saat pandemi yang sudah membawa banyak korban nyawa ini perlu penanganan bersama-sama.
Tadi malam saya baru mendapat jawaban sebenarnya. Dari seorang dokter yang juga pengurus IDI Surabaya. Juga dokter di RS Dr Sutomo. Sayang ia tak bersedia namanya disebutkan untuk kepentingan publikasi.
Sebenarnya, kata dia, IDI dan Persi Surabaya ingin menjembatani agar ada koordinasi lebih baik dalam menangani pandemi ini. Meminta waktu khusus ke walikota untuk menyampaikan ide bagaimana agar sistem rujukan antar rumah sakit bisa berjalan baik.
Mereka berharap bisa menyampaikan beberapa usulan yang mungkin bisa mengatasi penanganan pandemi di kota ini. Sebab, antar rumah sakit belum ada mekanisme rujukan yang jelas dalam menangani pandemi ini. Orang juga bingung ke rumah sakit mana jika terpapar.
Sebab, para dokter dan rumah sakit lah yang selama ini berada di garda depan dalam penanganan pasien Covid. Yang sampai saat ini belum juga melandai. Meski PSBB telah diakhiri dan memasuki tatanan normal yang lebih longgar.
Tapi apa lacur, niat baik itu justru tak berakhir sesuai yang harapan. Respon Walikota Risma yang terkesan emosional ini malah membuka babak baru konfrontasi antara Pemkot Surabaya dan Propinsi Jatim.
Para dokter dan rumah sakit di Surabaya menjadi bingung lagi. Upaya membangun kolaborasi dan komunikasi antar elemen dalam penanganan Covid menjadi berantakan kembali. Bahkan bisa membuat orang salah paham terhadap kedua organisasi ini.
Saya pun jadi ikut menyesal sempat punya pikiran jelek terhadap IDI dan Persi Surabaya. Yang sempat berpikir mengapa IDI dan Persi Surabaya tega mengadu domba antar dua pimpinan daerah di Jatim ini.
IDI dan Persi sudah seharusnya selalu mencari cara terbaik mengatasi para pasien Covid-19 yang masih banyak di kota ini. Apalagi sudah banyak dokter dan tenaga medis yang ikut terpapar sampai meninggal.
Inilah niat baik IDI dan Persi yang berbuah sujud dan tangis. Yang belum menghasilkan solusi pasti dalam memenangkan perang melawan pandemi.
Maaf...maaf...Saya sempat salah sangka terhadap IDI dan Persi Surabaya.
Advertisement