Surat Pungutan di RT 03 Bangkingan Resmi Tidak Diberlakukan
Surat keputusan tentang penarikan iuran yang dikeluarkan oleh RW 03 Kelurahan Bangkingan akhirnya tidak diberlakukan. Selain berbau pungli, surat itu berisi sebutan diskriminatif.
Ketua RW 03, Paran meminta maaf. Menurutnya, kata-kata pribumi dan non pribumi dalam redaksi surat tersebut tidak sengaja dibuat.
"Sekali lagi mohon maaf apabila ada salah satu pihak yang tidak nyaman, tersinggung. Ya sekali lagi saya mewakili pengurus RW 03 mohon maaf. Dan tidak ada maksud untuk mendiskreditkan suatu etnis," kata Paran.
Paran mengaku, kata pribumi dan nonpribumi yang dicantumkan disurat edaran tersebut hanya copy paste dari surat edaran dari pengurus sebelumnya.
Pihaknya memakai kata-kata tersebut juga tidak bermaksud menyudutkan satu etnis tertentu. Sebab, selama ini kata itu dianggap biasa.
"Redaksional pribumi dan nonpribumi itu tidak ada kesengajaan menyudutkan etnis tertentu. Kebetulan kata pribumi itu kami adopsi dari redaksi surat yang lama," katanya.
Paran mengaku, usai melakukan mediasi dengan polisi, akhirnya diberi arahan untuk merevisi surat keputusan tersebut.
"Usai dipanggil polisi, saya bersama pengurus RT dan tokoh masyarakat mengadakan rapat dan menyepakati untuk membatalkan aturan itu dan semua yang bertentangan. Karena bisa berbahaya," katanya.
Lanjut Paran, kini pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Lurah Bangkingan, dan Camat Lakarsantri.
"Sudah gak berlaku surat keputusan itu. Sekarang, kita serahkan ke kelurahan dan kecamatan. Masih nunggu arahan," katanya.
Sementara, dari rilis yang diterima Ngopibareng, Ketua DPRD Surabaya Kota, Adi Sutarwijono mengatakan, munculnya peraturan pungutan yang mencantumkan kata 'nonpribumi' semestinya tidak perlu terjadi.
"Tidak akan terjadi, bila Lurah Bangkingan menyadari secara menyeluruh Perda 4 tahun 2017. Dan Lurah menggunakan kewenangannya untuk melakukan pengawasan atas pungutan kepada masyarakat oleh RT dan RW, sebelum peraturan diberlakukan," kata Awi, sapaannya.
Awi berharap, seluruh lurah harus menyadari kewenangannya dalam pengawasan pungutan RT/RW, sehingga tidak terjadi peristiwa seperti di RW 3 Kelurahan Bangkingan.
"Kita sepakat menjaga Kota Surabaya yang toleran, tidak diskriminatif, tidak rasis. Terlebih Wali Kota Surabaya, DPRD, dan semua komponen masyarakat sangat aktif mengkampanyekan pentingnya hidup berdampingan secara damai," katanya.
Pencantuman kata 'pribumi' dan 'nonpribumi' dalam peraturan warga, kata dia, merupakan diskriminatif. Itu bertentangan dengan UU 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
"Saya mendapat laporan pengurus kampung RW 3 Kelurahan Bangkingan segera menyadari kekeliruan tersebut. Dan mereka telah mencabut peraturan RW tentang pungutan warga yang mencantumkan kata 'nonpribumi'," ujar Awi.
"Pembatalan itu dituangkan dalam resume rapat, yang ditulis tangan dan ditandatangani bersama para pengurus kampung," katanya.