Sudah Diresmikan, Koleksi Museum Pendidikan Terus Ditambah
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya terus mengisi koleksi Museum Pendidikan Surabaya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Antiek Sugiarti mengatakan, pengisian koleksi terus dilakukan, untuk menambah dan koleksi Museum Pendidikan semakin beragam.
"Kita akan tambah beberapa koleksi, utamanya tentang pendidikan. Agar semakin variatif dan menarik," kata Antiek, Selasa 26 November 2019.
Ia juga menyebutkan, pengisian yang dilakukannya dibantu langsung oleh komunitas vintage atau sejarah di Kota Surabaya dan Indonesia. Selain membantu isi koleksi museum pendidikan, komunitas sejarah juga membantu Disbudpar mengisi museum-museum lainnya yang dibangun Pemkot Surabaya.
"Kita kolaborasi dengan mereka para kolektor untuk mengisi museum kita. Seperti Museum 10 Nopember, Museum Olahraga, sampai Museum Pendidikan," tuturnya.
Meski bekerjasama dengan para kolektor, Antiek mengaku tetap akan melakukan checking terhadap keaslian barang-barang dari kolektor. Untuk itu, ia mengaku bekerjasama dengan narasumber ahli maupun kurator berkaitan dengan keaslian barang, tahun pembuatannya, dan lainnya.
"Kita tetap lakukan checking terhadap barang itu. Biar kita tahu asalnya darimana, kalau ada tulisannya itu artinya apa, dan lain sebagainya," kata Antiek.
Sementara itu, Ketua Umum Surabaya Vintage Community, Ali Budiono, mengatakan, komunitasnya menyerahkan puluhan barang kuno kepada Pemkot Surabaya untuk dipajang di Museum Pendidikan.
Ia mengaku, setelah mendapat informasi bahwa Pemkot Surabaya membutuhkan koleksi, ia dan tim mengumpulkan barang-barang sejarah selama tiga bulan. Antara lain Sabak, buku tulis, buku pelajaran, manuskrip atau naskah kuno, mesin ketik, hingga alat laboratorium.
"Ini kita cari dari luar kota. Mesin cetak dari Percetakan Muhammadiyah Yogyakarta," kata Ali.
Ia mengaku kesulitan saat mencari barang-barang kuno tersebut. Alasannya, di Surabaya sudah jarang orang yang mengkoleksi barang-barang sejarah pendidikan. Kalau pun ada, mereka tidak mau koleksinya disumbangkan ke Museum Pendidikan.
"Di Surabaya itu sulit sekali menemukan barang yang sesuai. Sabak itu kita dapat di daerah Jawa Tengah," katanya.
Selain mendapatkan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, barang yang diberikan kepada Pemkot Surabaya untuk mengisi Museum Pendidikan juga berasal dari Sumatera dan Kalimantan.
"Seperti manuskrip itu kami dapat dari Aceh. Berasal dari daun lontar. Kertas Daluang yang ditaruh di atas kertas Eropa. Itu dari tahun 1700-1800-an," katanya.
Beberapa barang yang diperoleh di Surabaya adalah buku-buku pelajaran zaman Belanda dan Jepang hingga di era kemerdekaan. Buku-buku tersebut beberapa di antaranya adalah ijazah sekolah Tionghoa, sekolah Belanda, dan lainnya.
"Kalau yang dokumen masih banyak di Surabaya. Makanya kami dapat lumayan banyak dan beragam," katanya.
Ia mengaku dengan ikhlas menyerahkan benda-benda koleksi komunitasnya kepada Pemkot Surabaya untuk Museum Pendidikan. Ini semata-mata agar koleksi tersebut bisa digunakan sebagai media belajar bagi anak-anak. Khususnya terkait dengan sejarah pendidikan di Indonesia.
"Biar anak-anak sekarang tahu bagaimana sekolah zaman dulu. Kita menggunakan sabak dan lainnya. Anak-anak sekarang supaya mengerti susahnya mengenyam pendidikan zaman dahulu," katanya.