Sudah 827 Hari Novel Baswedan Menunggu dan Tetap Menunggu
Memasuki hari ke-827 setelah Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor tidak dikenal pada 11 April 2017, penyidik KPK tersebut masih harus kembali menunggu kasusnya tersebut terungkap.
Pasalnya, hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras yang sudah bekerja sejak 8 Januari 2019 berdasarkan penugasan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian itu adalah rekomendasi agar Kapolri membentuk tim teknis.
Tujuan tim teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal yang diduga terkait dengan perkara tersebut.
"TPF merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki oleh TPF," kata Juru Bicara Tim Pencari Fakta, Nur Kholis, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu kemarin.
Tiga orang yang dicurigai itu adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel Baswedan pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudu Masjid Al Ihsan menjelang Subuh pada 10 April 2017.
Dalam investigasinya, TPF tidak menemukan alat bukti yang cukup dan meyakinkan bahwa saksi-saksi terlibat melakukan kekerasan terhadap Novel.
Hasil investigasi juga menemukan bahwa penyiraman air keras terhadap wajah korban bukan untuk membunuh melainkan membuat korban menderita.
"Serangan bisa dimaksudkan untuk membalas sakit hati atau memberi pelajaran terhadap korban. Serangan itu bisa dilakukan atas dasar kemampuan sendiri atau dengan menyuruh orang lain," katanya.
Pihaknya menengarai pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK yang menangani sejumlah kasus korupsi kelas kakap, berpotensi menimbulkan serangan balik dari orang yang sakit hati atau dendam terhadap Novel.
Hasil rekaman CCTV beresolusi rendah dari rumah Novel tidak dapat mengidentifikasi kendaraan dan dua pengendara motor pelaku penyiraman, kendati TPF telah mendapatkan bantuan teknis dari Australian Federal Police (AFP) untuk memperjelas resolusi gambar.
Mengurutkan peristiwa
Novel disiram air keras oleh dua pria tidak dikenal di dekat rumahnya, di Jalan Deposito, depan Masjid Al Ikhsan RT 03/10 Kelapa Gading, Jakarta Utara, usai shalat Subuh pada 11 April 2017, pukul 05.10 WIB.
Pelaku menyiram air keras dari motor yang dikendarainya. Saat Novel menengok ke belakang, ia langsung disiram.
Akibat kejadian itu, Novel mengalami luka di bagian wajah dan bengkak bagian kelopak mata kiri, sedangkan pelaku melarikan diri setelah menyiramkan larutan asam sulfat itu.
Setelah terkena air keras, Novel pun kembali ke masjid dekat rumahnya dan dibantu para tetangga berusaha membersihkan matanya dari air yang sangat membakar kedua matanya.
Ia dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, lalu dipindahkan ke RS Jakarta Eye Center (JEC) untuk mendapatkan perawatan intensif. Keesokan harinya, 12 April 2017, ia diterbangkan ke salah satu rumah sakit di Singapura.
Wakapolri saat itu, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Syafruddin, meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Muhammad Iriawan menangani kasus itu.
Iriawan mengatakan polisi langsung melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Air keras itu, katanya, ditempatkan dalam wadah cangkir.
"Alatnya ada cangkir, masih ada tapi secara keseluruhan sudah disiramkan," katanya saat itu.
Polisi pun mengatakan sudah memeriksa belasan saksi serta rekaman CCTV di rumah Novel terkait dengan perkara itu.
Selama dirawat di Singapore National Eye Centre (SNEC), Novel ditangani dokter ahli Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan hasil pemeriksaannya terdapat luka bakar akibat asam di rongga hidung Novel. Ia ditemani istrinya, Rina Emilda dan ibundanya. Penyidik KPK juga secara bergantian berjaga di tempat itu.
Rongga hidung sebelah kanan mengalami luka bakar di bagian luar rongga, sedangkan rongga hidung sebelah kiri mengalami luka bakar sampai bagian atas rongga hidung yang terletak dekat mata.
Perlahan namun pasti, kedua bola mata Novel pun mulai membaik meski dengan kemajuan yang sangat perlahan.
Mata kiri Novel yang awalnya buram mulai dapat mengenali angka dan huruf, tetapi silau bila terpapar cahaya karena selaput mata kiri banyak terbakar, karena banyak terkena siraman air keras.
Mata kanan Novel yang sudah bisa membaca dan mengenali huruf dengan lebih jelas.
Pada 10 Mei 2017, Polda Metro Jaya mengamankan seorang pria bernama Ahmad Lestaluhu yang sempat dicurigai sebagai pelaku penyiraman, akan tetapi keesokan harinya, pria itu dibebaskan karena polisi mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Lestaluhu adalah petugas keamanan salah satu spa di wilayah Jakarta.
Pada 18 Mei 2017, Polda Metro Jaya juga mengamankan seorang pria bernama Miko yang diduga terlibat penyerangan terhadap Novel karena ia pernah membuat video di "Youtube" yang menyampaikan bahwa ia merasa ditekan Novel Baswedan saat menjalani pemeriksaan kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Namun, pada 19 Mei 2017, Miko dibebaskan karena penyidik memastikan Miko berada di luar Jakarta saat penyerangan terjadi. Hingga saat ini belum ada kemajuan berarti atas pengusutan perkara ini.
Hingga hari-65 pasca-kejadian, Novel pun bersuara mengenai pelaku penyerangannya dalam wawancara dengan media asing "Time" di Singapura.
Novel mengungkapkan ada seorang jenderal polisi terlibat dalam insiden itu karena setelah dua bulan dan kasus itu belum juga selesai.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada 19 Juni 2017 bahkan pernah menemui pimpinan KPK di gedung KPK untuk membahas pengungkapan kasus Novel. Tapi hasil pertemuan itu hanyalah tawaran bagi KPK "menempel" dalam tim untuk mengusut pelaku penyiraman.
"Bahkan dalam pertemuan tersebut juga ditawarkan, 'silakan kalau mau bergabung temen-teman dari KPK'. Tapi kami juga penyelidik dan penyidik kasus korupsi, bukan pidana umum. Tawaran itu sangat baik, tapi kami evaluasi dulu bantuan apa yang bisa diberikan KPK ke Polri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada 19 Juni 2017.
Tujuan pembentukan tim agar informasi Polri dan KPK dapat lebih terbuka.
"Seandainya kita lebih terbuka dengan cara tim dari KPK bisa nempel, misalnya mengecek alibi orang-orang yang diduga dicurigai ada di dekat rumah Novel, cek alibinya. Istilahnya bahasa Jawa, 'dikew' bersama-sama tim KPK," tambah Tito.
Dalam pertemuan itu, Tito juga mengatakan tim dari Polda Metro Jaya sudah memeriksa 56 saksi.
Ia mengaku pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin menangani kasus itu, namun terungkapnya kasus tersebut juga bergantung kepada Tuhan.
"Pengalaman saya juga pribadi yang cukup banyak menangani kasus-kasus yang menonjol, usaha kita manusia 25 persen tapi tetap 75 persen itu Yang Maha Kuasa, mudah-mudah-mudahan Yang Maha Kuasa memberi jalan supaya kasus ini juga cepat terungkap. bagi kami punya utang kepolisian kasus ini," jelas Tito.
Pada 31 Juli 2017, Tito pun menemui Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan sketsa terbaru pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Ia menunjukkan sketsa pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167-170 cm, berkulit agak hitam, rambut keriting, dan badan cukup ramping.
"Nah kalau kita lihat ini agak berbeda dengan empat orang yang sudah diperiksa sebelumnya. Ada tiga orang yang diperiksa sebelumnya yang tadinya dua bulan sebelum peristiwa ada di sekitar rumah saudara Novel, yaitu dua orang, yaitu H dan M, tapi ciri-cirinya sangat jauh dengan yang ada di peristiwa karena ini tinggi badannya tidak ada yang di atas 160 cm, bahkan yang terakhir yang kita amankan namanya Lestaluhu berdasarkan keterangan saudara Novel," kata Tito di Kantor Presiden Jakarta, 31 Juli 2017.
Menurut dia, ada lima saksi yang disampaikan Novel dan pihak kepolisian juga sudah menemukan lima orang dan dihadirkan di Polsek Kelapa Gading, yaitu Hasan, Ahmad Lestaluhu, Mukhlis, dan satu anggota Polri dari Polda Metro Jaya.
"Dari empat orang ini semua saksi mengatakan negatif, mereka bukan pelakunya dan kita sudah mendalami empat orang ini alibinya tidak ada di TKP. Sejumlah CCTV sekitar 50 CCTV dalam radius satu kilometer juga sudah kita dapatkan. Berikut ada beberapa sekitar 100 lebih toko kimia yg sudah kita datangi yang menjual H2SO4, ini juga masih dalam pengembangan kita," katanya.
Namun, Tito meyakini tidak ada jenderal polisi yang terlibat dalam penyerangan Novel seperti diberitakan.
"Tidak ada jenderal polisi karena keterangan dari tiga orang ini mereka tidak ada hubungannya dengan perkara dugaan penganiayaan ini. Setelah dicek alibi mereka detail jam per jam, menit per menit, jadi saya kira sutradara yang hebat pun akan sulit membuat alibi-alibi seperti itu," ucapnya.
Meski sudah puluhan saksi diperiksa, hingga saat itu pihak kepolisian belum meminta keterangan Novel di Singapura.
Barulah pada 14 Agustus 2017, Novel diperiksa di KBRI Singapura oleh tim dari Polda Metro Jaya.
Dalam pemeriksaan itu, Novel rencananya juga akan ditemani tim dari KPK, termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo dan tim penasihat hukumnya saat diperiksa pihak kepolisian.
Saat pemeriksaan tersebut, Novel pun mulai tegas meminta dibentuk Tim Pencari Fakta Independen yang tidak mengandung unsur kepolisian untuk mengungkap kasusnya.
"Jadi tim gabungan pencari fakta tentunya tidak melibatkan anggota Polri, tapi melibatkan profesional, akademisi dan ahli-ahli lainnya yang kemudian bisa menjadikan suatu kinerja untuk melakukan pendalaman terkait peristiwa itu," kata Novel di Singapura pada 15 Agustus 2018.
Ia pun mengaku akan mengungkapkan nama jenderal kepolisian yang sebelumnya ia duga ikut dalam peristiwa penyerangannya itu kepada tim pencari fakta.
"Soal nama jenderal yang saya sebut yang lagi yang saya sampaikan terkait dengan peristiwa-peristiwa teror itu adalah konsumsi untuk tim gabungan pencari fakta karena kalau saya sampaikan ke penyidik itu hanya membebani pekerjaan-pekerjaan mereka yang toh juga tidak akan membuat mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik," tambah Novel.
Tepat pada peringatan hari kemerdekaan ke-72 RI, Novel menjalani operasi besar di Singapura, yaitu operasi artifisial yang akan menggunakan gigi sebagai salah satu obat pengganti kornea dan plastik artifisial, sedangkan bagian putih mata akan diganti dengan jaringan gusi.
"Dokter menyampaikan bahwa satu-satunya jalan agar mata kiri saya bisa melihat dengan cara operasi ini, operasi ini tentu membuat mata kiri saya terlihat berbeda warnanya, warnanya seperti merah dan bagian hitamnya menjadi lebih kecil tapi bagi dokter tentu harapannya fungsi penglihatan itu bisa kembali," katanya.
Pascaoperasi hari itu, Novel masih harus menjalani operasi lanjutan dua bulan ke depan.
Di Tanah Air, dorongan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) semakin deras meluncur, yaitu dari mantan pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Dadang Trisasongko, peneliti LIPI Mochtar Pabotinggi, aktivis Allisa Wahid.
Selain itu, Direktur Amnesti Internasional di Indonesia Usman Hamid, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan sejumlah tokoh lainnya.
Hingga akhirnya Novel kembali ke Tanah Air pada 22 Februari 2018, setelah hampir setahun menjalani pengobatan di Singapura. Ia disambut khusus di kantor KPK, gedung Merah Putih dengan rangkulan para kawan, aktivis antikorupsi, hingga orang-orang dekatnya.
Namun, hanya ada satu orang pimpinan KPK yang menyambut, yaitu Laode M. Syarif, sedangkan empat pimpinan lain harus melakukan tugas lain. Tidak tampak terlihat juga atasan Novel, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman yang sebelumnya sempat berkonflik dengan Novel.
Meski sudah kembali ke Tanah Air, Novel masih harus bolak-balik ke Singapura untuk memulihkan penglihatannya, sedangkan terkait dengan penanganan perkara masih belum ada titik terang.
Bahkan, pada 17 Juni 2018, Novel mengaku masih mendapat teror sepulang menjalani operasi mata di Singapura.
Dia mengatakan melihat terduga pelaku penyerangan berada di seberang rumahnya saat baru sampai di Indonesia pada 22 Februari 2018.
Pada 27 Juli 2018, Novel kembali bekerja di kantornya di gedung KPK. Novel tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.00 WIB disambut Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono, mantan pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, para aktivis antikorupsi, serta sekitar 200 pegawai KPK.
Dengan suara tegas Novel pun meminta setiap penyerangan ke pegawai KPK harus diungkap, jangan ditutupi.
"Kita tidak menuduh tapi apa adanya, tidak bicara di wilayah abu-abu, korupsi tidak akan bisa diberantas kalau ditutup-tutupi. Saya mendesak Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini, kenapa Presiden bukan Polri sebagai institusi? Karena polisi tidak mau mengungkap kasus ini, karena itu saya minta ke atasannya polisi," ungkap Novel.
Wadah Pegawai (WP) lalu membuat sayembara berhadiah sepeda bagi orang yang berhasil mengungkapkan penyiram air keras terhadap Novel. Sepeda pertama adalah jenis BMX warna hitam dan putih seharga Rp950 ribu yang dibeli di satu toko di Pasar Jumat.
Pemberian sepeda itu mengingatkan dengan kebiasaan Presiden Joko Widodo memberikan sepeda kepada masyarakat yang dapat menjawab kuis saat menghadiri suatu acara di daerah.
Dalam proses penyidikan, salah satu komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala sempat mengatakan bahwa Novel tidak kooperatif karena tidak bersedia diperiksa oleh kepolisian. Adrianus Meliala menyimpulkan adanya maladministrasi minor.
Pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memang sudah mengeluarkan surat nomor Sgas/3/I/HUK.6.6./2019 untuk membentuk tim gabungan yang ditugaskan mengungkapkan kasus ini.
Surat tugas tersebut berlaku selama enam bulan, mulai 8 Januari 2019 sampai 7 Juli 2019 dengan anggota yang berasal dari kalangan akademisi, LSM, mantan pimpinan KPK, Komnas HAM, Kompolnas, penyidik Polri hingga penyidik KPK. Tim diketuai Kabareskrim Komjen Idham Azis
Dalam peringatan #2TAHUNNOVEL pada 11 April 2019, WP KPK menghadirkan pergelaran musik dan mimbar bebas. Ada juga dialog budaya mendorong penuntasan kasus oleh budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun bersama Novel Baswedan serta jurnalis Najwa Shihab yang membawakan musikalisasi puisi.
Acara itu, untuk mendorong pengungkapan kasus tersebut.
Hingga habisnya masa tugas TPF dan akhirnya TPF mengungkapkan isi investigasi mereka, belum ada orang yang dinyatakan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kejahatan itu.
Sekali lagi, Novel masih harus menunggu (dan berjuang) lebih lama untuk menyingkap kebenaran dari kasusnya. (an/ar)