Sudah 637 Orang Tandatangani Petisi Pindahkan Gedung DPRD Surabaya
Tercatat sudah 637 orang yang meminta Gedung DPRD Surabaya dipindahkan dari komplek Balai Pemuda Surabaya. Hal itu terlihat dari petisi yang dilayangkan Henri Nurcahyo, seorang pegiat dan penulis seni budaya ini, di laman Change.org.
Apa yang dilakukan Henri ini adalah bentuk protes keras kepada Pemerintah Kota Surabaya dan DPRD Surabaya karena telah semena-mena membongkar satu-satunya ruang religius di Balai Pemuda, yakni Masjid Assakinah.
Tak hanya itu, gedung yang diperuntukan bagi seniman yakni gedung Dewan Kesenian Surabaya, dan Bengkel Muda Surabaya, rencananya bakal ikut tergusur, karena dianggap tidak memiliki surat yuridis formal untuk menempati lokasi Balai Pemuda.
Di atas lahan-lahan gusuran itu rencanya bakal dibangun bangunan mewah 8 lantai untuk kepentingan perkantoran anggota dewan.
"Pembongkaran masjid ini dilakukan dengan alasan bahwa keberadaan gedung DPRD Kota Surabaya sudah tidak layak dan tidak memadai lagi, kalau memang sudah dirasa tidak layak lagi berada di situ, mengapa bukan gedung DPRD Kota Surabaya saja yang pindah tempat?" ujar Henri, saat memperingati Maulid Nabi di atas puing-puing Assakinah, Jumat 1 Desember 2017.
Bagi Henri dan para budayawan, Balai Pemuda adalah gedung yang sarat dengan sejarah. Secara historis, Balai Pemuda dibangun tahun 1907.
Pada masa penjajahan Belanda dulu, gedung ini dijadikan tempat berpesta, dan tempat berkumpulnya orang-orang Balanda. Saat itu tempat ini sangat steril dari orang-orang pribumi. Karena itu tak heran bila ada prasasti yang bertuliskan 'Pribumi dan Anjing Dilarang Masuk'.
Kemudian pada September-November 1945 Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang dipimpin oleh tokoh pemuda Roeslan Abdulgani, gedung ini berhasil direbut. Selama penguasaan PRI, Balai Pemuda dijadikan markas pergerakan dan perlawanan arek-arek Surabaya kepada Inggris/Sekutu.
"Kompleks Balai Pemuda adalah sebuah pusat perjuangan semasa perang kemerdekaan," ujarnya
Di jaman kemerdekaan, Balai Pemuda difungsikan untuk kegiatan kepemudaan dan kesenian. Tahun 70-80, pernah digunakan sebagai kampus Akademi Seni Rupa Surabaya (Aksera) yang melahirkan tokoh perupa yang ternama. Begitu juga ada Bengkel Muda Surabaya, juga melahirkan seniman musik, teater, dan sastra yang legendaris.
"Kita berdosa pada Cak Roeslan Abdulgani kalau ternyata Balai Pemuda yang ruang publik ini menjadi arena perkantoran anggota dewan, dan banyangkan jika ada 8 tingkat gedung DPRD Surbaya di sini, maka seluruh komplek Balai Pemuda akan jadi parkiran anggota DPRD," ujar Henri.
Masjid Assakinah sendiri, dibangun dan diresmikan pada era walikota Sunarto Sumoprawiro tahun 1997. Sebelumnya, masjid Assakinah berdiri di atas tanah yang sekarang berdiri kantor DPRD Surabaya, namun kemudian masjid itu dibongkar tahun 1996, sebagai pengganti, Pemkot membangun masjid di sisi utara gedung utama Balai Pemuda.
"Sekarang Pemkot berniat merobohkan masjid As Sakinah yang berada di tengah-tengah kompleks Balai Pemuda, tanpa ada sosialisasi sama sekali, tanpa ada pembicaraan dengan elemen terkait. Pemkot beralasan bahwa lahan masjid akan digunakan untuk membangun Gedung DPRD Kota Surabaya berlantai 8 (delapan), dimana di bagian paling bawah digunakan untuk masjid sebagai pengganti. Pertanyaannya, kalau ada masjid berada di lantai bawah sebuah gedung bertingkat, apakah itu masih layak disebut masjid?," tandas Henri.
Esok, Sabtu 2 Desember 2017, para pelukis bakal melakukan aksi protes pembangunan gedung dewan senilai Rp 60 miliar itu.
Para perupa akan melukis bersama dengan obyek Balai Pemuda, termasuk reruntuhan masjid Assakinah ini adalah bentuk aksi penolakan seniman terhadap perobohan masjid dan kantor dua organisai seni yang sejak 1970 berada di kawasan cagar budaya ini. (frd)