Sudah 14 Kepala Daerah di Jatim yang Ditangkap KPK
Penangkapan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah panjang daftar kepala daerah di Jawa Timur yang terjerat kasus korupsi.
Malang Corruption Watch (MCW) menyebut ada 14 kepala daerah di Jawa Timur, termasuk Puput, yang ditangkap KPK dalam kurun 2017-2021. Enam orang di antaranya ditangkap lewat Operasi Tangkap Tangan atau OTT KPK. Jumlah tersebut menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan kepala daerah terbanyak yang ditangkap KPK.
“Penangkapan Bupati Probolinggo menempatkan Jawa Timur sebagai daerah dengan tingkat aksi maling uang rakyat yang melibatkan kepala daerah teratas di Indonesia.
Selain Puput, vsetidaknya 13 nama kepala daerah yang ditangkap KPK sepanjang 5 tahun terakhir. Mereka Bambang Irianto (Walikota Madiun), Achmad Syafii (Bupati Pamekasan), Eddy Rumpoko (Walikota Batu). Lalu, Mas’ud Yunus (Walikota Mojokerto), Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang), Mustofa Kamal Pasa (Bupati Mojokerto), Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk).
Kemudian, Mochamad Anton (Walikota Malang), Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung), Muhammad Samanhudi Anwar (Walikota Blitar), Setiyono (Walikota Pasuruan), Rendra Kresna (Bupati Malang), dan Saiful Ilah (Bupati Sidoarjo).
Aktivis anti korupsi Universitas Brawijaya Raymond, mengatakan dari 14 kasus tersebut, penangkapan skala terbesar adalah penangkapan Walikota Malang Mochamad Anton pada Agustus 2018 karena melibatkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang. Anton dan 41 anggota parlemen ini dicokok KPK dalam kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2015. Tiap anggota parlemen Kota Malang menerima suap antara Rp 12,5 juta sampai Rp 50 juta dari walikota.
“Ternyata desentralisasi tidak sepenuhnya bisa menjawab problem ketimpangan dan memperkecil potensi korupsi. Sebaliknya memperlihatkan otonomi daerah hanya jadi arena baru perampokan uang rakyat,” ujar Raymond yang juga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Ihwal penangkapan Bupati Probolinggo dan suaminya, menurut Raymond, tidak terlepas dari bangunan kekuasaan politik dinasti yang dirawat selama 18 tahun terakhir. Dinasti politik ini sudah ditata sejak Hasan Aminuddin jadi Bupati Probolinggo selama dua periode sampai digantikan sang istri.
Raymond menduga potensi kerugian negara mencapai puluhan dan bahkan ratusan miliar rupiah selama dinasti Hasan dan Puput berkuasa selama hampir 20 tahun. Potensi kerugian berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa, serta pajak dan aset daerah sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sepanjang 2016-2019.
Oleh karena itu, kata Raymond, mendesak KPK dan aparat penegak hukum di Kabupaten Probolinggo menelusuri dugaan korupsi lain yang pernah terjadi selama kepemimpinan Bupati Puput Tantriana Sari dan suaminya, dengan menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
MCW juga mendorong Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur untuk segera merombak struktur kekuasaan politik dinasti dengan memegang teguh prinsip politik demokrasi, partisipatif, transparan, dan akuntabel guna menciptakan sistem pemerintahan baru yang antikorupsi.
Advertisement