Suara Indonesia di PBB: Perhatikan Krisis Kemanusiaan Ukraina
Indonesia berkomitmen turut serta menjaga perdamaian dunia. Di forum dunia, Indonesia bersuara lantang untuk menolak terjadinya perang.
Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Duta Besar Arrmanatha Nasir, mendorong Majelis Umum PBB berkontribusi dalam krisis kemanusiaan di Ukraina.
Hal itu ia sampaikan dalam sesi khusus darurat PBB mengenai Ukraina, di Markas Besar PBB, New York, Senin 28 Februari 2022.
"Aksi kita di Majelis Umum PBB harus berkontribusi kepada kepentingan kemanusiaan yang lebih besar,” tegas Arrmanatha Nasir.
Mengawali pernyataannya di Majelis Umum PBB, Ia menyampaikan bahwa situasi di Ukraina telah mencederai tatanan perdamaian di Eropa Timur.
“Aksi militer di Ukraina mempertaruhkan nyawa warga sipil dan mengancam perdamaian serta stabilitas regional dan global,” tutur Dubes Arrmanatha Nasir.
Kembalikan Perdamaian di Ukraina
Untuk itu, Indonesia mendorong agar perdamaian segera dikembalikan di Ukraina. Dalam konteks ini, Indonesia mendorong semua pihak untuk memastikan solusi damai melalui dialog dan diplomasi.
“Semua pihak harus menghormati tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan hukum internasional, termasuk penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah,” jelas Dubes Arrmanatha Nasir.
Lebih lanjut, Arrmanatha mengingatkan, dalam situasi perang masyarakat sipil akan menanggung dampak terbesar.
Dalam konteks ini, ditekankan dua hal. Pertama, agar semua warga sipil yang membutuhkan dapat memperoleh akses bantuan kemanusiaan.
“Saya meminta semua pihak untuk memasikan safe passage kepada masyarakat sipil, terlebih adanya warga negara Indonesia di Ukraina dalam proses evakuasi,”ujarnya.
Mengakhiri pernyataan, Dubes Arrmanatha Nasir menyebut, konflik dan ketegangan tidak memberi manfaat untuk siapapun. Untuk itu, Indonesia PBB mengajak anggota Majelis Umum PBB untuk fokus kepada upaya membawa perdamaian di Ukraina.
Pertemuan emergency special session Majelis Umum PBB kali ini, dilaksanakan atas permintaan yang didukung 11 negara anggota Dewan Keamanan (DK) PBB.
Menyadari sulit dicapainya konsensus di DK PBB, Indonesia berupaya menjembatani terciptanya resolusi konstruktif, dan tergabung dalam kelompok kecil perumus resolusi di Majelis Umum PBB terkait agresi di Ukraina.