Stunting di Cepu Tinggi, Wilayah Kelurahan Tak Ada Anggaran
Kasus stunting di Kelurahan wilayah Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah, butuh mendapat dukungan intervensi untuk menurunkan angka stunting. Sebab, di kelurahan tidak ada anggaran dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) untuk menanggulangi semakin tinginya angka kasus tersebut.
Stunting di Cepu ini Menurut camat Cepu Bambang Soegiyatno , ini perlu ada penanganan serius. Melihat data jumlah stunting terus meningkat. Dari tahun 2019 terdapat 239 kasus, tahun 2020 terdapat 254 kasus, tahun 2021 meningkat menjadi 277 kasus. Ini adalah jumlah akumulasi dari desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Cepu.
"Kami akan konsentrasi penanganan di wilayah-wilayah kelurahan. Karena mereka tidak ada anggaran untuk penanganan stunting. Berbeda dengan desa yang sudah ada Dana Desa (DD), mereka bisa mengalokasikan dana yang ada untuk penanganan stunting," jelasnya.
Sementara, di Cepu ini ada 3 Puskesmas untuk melayani 17 desa dan kelurahan. Di antaranya, Puskesmas Kapuan, Puskesmas Cepu dan Puskesmas Ngroto. Adapun untuk kelurahan yang ada di Kecamatan Cepu ini, berada di wilayah kerja Puskesmas Ngroto dan Puskesmas Cepu.
Khusus untuk kelurahan, lanjut camat, akan diusahakan menggandeng perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Cepu. Untuk berpartisipasi penanganan stunting melalui program CSR-nya
Terpisah, Plt Kepala Puskesmas, Ngroto Pamudji menjelaskan, berdasarkan hasil penimbangan serentak bulan Agustus 2021 lalu, dan sudah terinput melalui aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) didapatkan hasil bahwa kasus stunting di wilayah Puskesmas Ngroto sebanyak 151 kasus.
“Pencatatan dilakukan setiap bulan Agustus. Karena pemantauan dan penanganan itu dilakukan antara 3-6 bulan. Selama waktu tersebut bisa bertambah maupun berkurang,” jelasnya.
Ngroto Pamudji merinci untuk tahun 2021 lalu, dari Kelurahan Ngroto terdapat 33 kasus, Kelurahan Karangboyo sebanyak 38 kasus, Kelurahan Ngelo sebanyak 23 kasus, Desa Nglanjuk 18 kasus, dan Desa Sumberpitu senyak 29 kasus.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, selama tiga tahun sebelumnya, kasus stunting di wilayah Puskesmas Ngroto cenderung meningkat. Tahun 2018 terdapat 25 kasus, tahun 2019 terdapat 115 kasus, dan tahun 2020 terdapat 158 kasus.
Menurut Pamudji, berdasarkan hasil validasi terhadap kasus stunting di tahun 2021 didapatkan kesimpulan bahwa penyebab tingginya kasus stunting didominasu oleh pola asuh yang kurang tepat sebanyak 74%. Sisanya karena ibu hamil dengan risiko tinggi KEK sebanyak 4 persen, perokok dan penyakit sebanyak 12 persen BBLR sebanyak 1,3 persen dan kondisi lain sebanyak 4,6 persen.
“Persentase paling tinggi penyebab kasus stunting yaitu pola asuh yang kurang tepat. Pola asuh tersebut meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian MP-ASI yang dimulai sejak usia 6 bulan, penanganan penyakit serta pemantauan tumbuh kembang balita,” jelasnya.
Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi kasus stunting, Pamudji menjelaskan, memberikan konseling dan penyuluhan kepada ibu balita di posyandu maupun saat kegiatan kelas stunting dan kelas balita.
“Yang diharapkan dapat sedikit demi sedikit mengubah pola pikir ibu untuk lebih memperhatikan status gizi balita,” ujarnya.
Untuk penanggulangan dan pencegahan menurut dia, jika bayi yang lahir dengan panjang badan di bawah normal, dan termasuk stunting maka dapat dilakukan upaya pencegahannya berupa intervensi pemberian sirup. Dilakukan selama 3 bulan dengan pemantauan setiap minggunya. Serta konseling kepada ibu bayi untuk berusaha selalu memberikan asi eksklusif sampai 6 bulan.
Selanjutnya, jika sudah memasuki usia 6-59 bulan, upaya penanggulangannya dapat berupa pemberian sirup zinc dan konseling kepada ibu. Untuk memperhatikan MP-ASI yang diberikan kepada anaknya. Serta memperhatikan hygiene dan sanitasi.
Untuk wilayah Puskesmas Cepu, pada tahun 2021 terdapat 59 kasus stunting, menunjukkan tren peningkatan dibanding 2 tahun berikutnya. Masing-masing tahun 2019 terdapat 48 kasus dan tahun 2020 meningkat menjadi 50 kasus.
Adapun sebaran kasus di tahun 2021 tersebut, di Kelurahan Cepu sebanyak 14 kasus, Kelurahan Balun sebanyak 4 kasus, Kelurahan Tambakromo sebanyak 17 kasus, Desa Mulyorejo sebanyak 7 kasus, Desa Mernung sebanyak 12 kasus dan Desa Kentong sebanyak 5 kasus.
Plt Puskesmas Cepu Suhadak, menyampaikan, Penyebab tingginya angka stunting di wilayahnya, menurut dia, masih adanya ibu hamil KEK dan anemia, Sanitasi lingkungan yang masih rendah, Pola asuh yang masih buruk, Tingkat pengetahuan orang tua tentang pemberian makanan anak yang masih rendah, dan Sosial ekonomi yang kurang.
Untuk menangani kasus stunting tersebut, pihaknya melakukan kelas ibu hamil, Kelas balita stunting, Edukasi PMBA, Kerjasama lintas sektoran dan pihak swasta maupun BUMD, serta Penyuluhan kesehatan.