Stoner: Ducati Harus Ciptakan Motor Nyaman untuk Pembalap
Ducati Lenovo merupakan tim terkuat saat ini. Mesin Ducati Desmosedici GP22 sangat powerful. Anggaran balapnya pun juga termasuk yang terbanyak.
Tapi mengapa hingga paruh musim balap 2022 ini Ducati terlihat sulit menggapai juara? Bahkan mimpi mengejar juara dunia pun tampaknya harus kandas.
Casey Stoner, mantan pembalap MotoGP angkat bicara. Pembalap asal Australia ini adalah satu-satunya pembalap yang berhasil membawa Ducati menjadi juara dunia di 2007.
Saat itu, MotoGP memberlakukan regulasi mesin baru maksimal 800cc (sebelumnya, 2002-2006, maksimal kapasitas mesin adalah 990cc).
Yang diraih Stoner bersama Ducati pada MotoGP 2007 memang sensasional. Stoner menguasai 10 Grand Prix dari total 18 balapan musim tersebut. 14 kali naik podium untuk mengoleksi total 367 poin.
Stoner sendiri melihat persaingan di MotoGP musim ini sangat menarik, menyusul banyaknya hasil tidak terduga. Seorang pembalap bisa menang di satu akhir pekan, tetapi seminggu kemudian juara di seri sebelumnya harus berusaha ekstra keras hanya untuk finis di 10 besar.
Soal performa Ducati, Stoner menyarankan agar pabrikan asal Borgo Panigale, Bologna, Italia itu lebih banyak mendengarkan masukan dari pembalapnya untuk pengembangan motor.
“Awal hingga pertengahan musim ini terasa sulit bagi Ducati. Mereka selalu melihat perkembangan teknis tetapi lantas menemui banyak kesulitan,” ujar Stoner seperti dikutip Radio Sportiva.
Stoner menilai Ducati terlalu fokus pada pengembangan motor. Celakanya, apa yang ingin dilihat oleh para insinyur di motor, bukan apa yang diinginkan para pembalap.
“Para insinyur Ducati mampu membuat sepeda motor sesuai keinginan mereka. Bukan keinginan pembalap yang ada di atas sadel. Jika pembalap tidak merasa nyaman, ia takkan mendapatkan hasil bagus,” tutur juara dunia MotoGP 2007 dan 2011 (bersama Repsol Honda) itu.
Stoner pun menyebut bila dahulu, pabrikan seperti Yamaha dan Honda membangun motor yang benar-benar mampu bekerja bagus untuk pembalap.
“Dalam kejuaraan sekelas MotoGP, hanya itu (rasa nyaman di atas motor) yang diminta pembalap untuk bisa menjadi juara,” ucap mantan pembalap yang mundur dari MotoGP pada akhir 2012 itu.
“Para insinyur Ducati selalu mencari sesuatu yang istimewa, yang bahkan mungkin tidak ada. Dan ketika melakukan sesuatu yang istimewa, mereka percaya itu satu-satunya cara untuk sampai ke sana (merebut gelar juara dunia).
Namun, jangan lupa bila hingga kini tidak ada motor yang menang tanpa pembalap. Dengan kata lain, sudah saatnya Ducati harus lebih memperhatikan (masukan dan kebutuhan) pembalap dan mengurangi fokus ke motor,” tutup pemenang 38 Grand Prix dan 69 podium di kelas MotoGP ini.