Stok ARV Menipis, ODHA Desak Kemenkes Bertindak
Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang harus terus dikonsumsi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) agar tetap sehat. Untuk itu pengobatan ARV ini tidak boleh terputus.
Namun, kini stok ARV bagi pengidap HIV dan AIDS mengalami krisis. Hal ini memicu gabungan lebih dari 70 Lembaga Swada Masyarakat (LSM) dari seluruh Indonesia berteriak. Mereka mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto untuk segera mengambil langkah emergensi guna memastikan ODHA tidak putus pengobatan.
Sebenarnya, kejadian ini bukan pertama kalinya. Diduga beberapa kali stok ARV di layanan terputus dan memaksa ODHA berganti obat bahkan putus pengobatan.
Direktur dari LSM Rumah Cemara Bandung, Aditia Taslim mengatakan, kesehatan adalah hak dan kebutuhanan yang paling mendasar bagi setiap manusia. ODHA juga merupakan warga negara yang haknya wajib dipenuhi dan dilindungi oleh negara.
Ketika isu kesehatan serta obat dijadikan komoditas, maka hak dan kebutuhan ODHA akan menjadi terancam.
"Kejadian stock-out ini bukan yang pertama kali terjadi, hal Ini bukti ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi warganya," ujar Aditia.
Menurut catatan dari LSM Indonesia AIDS Coalition, kejadian krisis stok obat ini sudah terjadi beberapa kali dalam dua tahun terakhir tanpa ada solusi kongkrit dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sudah dialokasikan guna pembelian ARV ini tidak bisa dieksekusi karena sistem dan mekanisme pengadaan obat ini tidak efisien.
Kekosongan stok ARV juga terjadi di beberapa rumah sakit di Jakarta. Wahyu Khresna dari Yayasan Kharisma menegaskan bahwa ODHA bukan hanya sekedar angka yang harus dikejar.
"ODHA adalah warga negara yang hrs dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh negara dan kebutuhan yang sangat mendasar bagi ODHA adalah obat ARV dimana saat ini terjadi banyak kekosongan di beberapa wilayah," ujar Wahyu Kresna.
Lebih lanjut, dia menegaskan ketika negara lalai dengan warganya maka perlu adanya sikap revolusioner untuk membantu negara dalam memenuhi kebutuhan warganya.
Ketakutan pun dirasakan oleh ODHA tentang keberlangsungan hidupnya. Seperti yang dikatakan Baby Rivona, Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia. Menurut Baby, ARV adalah nyawa baginya dengan kondisi saat ini ia pun merasa terancam.
"Jujur situasi ini membuat saya takut. Ketakutan saya adalah siapa yang akan menjamin kehidupan anak saya jika saya mati. ARV buat saya adalah harga mati” tanda Baby Rivona.
Menanggapi hal tersebut, Jaringan Indonesia Positif (JIP) yakni jaringan nasional dari ODHA yang mewadahi ODHA di seluruh Indonesia sangat mengecam situasi ini.
Stok ARV yang kosong membahayakan kesehatan orang yang hidup dengan HIV, merusak upaya untuk menghentikan epidemi dan mendiskreditkan upaya mengoptimalkan proses pengadaan obat-obatan esensial khususnya ARV.
JIP mendesak semua pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Lembaga PBB (UNAIDS, WHO, UNDP, UNICEF, UNFPA), perusahaan farmasi, dan organisasi masyarakat untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini.
Jika diperlukan, mengupayakan opsi pasokan mendesak obat-obatan sebagai bantuan kemanusiaan juga harus digunakan.