Stiker Warga Miskin di Pintu Rumah, DPRD: Tolong Dikaji Kembali
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti meminta Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan Pemerintah Kota Surabaya mengkaji kembali kebijakan menempelkan stiker khusus warga miskin, yang ditempel di rumah-rumah warga golongan miskin.
Meskipun penempelan stiker tersebut sudah tertuang dalam aturan Perwali Nomor 106/2022 sesuai peraturan pemerintah pusat, namun tetap menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Menurut Reni, penempelan stiker itu harus dikaji dalam segala aspek.
Reni menegaskan, Pemkot harus tahu sejauh mana dampak isi atau konten dalam stiker tersebut terhadap keluarga penerima. Apakah pelabelan warga miskin menjadi beban mental tersendiri atau tidak.
"Saya menyarankan kepada dinas sosial untuk mengkaji kembali apakah ini secara aspek psikologi terhadap anak yang menghuni rumah tersebut misalkan, atau mungkin dari aspek sosial terkesan diskriminasi atau terkesan tidak sama dengan warga satu dengan yang lain," ungkapnya, Senin 16 Januari 2023.
Meski pro kontra stiker masih bergulir, Reni mengimbau agar pemerintah kota benar-benar serius dalam upaya pengentasan keluarga miskin melalui intervensi berkelanjutan.
Sebab hal ini selaras dengan tema APBD Kota Surabaya 2023. Yaitu peningkatan daya saing sumber daya manusia dan pemenuhan kebutuhan sosial berkelanjutan. Total APBD Kota Surabaya sendiri tahun ini sebesar Rp11 triliun.
"Kita berharap bahwa pengentasan kemiskinan itu benar-benar mengentaskan. Jadi tidak hanya membagi sembako secara temporer kemudian selesai," katanya.
Reni juga memaparkan terkait data angka kemiskinan di Kota Surabaya. Jumlah data keluarga miskin di Kota Surabaya sekitar 219.427 jiwa atau 75.069 KK. Sedangkan jumlah keluarga pra miskin sebesar 248.299 jiwa atau 72.799 KK.
Data Dinsos Kota Surabaya menunjukkan terjadi penurunan angka warga miskin pasca intervensi berdasarkan kriteria atau indikator terkait keluarga miskin tersebut. Di mana pada awalnya berjumlah 1.300.000 jiwa.
Berdasarkan Perwali yang mengatur, data angka kemiskinan tersebut terbagi menjadi dua. Ada data aktif dan data pasif. Intervensi bagi keluarga miskin dan pra-miskin juga berbeda. Terutama bantuan pusat lebih mengacu pada keluarga miskin. Seperti PKH, BPNT, BST dan sebagainya.
Reni Astuti menegaskan, keluarga miskin harus dientaskan lewat intervensi berupa perlindungan maupun pemberdayaan tanpa melalaikan intervensi terhadap keluarga pra-miskin. Ia khawatir apabila keluarga pra miskin tidak tersentuh atau tidak terintervensi akan masuk menjadi kategori keluarga miskin.
"Yang kita harapkan ialah bagaimana keluarga miskin menjadi keluarga pra-miskin, kemudian meningkat lagi menjadi mentas dari data kemiskinan," tuturnya.