Startic, Produk Daur Ulang yang Dulang Kesuksesan
Sak semen ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku produk fashion. Di tangan Vania Santoso dan kakaknya Agnez Santoso, kertas sak semen bisa diolah menjadi tas, dompet, serta aksesoris lain yang trendi dan fashionable.
"Insipirasi awalnya itu dari lingkungan sekitar nih. Kadang warga sini bangun-bangun gitu, di situ pasti ada sak semen kan. Nah, dari situ kita berfikir enaknya sak semen itu enaknya diapain ya," ujar Vania, dalam sebuah wawancara.
Berawal dari kepeduliannya terhadap lingkungan, Vania bersama sang kakak, mendirikan klub lingkungan AVPeduli di Surabaya pada tahun 2005. Anggota klub ini merupakan generasi muda yang aktif dalam gerakan pelestarian lingkungan.
Lalu pada 2007, AVPeduli mulai mengembangkan lini bisnis sosial, saat itu istilah produk go green belum sepopuler sekarang. Mereka mengawalinya dengan mendaur ulang plastik, lalu berkembang ke sak semen.
Berpegang pada penelitian cara mengolah sak semen dari kampusnya, Universitas Airlangga (Unair), Vania bersama kakaknya akirnya memanfaatkan sak semen dan menjadikannya material yang kuat, tahan air, dan ramah lingkungan.
Tak hanya itu, agar menarik, metode pewarnaannya menggunakan pola celup dengan bahan pewarna alami. Agar makin menarik, bagian luar sak semen juga dilapis formula hasil penelitian dari Unair yang salah satu bahan dasarnya merupakan getah pinus.
Formula ramah lingkungan inilah yang membuat sak semen tampak kuat dan mengkilat bagai dilapis pernis.
Tak sulit untuk memperoleh bahan baku, Vania bekerjasama dengan kontraktor, bank sampah, dan warung-warung di Surabaya, Jawa Timur dan sekitarnya.
Startic, Artistic Eco-Fashion
Dalam setahun, AV Peduli dapat memproduksi 700 hingga 800 unit produk retail dan ribuan unit pesanan khusus berlabel 'Startic'.
Untuk produk tas, sak semen ini dipadukan dengan kulit agar lebih menarik namun ada pula yang memang material utamanya sak semen saja. Harganya dibanderol berkisar Rp 120 ribu hingga Rp 800 ribu per unit, tergantung tingkat kesulitan dan material paduannya.
“Tergantung ada pakai kombinasi (kulit ataupun material lain) atau pure sak semen saja,” kata Vania.
Dengan mengusung tagline ‘Artistic Eco-Fashion', sekitar 70 persen produksi AVPeduli dipasarkan ke mancanegara melalui pameran dan penjualan online, sedangkan 30 persen sisanya dipasarkan di berbagai toko dalam negeri.
“Ekspor yang paling rutin sampai saat ini dapat repeat order terus itu ke Belanda sama ke Australia. Jadi mayoritas justru pembelinya banyak yang tertarik itu malah dari luar negeri karena mereka suka (yang) go green gitu,” tutur Vania.
Vania mengatakan omzet bisnisnya dapat mencapai ratusan juta per tahun. Besaran biaya produksi berkisar 60 hingga 70 persen dari omzetnya.
Sekitar 60 persen dari keuntungan bersih dibagikan (profit sharing) kepada warga binaan AVPeduli sebagai pengrajin yang menunjang produksinya. Warga-warga itu berasal dari masyarakat marginal di tiga desa di Jawa Timur.
Pembinaan yang AVPeduli lakukan juga berupa pelatihan bagaimana cara mengolah sampah atau limbah seperti plastik, kertas, sak semen untuk menjadi produk daur ulang.
Binaan Semen Indonesia
Tahun 2011, AVPeduli mulai memasarkan merek Startic dan ikut serta pada roadshow bersama pemerintah dan pameran baik di dalam dan luar negeri, salah satunya oleh BUMN Semen Indonesia.
“Ke depannya, kita pengen bisa bikin lebih eksklusif, lebih high end lagi untuk produknya, dengan kualitas yang lebih oke,” tutur Vania.
Saat ini AVPeduli dengan produk Startic-nya tengah mengikuti gelaran Semen Indonesia Expo 2017, yang bertempat di Wisma A. Yani Gresik, sejak, Kamis, 28 Desember 2017 hingga 1 Januari 2018 nanti.
Semen Indonesia Expo 2017 diikuti sebanyak 366 pelaku usaha, yang terdiri dari bidang usaha otomotif, elektronik, properti, perbankan, serta kuliner.
Tak kalah penting ada 34 mitra binaan Semen Indonesia Group yang juga berpartisipasi dengan memamerkan produk unggulan mulai dari batik, makanan, furniture, fashion dan kerajinan yang dihasilkannya.
Semen Indonesia juga memberikan bantuan untuk 20 mitra binaan senilai Rp. 652 juta, yang diharapkan bisa meningkatkan dan memberdayakan kualitas produk masing-masing binaan. (frd)