Sri Mulyani, Ancaman Resesi Global!
Pandemi Covid-19 secara pelahan reda. Tapi, keredaan wabah global akibat virus corona, justru perlu diwaspadai adanya krisis ekonomi alias resesi global.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengingatkan terhadap situasi global yang diperkirakan akan mengalami resesi akibat pelemahan ekonomi. Saat ini pelbagai risiko global akan mendorong kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
"Kita tetap harus waspada karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi atau stagflasi sangat riil dan akan menjadi salah satu topik pembahasan kita," kata dia dalam konferensi pers di Nusa Dua Bali, Rabu, 13 Juli 2022.
Sri Mulyani menyebut, seluruh dunia saat ini tengah menghadapi konsekuensi dari masalah geopolitik dalam bentuk kenaikan harga pangan dan energi. Padahal inflasi juga sebelumnya sudah mengalami kenaikan sebagai dampak distribusi rantai pasok pascapandemi Covid-19.
Situasi Geopolitik
"Kemudian inflasi ini diperburuk dengan geopolitical situation perang di Ukraina yang menimbulkan dampak kenaikan harga pangan dan energi. Jadi ini triple hit dari sisi tadi supply disruption dan energi. Kenaikan yang tinggi inflasi ini sudah kita lihat di berbagai negara," ujarnya.
Dalam survei yang dirilis Bloomberg, Indonesia masuk dalam negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi. Dari daftar 15 negara Asia yang berpotensi mengalami resesi ekonomi, Sri Lanka memiliki potensi 85 persen, Selandia Baru 33 persen, lalu Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok.
Pembahasan Pertemuan G20 di Bali
Indonesia berada di urutan ke-14 dengan persentase tiga persen. Sri Mulyani mengatakan, Indonesia dianggap memiliki ketahanan yang cukup baik didukung indikator neraca pembayaran, APBN, ketahanan dan juga dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga yang relatif dalam situasi lebih baik.
"Ini tidak berarti kita terlena. Kita tetap waspada namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita. Apakah itu fiskal policy, monetary policy, OJK di finance sektor dan juga regulasi yang lain untuk memonitor terutama potensi exposure dari korporasi Indonesia," tuturnya.
Soal Sri Lanka
Pada bagian lain, Sri Mulyani menyebut Presidensi G20 Indonesia akan mengakomodir berbagai situasi global yang terjadi saat ini. Bahkan, masalah krisis yang terjadi di Sri Lanka juga menjadi pembahasan dalam pertemuan G20 di Bali. Para delegasi akan melihat berbagai faktor yang memengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi.
"Agenda pertama jadi penting sebab kita bahas isu aktual, perkembangan ekonomi global di sini faktor yang kontribusikan kinerja ekonomi global yang IMF, Bank Dunia, OECD semua mengatakan akan direvisi ke bawah. Inflasi, harga pangan, energi, dan situasi geopolitik ini dibahas dalam exit policy".
Pertemuan ketiga FMCBG digelar selama dua hari pada 15-16 Juli 2022. Sejauh ini, Presidensi G20 Indonesia terus melakukan komunikasi dengan para anggota G20 untuk ikut mencari solusi terhadap permasalahan ekonomi global sekarang.
"Kami terus komunikasi bilateral sehingga bisa menciptakan pembahasan G20 yang baik. Karena suasana luar biasa sekarang ini geopolitik sangat intens. Jadi memang kami yang punya kerja harus terus menjaga dan menciptakan suasana diskusi pembahasan dan komitmen bisa dihasilkan," ungkap Sri Mulyani.
Ia menambahkan memang setiap negara memiliki situasi dalam negeri yang sama. Pasalnya ketahanan negara juga bergantung pada berbagai indikator perekonomian masing-masing, yang tentunya juga menjadi dasar pengambilan setiap kebijakan oleh pemerintah.
"Tadi background setiap negara dari sisi kinerja pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, kinerja APBN, dan kinerja kebijakan moneter dilihat dari inflasi nilai tukar. Kami melihat berbagai kemungkinan risiko yang terjadi dan kami siapkan langkah untuk menanganinya," tutur Sri Mulyani.