SPSI Jatim Sayangkan Tindakan Lebay PMK Surabaya
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Timur menyayangkan aksi lebay Dinas Pemadam Kebakaran (PMK) Pemerintah Kota Surabaya yang memecat pegawainya. Pemecatan itu karena ada terindikasi terlibat dalam politik praktis di pemilihan Walikota Surabaya.
Ketua SPSI Jatim, Ahmad Fauzi menyampaikan, tindakan yang dilakukan oleh Dinas PMK sudah berlebihan karena pilihan demokrasi adalah hak dari individu. Sehingga, tidak ada satu pun yang bisa mengatur hak demokrasi masyarakat.
“Secara umum setiap warga negara bisa menyampaikan aspirasi adapun individu punya pilihan lain itu adalah hak prerogatif. Saya selaku Ketua SPSI yang konsesn memperjuangkan nasib pekerja sangat menyayangkan apalagi di luar ASN yang hadir seperti itu dianggap kesalahan fatal,” ungkap Fauzi.
“Demokrasi tidak boleh ada warning. Netral kita setuju, tapi sejauh mana unsur keterlibatannya harus didalami. Terlalu dini untuk menghakimi, kalau belum tahu jauh. Sebenarnya, kalau masuk ASN netral, tapi kalau masih kontrak maka netralitas jangan terlalu dibesarkan,” imbuhnya.
Mengecewakannya lagi, lanjut Fauzi, Dinas PMK Surabaya tidak melakukan prosedur yang sesuai dengan regulasi yang berlaku berupa pemberian peringatan.
“Sebenarnya harus ada, tiba-tiba langsung dipecat itu tidak benar. Hukum jangan tegas ke bawah. Ini demokrasi, harusnya dipanggil lalu diberi surat peringatan 1, 2, dan 3, kalau tak bisa baru sanksi” ujarnya.
Seperti dikabarkan sebelumnya, seorang pegawai kontrak Dinas PMK Surabaya bernama Fahrul Suganda dipecat oleh Dinas PMK Surabaya. Dia dipecat karena dinilai telah mencoreng netralitas organisasi perangkat daerah (OPD) dengan turun mengikuti kampanye pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya nomor urut dua, Machfud Arifin-Mujiaman.
Kronologis pemecatan ini, dijelaskannya karena ia terlibat dalam kegiatan MAJU pada hari Minggu 22 Oktober 2020 lalu. Namun, pada saat itu ia tidak membawa nama organisasi pemerintahan, melainkan murni sebagai Ketua RW 05 Gembong Barat, Kapasan, Surabaya.
"Waktu itu, kapasitas saya sebagai Ketua RW 05 Gembong Barat, Kelurahan Kapasan, bukan sebagai pegawai PMK. Bahkan itu hari Minggu, bukan jam kerja," ungkap Fahrul.
Lebih aneh lagi, surat pemecatan dirinya yang ditandangani Kepala Bidang Oprasional dan Peningkatan Kapasitas Dinas PMK Surabaya, Bambang Vistadi, tanpa ada peringatan terlebih dahulu.
"Pemecatan itu, tanpa SP 1(Surat Peringatan) atau SP 2. Tiba-tiba saya dipanggil dimintai keterangan setelah itu diberi surat pemecatan," aku Fahrul.
Menurut Fahrul, ini bentuk kesewenang-wenangan dan arogansi pemimpin, melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan yang jelas. Dengan pemecatan itu, Fahrul merasa telah dizalimi oleh penguasa saat ini.
Di sisi lain, saat dikonfirmasi, Kabag Operasional PMK Kota Surabaya, Bambang Vistiadi membenarkan kabar tersebut. Menurut dia, yang bersangkutan telah mengakuinya.
“Ada dokumentasi dia menggunakan atribut dan menghadiri ajakan mendukung calon walikota, yang jelas yang bersangkutan sudah mengakui apa yang sudah dilakukan,” kata Bambang.
Bambang mengungkapkan jika yang bersangkutan telah menyalahi aturan, dengan mendukung salah satu pasangan calon. Selain itu, lanjut dia, petugas PMK tidak mengenal hari Minggu.
“Kami prinsipnya cuma satu, kai ini PMK harus netral. Kami mencegah jangan sampai timbul kelompok. PMK juga tak mengenal hari Minggu. Apalagi kalau ada pasukan cadangan,” tutupnya.