Spiritual Kebangsaan di Tengah Kerekatan Sosial yang Memudar
Silaturahim perlu menjadi budaya yang terus meluas di masyarakat Indonesia, karena ini budaya yang sangat bagus, walaupun silaturahim sebagai ajaran agama tetapi di Indonesia sudah menjadi kultur (budaya).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, mengungkapkan hal itu dalam Silaturahim Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Awak Media, pada Kamis 30 Mei 2019 di Aula Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam kesempatan itu, Haedar menyebut Muhammadiyah dan media masa punya peranan penting untuk merekatkan persaudaraan bangsa, baik sesama umat beragama bahkan maupun antar golongan etnik dan suku bangsa.
“Manfaat silaturahim itu luar biasa, bagaimana kita bisa menyebarluaskan hal-hal yang ketika terputus kerana berbagai hal kita sambung kemabli. Nah menyambung kembali itu tidak gampang. Tetapi saya percaya Muhammadiyah dan media masa punya peranan penting untuk merekatkan itu,” kata Haedar.
Tujuan silaturahim sebagaimana yang disinggung Haedar adalah meningkatkan spiritual kebangsaan ditengah memudarnya kerekatan. Sebagaimana dalam Islam silaturahim punya makna yang khusus, silah itu mempertautkan dan ar-rahmi persaudaraan, atau rahim sumber dari nashab yang , artinya kembali bersaudara.
Seperti khutbah Nabi Muhammad SAW yang terakhir, yaitu kita sebagai manusia bersaudara dari Nabi Adam kemudian beragam dan menjadi umat yang bermacam-macam tetapi litaarofu, agar kita saling kenal-mengenal.
Tetapi silaturahim yang mendalam itu kata Nabi menghubungkan yang terputus.
“Hal ini yang agak berat, terputus kalau di keluarga rebutan waris, terputus di kehidupan bangsa karena pilihan yang berbeda yang sering berkepanjangan karena masuk di rasa dan hati. Lalu, terputus karena konflik-konflik kehidupan yang beragam bahkan karena agama bisa juga konflik,” jelas Haedar.
Haedar juga mengingatkan, agar politik tidak dilandasi hawa nafsu sebagaimana jika politik mengendepankan hawa nafsu tidak akan ada habisnya.
Walaupun politik memang keras, sebut Haedar pada titik yang paling krusial ketika harus berebut kepentingan karena itu keseksamaan moral dan nurani menjadi penting bagi kita juga akarnya pada hawa nafsu, perebutan apapun itu ekonomi, politik, budaya, agama itu adalah unsur kuat hawa nafsu.
“Sampai dalam Al-Qur’an Tuhanpun mengingatkan kita semua, manittakhaza ilahahu hawah (Al-Furqon: 43), orang-orang yang menuhankan hawa nafsurnya,” kata Haedar.
Untuk membentengi diri dari hawa nafsu yang bisa memicu konflik itulah Haedar menyarankan agar manusia bisa menahan diri, sebagaimana puasa, kalau kita tidak menahan begitu buka puasa seolah melepas semua hasrat yang ditahan selama puasa. Maka diingatkan dengan imsak, ketika kita berbuka itu ada imsak (menahan diri).
Nilai-nilai inilah sebut Haedar menjadi penting untuk terus ditanamkan agar terhindar dari dunia kehidupan begitu rupa dan arus globalisasi membawa limbah yang bermacam-macam dan menjadi tekanan bagi kita semua.
“Manfaat silaturahim itu luar biasa, bagaimana kita bisa menyebarluaskan hal-hal yang ketika terputus kerana berbagai hal kita sambung kemabli. Nah menyambung kembali itu tidak gampang. Tetapi saya percaya Muhammadiyah dan media masa punya peranan penting untuk merekatkan itu,” kata Haedar.