Spirit Jihad Mbah Hasyim di Masa Pandemi, Ini Apel Banser Kediri
Hari Santri yang di peringati setiap 22 Oktober merupakan, sebuah pengakuan terhadap perjuangan kaum santri yang panjang, yang bahkan telah dimulai berabad-abad sebelum kata Indonesia populer di kalangan kaum pergerakan tahun 1920-an.
“Memperingati Hari Santri berarti mencoba meneladani uswatun hasanah para ulama-pejuang kemerdekaan, para santri yang berjibaku meregang nyawa demi mempertahankan kemerdekaan bangsa,” ujar KH Abdul Nasir Badrus, Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Hikmah Purwoasri Kediri.
Hal ini disampaikan pada acara Apel Ansor dan Banser dalam rangka Perigatan Hari Santri diselenggarakan PC GP Ansor Kabupaten Kediri Jatim, Minggu 25 Oktober 2020 lalu, di Lapangan Desa Mragen, Purwoasri, Kediri.
"Hari Santri ini kita peringati. Agar kita mampu menerjemahkan, menerapkan, dan mengaplikasikan ruhul-jihad tersebut dalam menjawab tantangan saat ini dan masa depan. Karena itulah, melalui peringatan ini, dengan spirit Resolusi Jihad, kita, para santri, memiliki tanggung jawab moral untuk menjawab tantangan zaman,’’ jelas Kiai alumni Pesantren Tebuireng ini.
Menurut Gus Nasir, panggilan akrab, mantan Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kediri ini, penetapan hari santri terkait erat dengan seruan Resolusi Jihad yang dicetuskan KH Hasyim Asy’ari.
Pada tanggal 21 Oktober 1945 PBNU mengundang konsul-konsul NU seluruh Jawa-Madura untuk rapat di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Surabaya.
Dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah ini, PBNU menetapkan keputusan penting yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah.”
Keputusan bersejarah ini diumumkan tepat tanggal 22 Oktober 1945. Rapat ini merupakan respons yang progresif dan cepat para ulama NU atas adanya upaya kembalinya NICA Belanda ke tanah air dengan membonceng tentara Sekutu untuk menguasasi kembali Indonesia.
"Resolusi Jihad Fii Sabilillah dengan jelas memuat nilai nasionalisme yang berbasis ahlussunnah wal-jamaah, yaitu kewajiban mempertahankan kemerdekaan; NKRI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah yang harus dijaga dan ditolong; umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya, perang suci (jihad) ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius94 km; dan fardhu kifayah bagi mereka yang tinggal di luar radius tersebut,’’ katanya.
Nah, peristiwa 10 November 1945 di Surabaya yang dikenal sebagai hari Pahlawan, lanjut Gus Nasir, merupakan kelanjutan dari peristiwa Perang Rakyat Empat Hari pada 26 – 27 – 28 – 29 Oktober 1945, yaitu Perang antara Brigade ke-49 di bawah komando Brigjend Aulbertin Walter Sothern Mallaby dengan arek-arek Surabaya yang sangat heroik, yang menewaskan 2000 an lebih pasukan sekutu, termasuk Brigjend Mallaby yang terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945.
“Perang Rakyat Empat hari tersebut terjadi akibat adanya seruan Resolusi Jihad PBNU yang dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober 1945,’’ tegas putra KH Badrus Sholeh, pendiri Pesantren Al-Hikmah Purwasri Kediri ini.
Ia katakan, inilah sejarah penting yang melatari lahirnya hari Santri. Sejarah yang memungkinkan bangsa Indonesia tidak jatuh kembali ke tangan penjajah setelah sebulan sebelumnya kemerdekaan diproklamirkan.
Tidak salah jika ada yang berpendapat, tidak ada hari pahlawan tanpa Resolusi Jihad, alias Hari Santri. Resolusi Jihad menunjukkan peran besar santri dalam menegakkan kemerdekaan negara ini.
Resolusi Jihad menunjukkan antara Islam dan nasionalisme bukanlah hal yang kontradiktif, bahkan tidak bisa dipisahkan. Resolusi Jihad merupakan ekspresi patriotisme dan nasionalisme santri yang berbasis ajaran Islam Aswaja.
“Lha semangat ini saat ini dilanjutkan para santri khususnya para pemuda Ansor dan Banser. Mereka ikhlas Fii-Sabilillah dalam berjuang," kata Gus Nasir yang saat itu juga mengapresiasi perjuangan Banser Kediri dengan membantu uang kotan Rp 20 Juta.
Menurutnya, hari santri merupakan salah satu momentum sejarah penting. Berbagai peristiwa sejarah lain menunjukkan patriotisme dan nasionalisme masyarakat santri.
“Catatan sejarah secara jelas menunjukkan bahwa hampir semua perjuangan bangsa selalu ditandai oleh keterlibatan penting kaum santri dan pesantren. Masyarakat santri, baik yang berbasis komunitas tarekat, maupun pesantren, menjadi salah satu tulang punggung perlawanan terhadap penjajah. Hubbul wathon minal-iman, doktrin yang hidup dan menjadi kesadaran berbangsa dan bernegara di pesantren terbukti mampu menggerakkan kekuatan rakyat melawan penjajah,’’ tandasnya.
Penegasan yang sama juga disampaikan Ketua PC Ansor Kabupaten Kediri terpilih. Rizmi Haitami Azizi saat menjadi pemimpin upacara. Selaku kader Ahlussunah waljamaah dan NU.
Ansor dan Banser harus meneruskan semangat perjuangan para santri dan ulama, dengan cara bersatu satu komando melaksanakan beberapa aktifitas yang bisa mengangkat harkat dan derajat para kiai, ulama dan pemerintah.
“Kita harus melanjutkan semngat perjuangan para santri dan ulama dulu. Semampu kita. Karena saat ini kita tidak lagi berada di era penjajahan fisik. Saat ini kita berada di zaman globalisasi dan era post-truth, serta . era revolusi industry 4.0, juga Generasi-Z.
"Apapun namanya, kita dihadapkan oleh berbagai tantangan baru, sekaligus peluang baru. Maka harus kita hadapi berssama,’’ tegas Gus Rizmi yang disambut Shalawat oleh peserta apel yang terdiri dari anggota Ansor, Rijalul Ansor dan Banser dari 26 Kecamatan di Kabupaten Kediri.
“Untuk bisa menghadapi itu kita harus hadapi bersama-sama dan saling bahu membahu dibawah satu komando para kiai dan ulama serta para petinggi dan pimpinan GP Ansor," tegasnya.
Acara Apel Peringatan Hari Santi yang diselenggarakan oleh PC GP Ansor dihadiri sekitar 1500 anggota.
Selain Kiai Nasir, acara juga dihadiri para alumni pengurus PC GP Ansor Kediri. Tampak Hadir Komandan Corps Provost Nasional, H Imam Kusnin Ahmad, H. Moh. Hasyim Asy’ari (Mantan Ketua/DPRD), Agus Triyadi (Mantan Ketua/ Sekretaris NU Kediri), Moh, Habib (Mantan Sekretaris PC/ Guru dan LSM).
Karena masih kondisi Pandemi Covid-19, maka kegiatan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
“Karena kondisi, kami hanya menghadirkan masing-masing anak cabang 50 peserta saja.Itupun harus dilakukan protokol yang sangat ketat. Kalau dihadirkan semua lokasi tidak muat. Karena jumlah anggota Ansor dan Banser di Kediri lebih dari 20 ribu,’’ tegas M. Aziz Purwohandoko, seperti dilaporkan Imam Kusnin Ahmad.