Soto Pak Darno, 40 Tahun Mempertahankan Rasa
Di Semarang tanpa incip-incip soto, rasanya kurang sempurna. Selain terkenal dengan lumpia, ibukota Jawa Tengah ini berjejer warung soto legendaris nan enak.
Salah satunya Soto Pak Darno. Ini salah satu warung legendaris yng berjejer di Jalan Thamrin. Tepatnya di nomor 88. Tidak ada cabang lain Soto Pak Darno di Kota Semarang.
Legendaris karena Soto Pak Darno buka sejak 40 tahun lalu. "Dulu kami mulai dengan menyewa lorong kecil yang panjang. Setelah tempatnya dibagi waris, kami harus pindah lagi," kata Pak Darno kepada ngopibareng.id, 15 Agustus 2019.
Dibandingkan dengan warung soto lainnya di jalan yang sama, Soto Pak Darno lebih luas dan nyaman. Menempati toko seluas 5 x 8, soto Pak Darno terasa lega. Tempatnya bersih.
Pak Darno yang kelahiran Demak berpikir lama ketika ditanya sejak kapan berjualan di tempat sekarang. Dia hanya menyebut sudah lama. Puluhan tahun.
Sebelumnya sempat tiga kali pindah. Di tempat-tempat yang kecil. Tidak sebesar sekarang. Beberapa kali ia harus pindah tempat karena lahan yang disewa harus dibagi waris.
Baru di Jalan Thamrin ini dia bertahan lama. "Bukan. Kami masih sewa. Per lima tahun Rp 450 juta," katanya saat ditanya apakah tempat sekarang sudah menjadi miliknya.
Meski Soto Darno termasuk yang legendaris di Semarang, Pak Darno tergolong tukang soto konvensional. Ia tidak mau membuka cabang lain selain warung soto yang dikelolanya sendiri.
Pria berusia 62 tahun itu juga meracik sendiri sotonya. Ia owner merangkap chefnya. Para asistennya hanya membantu sebagai pelayan pelanggan. Anaknya ada yang buka warung soto untuk malam hari, tapi tidak menggunakan nama Soto Darno.
Darno mengaku bergelut dengan jagat soto ayam sejak berusia 15 tahun. "Waktu itu, saya ikut Pakde yang jualan soto. Baru setelah usia 22 tahun membuka sendiri warung dengan nama Soto Darno," kenangnya.
Setiap hari, Soto Darno menghabiskan 20 ayam potong dan 9 kilogram beras. Dia tidak bisa memastikan berapa mangkok setiap hari berhasil dijual. Ukurannya ya jumlah ayam dan beras yang dimasak.
Karena ditangani sendiri, Soto Darno berhasil menjaga rasa sejak warung soto didirikan. "Saya tidak mau membuka cabang juga untuk nenjaga standar rasanya," katanya.
Seperti umumnya di Semarang, soto ayam disajikan dalam mangkok kecil. Kuahnya sedikit keruh dengan suwiran ayam dan mihun lembut. Tentu ditaburi bumbu sledri dan bawang goreng. Sedep.
Untuk memperkaya rasa, disajikan juga sate ayam berkuah. Baik itu sate kulit, saging ayam, dan jerohan. Juga ada sate kerang. Semuanya dengan kuah kental manis.
Di luar itu, disediakan juga tempe dan tahu goreng khas Semarang. Juga jajanan tambahan seperti pisang goreng. Di depan warung ada penjual jeruk yang setiap saat menawarkan ke pelanggan soto Darno.
Meski tempat di pusat kota, harga Soto Pak Darno tak tergolong mahal. Saya ajak sopir taksi untuk menemani makan. Berdua dengan tiga mangkok soto, empat sate ayam dan jerohan serta minum teh manis hanya habis Rp 56 ribu.
Kalau sedang di Semarang, Soto Darno layak dikunjungi. Inilah salah satu warung legenda yang masih terus menjaga kualitas rasa.