Sosok Ibu Soekarno yang Disebut Sukmawati Alasan Pindah Agama
Sukmawati Soekarnoputri memutuskan untuk pindah agama dari Islam ke Hindu. Ritual pindah agama (Sudhi Wadani) akan digelar pada Selasa, 26 Oktober 2021, atau bertepatan dengan ulang tahunnya ke-70. Undangan acara pun disebar hingga viral di media sosial.
Ritual bernama Sudhi Wadani itu akan digelar di rumah asal Nyoman Rai Srimben, ibunda Bung Karno, di Jalan Mayor Metra, Singaraja, Buleleng. Agama sang nenek disebut menjadi salah satu alasan Sukmawati Soekarnoputri pindah ke Hindu.
“Nenek beliau (Sukmawati Soekarnoputri) Nyoman Rai Sirimben (ibunda Soekarno) asal Singaraja seorang Hindu. Jadi beliau juga menginginkan tempatnya (ritual pindah agama) bukan di Jakarta tapi di Bali," ujar Kepala Sukarno Center di Bali, Arya Wedakarna menyampaikan keinginan Sukmawati yang ingin kembali ke agama leluhurnya.
Lalu, siapakan sosok Nyoman Rai Srimbe?
Nyoman Rai Srimbe Mendapat Tambahan Nama Ida Ayu dari Putranya, Soekarno
Dikutip dari data dari Dinas Sosial dan situs web Kepustakaan Presiden diketahui bahwa Nyoman Rai Srimben lahir tahun 1881 sebagai Warga Negara Indonesia. Ia adalah anak kedua dari pasangan Nyoman Pasek dan ibunya, Ni Made Liran.
Nama asli Nyoman Rai Srimben adalah Nyoman Rai dengan nama sehari-hari dikenal sebagai Rai Srimben, yang berasal dari kata “Sri”, berarti kebahagiaan dan “Mben” yang bermakna rimbun. Sehingga nama Srimben juga dapat diartikan sebagai limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan. Sedangkan nama Ida Ayu yang menjadi nama depannya sekarang, merupakan sebuah gelar yang diberikan langsung oleh Bung Karno, karena sudah melahirkan dan membesarkannya.
Nyoman Rai Srimben tumbuh dewasa dan tinggal di Banjar Bale Agung, berlokasi dekat dengan Pura Bale Agung atau disebut juga Pura Desa Buleleng. Pertemuan Nyoman Rai Srimben dengan R. Soekemi, ayah Soekarno berawal dari kedatangan Soekemi yang saat itu menjadi guru muda ke rumah Nyoman Rai Srimben.
Soekami seringkali melihat Nyoman Rai Srimben saat sedang berjalan menuju pura atau sedang melakukan kegiatan menari. Dari situlah hubungan mereka mulai dibangun. Keduanya semakin mengenal satu sama lain setelah sahabat Nyoman Rai Srimben, Made Lastri memperkenalkan keduanya.
Pernikahan Nyoman Rai Srimben dengan Soekemi
Nyoman Rai Srimben dan Soekemi menikah pada 15 Juni 1887. Anak pertama mereka adalah Raden Soekarmini, yang juga dikenal sebagai Bu Wardoyo, yang lahir pada 29 Maret 1898. Setelah itu mereka pindah ke Surabaya. Lalu, pada tanggal 6 Juni 1901, Nyoman Rai Srimben melahirkan Soekarno atau dikenal sebagai ‘Putera Sang Fajar’ di Surabaya sekitar Makam Belanda Kampong Pandean III, saat genap berusia 20 tahun.
Nyoman Rai Srimben mendidik kedua anaknya dengan bekal spiritual pengajaran Hindu, sesuai dengan yang pernah dipelajarinya. Enam bulan kemudian, Nyoman Rai Srimben mengikuti suaminya ke kota kecil kecamatan Ploso, Jombang, namun saat tinggal di sini, kesehatan kedua anaknya tidak terlalu baik. Akhirnya, karena faktor kesehatan, Nyoman Rai Srimben sempat berpisah dengan Soekarno karena harus dirawat dan diasuh oleh mertuanya di Tulung Agung. Nyoman Rai Srimben bertemu kembali dengan Soekarno saat mereka harus pindah ke Mojokerto. Di sini pula, sang putri sulung menikah dan kemudian tinggal bersama suaminya. Nyoman Rai Srimben kala itu sangat sedih karena harus berpisah dengan putri sulungnya, namun akhirnya ia memilih untuk fokus merawat Soekarno.
Tidak berhenti di situ, Nyoman Rai Srimben juga harus menetapkan pilihannya ketika ia harus mengikuti suaminya bertugas di Blitar, sedangkan Soekarno harus bersekolah di Surabaya. Dengan berat hati, Nyoman Rai Srimben mengikuti suaminya dan menitipkan Soekarno di rumah HOS Cokroaminoto untuk meneruskan sekolahnya.
Di Blitar, Nyoman Rai Srimben tinggal di asrama sekolah yang sekarang dikenal dengan Sekolah Menengah Umum 1 Blitar. Dirinya dipercaya untuk mengelola asrama dan sekaligus mengurus makan para pelajar yang tinggal di asrama tersebut. Blitar juga menjadi saksi kebahagiaan dari Nyoman Rai Srimben yang saat itu menikahkan Soekarno dengan putri HOS Cokroaminoto, Utari. Namun, kemudian Soekarno memilih untuk menceraikannya.
Nyoman Rai Srimben kembali merasa terharu saat putranya kembali ingin menikah bersama dengan janda bernama Inggit Ganarsih, di Bandung. Akan tetapi, perasaan khawatir dan duka kembali harus dirasakannya kala mendengar berita Soekarno harus dijebloskan ke Penjara Sukamiskin Bandung. Nyoman Rai Srimben langsung datang ke Bandung dan berniat menemui anaknya. Ketidaktahuannya akan politik membuat Nyoman Rai Srimben diusir oleh petugas Belanda.
Di saat bersamaan, rumah Nyoman Rai Srimben yang di Blitar diawasi oleh pejabat kala itu karena putranya dianggap melawan penjajah Belanda. Pengalamannya di rumah tahanan, membuat Soekemi untuk memutuskan pensiun dini sebagai guru dari Kementrian Pendidikan Belanda di Batavia. Nyoman Rai Srimben pun terus mendampingi suaminya di Blitar, sambil menunggu surat kabar atau berita yang dibawa oleh kenalan dan saudaranya tentang Soekarno baik di dalam maupun di luar tahanan.
Nyoman Rai Srimben juga mendengar berita saat Soekarno memilih untuk bercerai dengan Inggit dan menikah dengan Fatmawati. Hasil pernikahan keduanya menghasilkan seorang cucu yang sangat diharapkan oleh Nyoman Rai Srimben dan Soekemi, keduanya melihat secara langsung kelahiran cucu mereka di Jakarta. Kebahagiaan atas lahirnya seorang cucu tidak berlangsung lama, Nyoman Rai Srimben harus menghadapi kenyataan saat suaminya mengalami sakit keras saat di Jakarta dan akhirnya meninggal pada 8 Mei 1945.
Nyoman Rai Srimben pun memilih kembali ke Blitar dan di hari tuanya, saat Soekarno sudah menjadi orang pertama di Indonesia, Nyoman Rai Srimben tidak pernah mau menginjakkan kaki di Istana Negara. Pada 12 September 1958, Nyoman Rai Srimben meninggal dunia dan dimakamkan berdampingan dengan suami, Soekemi dan putranya, Soekarno.
Advertisement