Warga Kebingungan Akibat Aturan Mudik, kata Sosiolog Unesa
Aturan mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H yang berubah-ubah seiring waktu membuat masyarakat bingung. Sebelumnya pemerintah memperbolehkan mudik lokal dengan berbagai persyaratan, lalu H-7 hari Raya Idul Fitri mudik lokal menjadi dilarang. Hal ini memacing reaksi yang beragam dari masyarakat, ada yang kebingungan, memaksa mudik atau tetap mematuhi aturan yanh diberlakukan.
Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Agus Machfud Fauzi menilai, hal ini terjadi karena adanya perbedaan regulasi, sehingga ada beberapa orang yang nekat mudik. "Sebenarnya masyarakat mengikuti aturan pemerintah. Tapi karena adanya perbedaan regulasi, pelaksanaan yang berbeda akhirnya mereka melanggar. Meski niatnya tidak melanggar," kata Agus, Senin, 10 Mei 2021.
Agus menambahkan, ada kecemburan masyarakat karena aturan yang timpang. Sebab WNA dibiarkan masuk Indonesia, namun masyarakat dilarang mudik ke kampung halaman. "Aturan ini salah satunya yang memicu masyarakat nekat mudik. Karena masyarakat di dalam negeri dilarang mudik, tetapi WNA bisa terbang dan masuk ke Indonesia," jelas Agus.
Menurutnya, perlunya ada kajian ulang terkait aturan tersebut. Sehingga kebijakannya tidak terlihat pincang. "Terkait hal ini ada tiga hal yang menurut saya bila dilakukan pemerintah," imbuhnya.
Lanjutnya, pertama ialah adanya regulasi yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sampai ke pemerintah desa, sehingga tidak ada perbedaan regulasi.
Kedua, penegakan atutan yang konsisten. Jika kencang di satu tempat, maka di tempat lain harus kencang juga, begitu pun sebaliknya. "Terakhir, membuat regulasi mendasarkan aspirasi masyarakat, sehingga terjadi kesinambungan antara pembuat regulasi, regulasi itu sendiri dan pengguna regulasi," tutupnya.