Sorot Myanmar, Malaysia: Hentikan kekerasan pada Pengunjuk Rasa!
ASEAN Leaders’ Meeting 2021 menghasilkan kesepakatan terkait penyelesaian konflik di Myanmar. Para pemimpin negara di Asia Tenggara mengatakan telah menyetujui rencana dengan pimpinan junta Myanmar untuk mengakhiri krisis di di Myanmar.
Bahkan, yang terpenting, kesepakatan itu termasuk menghentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan menerima bantuan kemanusiaan.
"Ini di luar dugaan kami," kata Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin kepada wartawan setelah pertemuan KTT ASEAN 2021 di Jakarta, Indonesia seperti dilansir Reuters, Sabtu 24 April 2021.
Para pemimpin ASEAN menginginkan komitmen dari otak kudeta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya.
Sebab, menurut pengamat, 745 orang tewas sejak gerakan pembangkangan sipil massal muncul untuk menantang kudeta 1 Februari terhadap Aung San Suu Kyi.
Mereka juga menginginkan pembebasan tahanan politik. "Untung dia tidak menolak apa yang saya dan rekan-rekannya ajukan," kata Muhyiddin.
Dalam pertemuan KTT ASEAN itu, sebuah konsensus juga telah dicapai dengan lahirnya lima poin. Yaitu, mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan dan kunjungan utusan ke Myanmar.
"Dia mengatakan dia mendengar kami, dia akan mengambil poin-poin yang dia anggap membantu," kata Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong seperti dilansir dari Channel NewsAsia.
"Dia tidak menentang peran konstruktif ASEAN, atau kunjungan delegasi ASEAN, atau bantuan kemanusiaan,” kata Loong.
Tapi, kata dia, prosesnya masih panjang. "Karena ada satu hal yang harus dikatakan bahwa Anda akan menghentikan kekerasan dan membebaskan tahanan politik; adalah hal lain untuk menyelesaikannya,” kata Loong.
Pimpinan junta Myanmar Min Aung Hlaing belum mengomentari kesepakatan ini.
Pertemuan ASEAN adalah upaya terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar sebagai bagian dari 10 negara ASEAN.
Demokrasi Harus Dikembalikan
Sementara itu, pada kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo menegaskan, kekerasan di Myanmar harus segera dihentikan dan demokrasi di negara tersebut juga harus dikembalikan.
"Perkembangan situasi di Myanmar sesuatu yang tidak dapat diterima dan tidak boleh terus berlangsung. Kekerasan harus dihentikan. Demokrasi, stabilitas, dan perdamaian di Myanmar harus segera dikembalikan. Kepentingan rakyat Myanmar harus selalu menjadi prioritas," jelas Jokowi.
Jokowi pun menyampaikan setidaknya ada tiga poin yang menjadi permintaan penting dari Indonesia kepada pemimpin militer Myanmar.
"Dalam pertemuan ini saya juga menyampaikan pentingnya pemimpin militer Myanmar untuk memberikan komitmen yaitu permintaan komitmen pertama penghentian penggunaan kekerasan dari militer Myanmar," jelas Jokowi.
Di saat yang sama, semua pihak harus menahan diri, sehingga ketegangan dapat diredakan.
Permintaan komitmen kedua dari Jokowi adalah proses dialog secara inklusif dan pembebasan tahanan politik.
"Permintaan komitmen kedua, proses dialog yang inklusif harus dimulai. Tahanan politik harus segera dilepaskan. Dan perlu dibentuk Special Envoy ASEAN yaitu Sekjen dan ketua ASEAN untuk mendorong dialog dengan semua pihak di Myanmar," tegas Jokowi.
Sedangkan permintaan Indonesia yang ketiga adalah pembukaan akses bantuan kemanusiaan dari ASEAN.
"Dan Indonesia berkomitmen terus mengawal tindak lanjut komitmen tersebut, agar krisis politik di Myanmar dapat segera diatasi," ungkap Jokowi.
Sikap Sekjen ASEAN Dato Lim Jock Hoi
Sekjen ASEAN Dato Lim Jock Hoi telah menyampaikan lima butir konsensus yang kurang lebih isinya sama dengan yang disampaikannya.
"Kami patut bersyukur bahwa pada akhirnya ASEAN Leaders' Meeting dapat diselenggarakan pada hari ini. Sejak saya menelpon Sultan Brunei Darussalam pada 23 Maret 2021 bersama dengan Chair Indonesia bekerja keras untuk memastikan agar ALM ini dapat diselenggarakan," tutur Jokowi.
Para pemimpin ASEAN dan perwakilan yang hadir dalam ALM kali ini yaitu Sultan Hassanal Bolkiah, PM Malaysia Nuhyiddin Yassin, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Vietnam Pham Minh Chinh, dan PM Kamboja Hun Sen.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Filipina sebagai Utusan Khusus Filipina Teodoro L Locsin Jr, Menteri Luar Negeri Thailand sebagai Utusan Khusus Thailan Don Pramudwinai, Menteri Luar Negeri Laos sebagai Utusan Khusus Laos Saleumxay Kommasith, dan Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing.