Dosen Unair Usul, Suvenir Nikahan Bibit Pohon Saja
Kualitas udara menjadi perbincangan hangat masyarakat akhir-akhir ini, pasalnya beberapa daerah, seperti Jakarta misalnya, memiliki kualitas udara yang buruk dan berimbas pada kesehatan warganya.
Lantas jika sudah demikian apa yang harus dilakukan?
Suparto Wijoyo dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, penanganan kualitas udara harus dilakukan dari sumbernya.
"Secara yuridis saya katakan menyediakan udara yang baik dan sehat itu adalah kewajiban negara. Secara yuridis pula pencemaran udara dalam hukum lingkungan harus pengendalian langsung pada sumbernya," katanya ditemui di Gedung Rektorat Unair.
Lanjutnya, dilihat dari sumbernya, pencemaran kualitas udara dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, sumber tak bergerak yakni industri. Dari sini menandakan bahwa penataan dan pengawasan di lingkungan perkotaan masih lemah.
"Industri yang mencemari lingkungan logikanya harus diawasi setiap hari dan bulan. Sekarang ada monitoring lewat CCTV mestinya mudah untuk terdeteksi," paparnya.
Ia pun menyarankan, terkait masalah industri ini Indonesia bisa mencontoh Jerman yang memasang sirene untuk mendeteksi udara bila sedang tercemar.
Sementara itu, faktor kedua yang memengaruhi kualitas udara adalah mobilitas kendaraan yang tinggi sebagai sumber pencemaran udara bergerak.
"Artinya transportasi kita ini jangan-jangan tidak pernah dilakukan uji emisi. Uji emisi agar kita zero emisi. Tetapi apakah menjadi tanggung jawab besar personal kita. Enggak," ungkap Suparto.
Mengenai sumber yang kedua ini, pemerintah harus menyediakan BBM ramah lingkungan. Dari semua itu, ungkap Suparto, hal yang bisa dilakukan saat ini adalah menanam pohon dan merawatnya. Dengan menanam pohon, Suparto menyebut sebagai sodaqoh (sedekah) oksigen.
"Setiap ulang tahun mari tanam pohon sesuai dengan umur kita. Kenapa kita juga kalau manten itu suvenirnya harus barang-barang mati, kenapa tidak pohon. Untuk itu, besok pengukuhan saya bibit tanaman," tandasnya.
Hal yang disampaikan Suparto ini adalah orasi ilmiahnya yang akan disampaikan saat pengukuhan Guru Besar (Gubes), Kamis, 7 September 2023 nanti.
Selain Suparto akan ada 12 Gubes lainnya yang dikukuhkan selama tiga hari berturut-turut. Dalam hal ini Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih mengatakan, bertambahnya guru besar baru menjadi bahan bakar baru yang dimiliki Unair. Bahan bakar baru ini yang akan menjadi semangat baru untuk semakin memberikan kontribusinya pada bangsa.
“Tambahan guru besar ini menjadi bahan bakar baru, energi baru bagi kami untuk memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara,” ujarnya.
Prof Nasih berharap karya-karya yang dihasilkan para guru besar ini bisa bermanfaat untuk kepentingan masyarakat luas.
“Karya yang dihasilkan para guru besar ini cukup signifikan. Di mana hasil penelitiannya bisa didorong dan dikembangkan lagi sehingga bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kepentingan masyarakat,” terangnya.
Tambah 12 Guru Besar Baru
Prof. Nasih menjelaskan bahwa kali ini ada tambahan guru besar sebanyak 12 orang yang datang dari berbagai disiplin ilmu. Empat guru besar dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), empat guru besar dari Fakultas Kedokteran (FK), satu guru besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), satu guru besar dari Fakultas Hukum (FH), satu guru besar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), dan satu guru besar dari Fakultas Farmasi (FF).
Mereka adalah Prof Dr Hendrik Setia Budi drg MKes PBO, Prof Dr Ira Arundina drg MSi PBO, Prof Dr Eha Renwi Astuti drg MKes SpRKG SubsRDP(K), Prof Udjianto Tedjosasongko drg PhD SpKGA SubspPKOA(K), Prof Dr Anggraini Dwi Sensusiati dr SpRad(K), Prof Dr Komang Agung Irianto S dr SpOT(K) Spine, Prof Dr Nyilo Purnami dr SpTHTBKL Subsp N O(K) FICS FISCM, Prof Dr Ahmad Suryawan dr SpA(K), Prof Dr Ririn Tri Ratnasari SE MSi, Prof Dr Suparto Wijoyo SH MHum, Prof Dr Dra Ec Thinni Nurul Rochmah MKes, dan Prof Dr Dra apt Wiwied Ekasari MSi.