Solat Jumat di Reruntuhan Masjid Sakinah, Khotib Mengingatkan Perilaku Iblis
Hari ini masjid Assakinah di komplek Balai Pemuda Surabaya dipergunakan lagi untuk solat Jumat. Sekitar 60 jamaah melakukan solat Jumat di tengah reruntuhan, dengan khotib dan imam ustadz H. Barata dari Banyuwangi.
Solat jumat terakhir di Assakinah berlangsung 20 Oktober, Dua hari kemudian masjid dihancurkan karena di atas tanah bekas masjid itu direncanakan akan dibangun gedung 8 lantai sebilai Rp 60 milyar untuk perluasan kantor DPRD Surabaya.
Masjid berada di tanah yang masuk kawasan cagar budaya Balai Pemuda, bukan tanah yang tercatat milik DPRD Kota Surabaya.
Dalam khotbahnya Ustadz Udin mengajak Jemaah untuk tetap bersyukur karena bisa melakukan solat Jumat di tempat yang kondisi nya amat memprihatinkan ini, dalam keadaan sehat walafiat. “Ini patut kita syukuri,” katanya.
Khotib juga menyinggung bagaimana saat iblis dikeluarkan oleh Allah dari surge, dan bagaimana iblis kemudian minta ijin agar diperbolehkan untuk selalu menggoda manusia.
“Karerna itu iblis selalu menggoda manusia melalui beberapa sisi. Dari sisi kekayaan, kewenangan dan dari sisi jabatan. Dengan jabatan yang dimiliki manusia, iblis menggoda agar jabatan yang dimiliki manusia itu dipergunakan untuk berbuat zalim, misalnya untuk menghancurkan masjid,” kata khotib.
Solat Jumat di reruntuhan masjid Assakinah ini memang dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemkot dan DPRD Kota Surabaya yang telah menghancurkan masjid sebelum masjid pengganti dibangun. Beberapa elemen masyarakat ikut solat Jumat, antara lain dari KBRS (Komunitas Bambu Runcing Surabaya) dan Sakera (Satu Kedaulatan Rakyat) dan aktivis lainnya.
Kawasan Balai Pemuda bersebalahan dengan kantor DPRD Surabaya. Sebelumnya, kantor DPRD berada di bangunan kuno di Taman Surya. Tahun 1997, oleh walikota Sunarto Sumoprawiro kantor DPRD dipindah ke lahan sisi utara kawasan Balai Pemuda.
Kini pimpinan DPRD melihat pelataran Balai Pemuda sebagai lahan kosong, beberapa proyek kemudian dipaksakan untuk di bangun di kawasan yang masuk cagar budaya. (nis)