Social Distancing, Apa dan Bagaimana Menerapkannya
Pemerintah menyarankan masyarakat melakukan social distancing untuk membatasi penularan virus Corona. Lantas apa sebenarnya social distancing?
Center for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat menyebut social distancing adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar-manusia.
Sedangkan Katie Pearce dari John Hopkins University, menulis bahwa social distance atau social distancing adalah praktek dalam kesehatan masyarakat untuk mencegah orang sakit melakukan kontak dengan orang sehat guna mengurangi peluang penularan penyakit.
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara membatalkan acara kelompok atau menutup ruang publik, serta menghindari keramaian.
Jauh sebelum Corona mewabah, Amerika Serikat pernah melakukan social distancing pada tahun 1918. Saat itu, wabah influenza yang menghajar negara itu bisa ditekan dengan langkah social distancing.
Untuk saat ini, sosial distancing bisa dilihat di Korea Selatan dengan menutup tempat ibadah, sekolah, ruang terbuka, mall serta mencegah potensi kerumunan masyarakat.
Korea Selatan sukses melakukan social distancing tanpa harus melakukan lockdown untuk mengantisipasi merebaknya Corona.
Social distancing sendiri dinilai ampuh untuk mengurangi resiko penyebaran Corona karena virus ini menular antar manusia melalui droplet atau partikel air liur saat penderita bersin atau batuk.
Secara sederhana sosial distancing bisa anda lakukan dengan menjaga jarak minimal dua meter dengan orang lain. Anda juga harus menghindari berjabat tangan atau berpelukan saat bertemu orang lain.
Namun sosial distancing bukanlah tanpa konsekuensi. Social distancing bisa memicu stres dan memunculkan penyakit hati, depresi, demensia atau bahkan kematian.
Sebuah penelitian pada 2015 menyebutkan bahwa mengisolasi diri secara kronis bisa memicu tingkat kematian hingga 29 persen.
Namun konsekuensi ini sebenarnya masih bisa dihindari misalnya dengan tetap menjaga interaksi melalui sosial media berbasis internet. Berbicara maupun berkirim pesan melalui media sosial bisa dilakukan saat kita menerapkan social distancing.
Sementara itu, guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya Moh Ali Aziz menyebutkan, social distancing juga dikenal dalam Islam dengan istilah Uzlah.
"Syekh Al Qusyairy, dalam kitab "Ar Risalatul Qusyairiyah" mengatakan: "Menyendiri atau uzlah dari keramaian harus dengan niat agar keburukannya tidak menular kepada orang lain. Inilah sikap tawadhu'. Maka, jika Anda tidak berjama'ah ke masjid atau tidak berjabat tangan, jangan sekali-kali mengatakan, "Saya takut terinfeksi Corona." Lebih sopan Anda katakan, "Saya khawatir orang terinfeksi karena saya," kata Ali Aziz.