Soal Tuduhan KH Bisri Syansuri bukan pendiri NU, Gus Ipul Sedih
Calon Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) merasa ada yang tidak senang atas pencalonan dirinya dalam pemilihan gubernur (Pilgub). Hal ini dirasakan karena ada yang menyerang keluarganya dengan menyebarkan isu KH Bisri Syansuri bukan pendiri Nahdhatul Ulama (NU).
"Mbah Bisri itu Rois Aam NU, sekarang dicap bukan pendiri NU. Sedih rasanya keluarga di ikut-ikutkan," kata Gus Ipul, Senin 29 Januari 2018.
Gus Ipul menyatakan, isu yang melibatkan KH Bisri bukan pendiri NU sangat mengganggu pikirannya. Dalam pemilihan gubernur (Pilgub) ini, ia mengaku tidak pernah melibatkan kakeknya. Namun, fakta di lapangan justru kakeknya menjadi sasaran orang-orang yang tidak senang dirinya ikut maju ke pilgub.
Padahal, pemasangan gambar kakeknya atau predikat sebagai cicit bukan dirinya yang membuat. Justru, masyarakat yang mengetahui sejarah tersebut yang mencantumkan sendiri. Begitu juga dengan wakilnya, Puti Guntur Soekarno. Sebagai cucu Soekarno sang Proklamator, justru sekarang juga mendapatkan bully dari pihak-pihak tertentu.
"Kakek saya itu tidak tahu apa-apa. Tetapi kok dilibatkan,"ujarnya.
Padahal, KH Bisri Syansuri merupakan kiai kharismatik yang dilahirkan di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah tanggal 18 September 1886 silam. Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang itu adalah putra ketiga dari lima bersaudara. Beliau wafat pada umur 93 tahun, dimakamkan di sebelah Masjid Jami di lokasi Pesantren Mambaul Ma'arif.
Ke ilmuwan dan kepahlawanan KH Bisri Syansuri di kalangan warga NU tidak perlu disangsikan lagi. Mengutip karya KH Abdurrahman Wahid, yang ditulis dan diterbitkan di media Memorandum: Jakarta, 26 September 2003 silam, bahwa KH. Bisri Syansuri termasuk seorang pendiri NU (Nahdlatul Ulama) di tahun 1926.
Dalam tulisan itu, Gus Dur menjelaskan, awal pertemuan KH Bisri Syansuri dan KH Wahab Hasbullah berada di pesantren Syaikhuna Khalil di Demangan, Kabupaten Bangkalan, Madura. Ketika itu, kedua ulama besar itu sama-sama menimba ilmu. Berawal dari situ lah keduanya akrab. Selepas menimba ilmu di pulau garam, tepatnya pada tahun 1908, keduanya memutuskan melanjutkan belajar di pesantren Tebu Ireng, Jombang, yang diasuh oleh KH. M. Hasyim Asy'ari.
Hanya berselang dua tahun, tepatnya pada tahun 1912, mbah Wahab dan mbah Bisri meminta restu kepada Mbah Hasyim, untuk berangkat ke Mekah, memperdalam ilmu agama. Keduanya pun direstui.
Belum lama di Mekah, KH Wahab mengajak KH Bisri Syansuri untuk mendirikan Syarikat Islam (SI) cabang Mekah. Namun, berdirinya SI dengan pengurus para pelajar dari Indonesia itu hanya bertahan selama setahun yakni 1913 - 1914. Organisasi itu terpaksa bubar karena pendiri dan pengurus SI kembali ketanah air akibat dampak perang dunia satu. Setiba di tanah air, serta pengalamannya membentuk organisasi SI yang sempat dibentuk di Mekah.
Kiai Wahab kemudian menawarkan gagasan mendirikan organisasi kepada para kiai di Jawa Timur. Gagasan itu akhirnya diterima oleh para kiai, termasuk Hadrotus Syekh Hasyim Asy'ari. Awalnya, organisasi yang didirikan yaitu Nahdlatul Tujjar (Kebangkitan Pedagang) di Jombang pada tahun 1918 silam. Mbah Wahab juga 'merekrut' adik iparnya KH. M. Bisri Syansuri, mendirikan organisasi tersebut.
Pada tahun 1922, didirikan study klub Taswirul Afkhar di kota Surabaya. Kemudian, tahun 1924 didirikan madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dan pada tahun 1926 Nahdlatul Ulama (dulu disingkat N.O).
Organisasi yang sekarang memiliki masa terbesar di Indonesia itu pertama kali dijabat oleh KH M. Hasyim Asy'ari, sebagai Rois Akbar PBNU. Kemudian, KH. A Wahab Hasbullah menjabat Rois Aam kedua, menggantikan Mbah Hasim dan jabatan Rois Aam ketiga, dijabat KH Bisri Syansuri.
"Masak Mbah saya masih dibilang bukan pendiri NU. Saya berharap semua berjalan dengan baik,"katanya.(wah)
Advertisement