Soal Toleransi di Aceh, Menag Berkisah Kampung Halaman
Menag Fachrul Razi mengatakan, masyarakat Aceh sejak dulu dikenal toleran. Nilai toleransi sudah terjalin dengan baik sejak lama di daerah berjuluk Serambi Mekah ini.
"Toleransi bukan hal baru. Aceh sangat toleran. Bahkan teman-teman saya yang dulu pernah tugas di Aceh menyampaikan bahwa Aceh sangat toleran," kata Menag, yang berlantar belakang Aceh, dalam keterangan Minggu, 23 Februari 2020.
Menag sebelumnya melakukan bersilaturahim ke Masjid Al Khalifah Ibrahim, Dayah Babussalam Al Hanafiah di Kecamatan Matang Kuli, Aceh, Sabtu 22 Februari 2020.
Dalam kesempatan itu, hadir ratusan warga dan santri Dayah Babussalam Al Hanafiah. Menag lalu di-peusijuek (tepung tawar, red) oleh Imam Besar Masjid Al Khalifah Ibrahim, Teungku Muhammad Yusuf.
Peusijuek merupakan salah satu tradisi Aceh yang masih terjaga hingga saat ini. Prosesi peusijuek biasanya diisi dengan doa keselamatan dan kesejahteraan bagi orang yang di-peusijuek. Menag juga menerima dua helai surban dari Pimpinan Dayah Babussalam Al Hanafiah, Waled Sirajuddin, sebagai tanda penghormatan.
Di hadapan masyarakat yang hadir, Menag mengatakan, sebagai bangsa yang penuh kemajemukan, sudah sepatutnya masyarakat Indonesia menjaga kerukunan dalam setiap sendi kehidupan.
"Kita yang penuh kebhinekaan maka tidak mungkin bisa menjaganya jika kita tidak menjaga toleransi," kata Menag.
Menag juga bercerita bahwa saat ini ada sejumlah negara yang baru menyadari tentang pentingnya nilai kebangsaan dan keislaman. Nilai-nilai tersebut sudah lama dipraktikkan di Indonesia. Kedua nilai tersebut menurut Menag, tidak dapat dipisahkan.
"Dari dulu pahlawan-pahlawan Aceh berjuang dalam rangka untuk membela identitas kebangsaan dan keislaman. Dari dulu kita tidak pernah memisahkan itu," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Menag juga menyempatkan diri untuk memantau Ma'had Aly di Dayah Babussalam Al Hanafiah.